Diagnosis Ruam Popok
Diagnosis ruam popok atau diaper rash dapat dicurigai pada pasien dengan riwayat menggunakan popok, serta memiliki gejala erupsi kulit berupa eritema pada bagian konveks gluteus dan area genital. Pemeriksaan laboratorium jarang dilakukan, dan hanya diindikasikan untuk mengonfirmasi etiologi pada kasus atipikal, misalnya pemeriksaan kalium hidroksida (KOH) untuk kecurigaan infeksi sekunder akibat jamur.
Anamnesis
Pasien biasanya datang dengan keluhan berupa eritema, gatal, dan terkadang nyeri pada kulit area popok, yang dapat terjadi pada bagian gluteus hingga genital. Dokter perlu menanyakan berapa lama sejak munculnya lesi kulit. Kebiasaan menggunakan popok juga penting untuk ditanyakan, seperti seberapa sering berganti popok, frekuensi urinasi dan defekasi, jenis popok, serta cara membersihkan area popok.
Riwayat penggunaan produk sebelumnya perlu ditanyakan, misalnya sabun, pembersih, tisu basah, atau asam borat. Riwayat penggunaan antibiotik baru-baru ini juga perlu diketahui. Riwayat penyakit kulit dahulu dapat membuat pasien lebih berisiko terkena ruam popok, di antaranya penyakit kulit menular, seperti skabies atau herpes simplex virus, serta trauma kulit.
Ruam popok dapat didahului dengan gastroenteritis yang terjadi beberapa hari sebelumnya, ditandai dengan peningkatan frekuensi defekasi dan perubahan konsistensi feses menjadi lebih cair atau lunak. Dokter juga perlu mencari tahu riwayat atopik dan psoriasis pada keluarga.
Faktor lain yang perlu digali adalah status imunitas pasien. Pasien dengan gangguan sistem imun (immunocompromised), misalnya pengidap human immunodeficiency virus (HIV), lebih rentan untuk terkena infeksi sekunder akibat Candida albicans dan superinfeksi bakteri. Kandidiasis persisten pada bayi dapat menandakan diabetes mellitus tipe 1, chronic mucocutaneous candidiasis, atau penyakit immunodeficiency.[2–4]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik merupakan bagian penting dalam diagnosis ruam popok. Pada inspeksi, tampak eritema yang dapat disertai dengan maserasi ringan dan iritasi karena gesekan. Pada kasus yang lebih berat, erupsi kulit dapat berupa inflamasi hebat yang menyebabkan nyeri, erosi kulit, papula, dan nodula.
Erupsi kulit dapat berbentuk plak terlokalisasi (patchy) maupun menyambung (confluent). Daerah yang terkena dapat dimulai dari abdomen di bagian umbilikus, hingga paha, serta genitalia, perineum, dan gluteus. Lipatan genitocrural biasanya tidak terdampak pada dermatitis iritan, tetapi biasanya terlibat pada dermatitis candida.
Dermatitis candida dapat bermanifestasi sebagai eritema dan plak bersisik. Tanda patognomonik dermatitis candida adalah lesi satelit berupa pustula dan papula. Pada kasus yang lebih parah, dapat terjadi erosi dan ulserasi. Pada infeksi S. aureus, lesi kulit dapat berupa papula dan pustula, hingga kulit melepuh seperti impetigo bulosa. Infeksi akibat S. pyogenes tampak sebagai eritema berwarna merah menyala, dan maserasi pada daerah intertriginosa.[2–4]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding ruam popok adalah dengan penyakit-penyakit yang juga menyebabkan inflamasi pada area popok. Beberapa penyakit tersebut, antara lain dermatitis kontak alergi, dermatitis atopik, dermatitis seboroik, psoriasis infantil, dan skabies.
Dermatitis Kontak Alergi
Pada dermatitis kontak alergi, lesi kulit terjadi akibat alergi terhadap produk topikal baru dan tampak pada kulit yang terpapar produk. Pada dermatitis kontak alergi, terdapat periode sensitisasi selama 1–3 minggu sebelum lesi kulit bermanifestasi. Beberapa zat yang berpotensi menjadi alergen, antara lain paraben, pewarna pada popok, lanolin, neomisin, atau karena karet pada bagian pinggang popok kain.
Lesi kulit biasanya diawali dengan vesikel, kemudian vesikel akan pecah dan membentuk lesi eczema. Lesi tidak terbatas pada area popok saja, dan dapat ditemukan di mana pun produk topikal digunakan, misalnya batang tubuh, ekstremitas, atau wajah.[4,14]
Dermatitis Atopik
Insidensi dermatitis atopik banyak dijumpai pada usia 3–12 bulan, dan kemungkinan terdapat riwayat keluarga dengan atopik. Manifestasi klinisnya berupa gatal hebat, dengan kulit yang terlihat kering dan eritema. Lesi biasanya muncul pada bagian intertriginosa, dan jarang mengenai area popok. Penderita dermatitis atopik lebih berisiko untuk terkena ruam popok.[2,4]
Dermatitis Seboroik
Dermatitis seboroik paling banyak terjadi pada usia 3–4 minggu. Lesi kulit pada dermatitis seboroik jarang sekali hanya terbatas pada area popok. Manifestasi lesi kulit berupa plak eritema bersisik pada kepala, yang disebut cradle cap, pada pipi, lengan, aksilla, lipatan leher, dan di belakang telinga. Lesi dapat meluas hingga area popok, sehingga menyebabkan bayi rentan terkena ruam popok.[2,4]
Psoriasis Infantil
Pada psoriasis infantil yang memengaruhi area popok, lesi dapat tampak mirip dengan ruam popok. Namun, lesi kulit dapat dibedakan dengan ruam popok melalui pemeriksaan fisik. Pada psoriasis infantil, gambaran yang akan didapatkan berupa plak eritroskuamosa yang ditemukan pada area popok, belakang leher, dan lipatan inguinal. Biasanya, keluarga pasien juga ada yang memiliki riwayat psoriasis.[14,15]
Skabies
Skabies dapat menyerang area popok dengan gambaran dermatitis pruritus yang luas, dan bersifat akut. Namun, erupsi kulit juga biasa dijumpai pada bagian tubuh lain, misalnya batang tubuh, leher, serta telapak tangan dan kaki. Selain itu, kemungkinan ada riwayat keluarga dengan gatal-gatal dan lesi serupa.[1,3]
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis ruam popok biasanya bisa ditegakkan berdasarkan klinis pasien, yaitu adanya erupsi kulit, misalnya eritema atau papula, pada area popok. Namun beberapa pemeriksaan penunjang, seperti kerokan kulit, bisa dilakukan untuk memastikan etiologi pada infeksi sekunder.
Kerokan Kulit
Pewarnaan gram atau kultur dari sediaan kerokan kulit atau bulla dapat dilakukan untuk memastikan etiologi pada kecurigaan superinfeksi bakteri, dan membantu dalam pemilihan antibiotik. Kerokan KOH juga bisa dilakukan apabila dicurigai adanya infeksi jamur. Kerokan kulit diambil dari lesi kulit seperti papul atau pustul, kemudian ditetesi KOH dan dilihat di bawah mikroskop. Gambaran pseudohifa akan muncul pada infeksi Candida.[1,2]
Biopsi
Biopsi kulit hanya dilakukan jika dicurigai adanya lesi dengan etiologi keganasan, atau jika lesi ruam popok tampak atipikal dan tidak membaik dengan terapi standar. Biopsi juga berguna untuk mengonfirmasi diagnosis langerhans cell histiocytosis.[1,4]
Pemeriksaan Laboratorium
Jika pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya hepatosplenomegali, maka dapat dilakukan pemeriksaan darah lengkap. Temuan anemia dapat mengarahkan diagnosis pada Langerhans cell histiocytosis atau sifilis kongenital. Jika dicurigai terkena sifilis, maka perlu dilakukan pemeriksaan serologi untuk sifilis.[1,4]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra