Patofisiologi Ruam Popok
Patofisiologi ruam popok (diaper rash) diduga berhubungan dengan adanya kondisi yang lembap pada kulit akibat terkena urin, peningkatan pH karena enzim-enzim dari feses, dan kolonisasi mikroorganisme.[1,2]
Keadaan Lembap
Keadaan lembap berkepanjangan pada area popok menyebabkan maserasi pada stratum korneum. Hal ini menyebabkan kelemahan integritas kulit sehingga kulit menjadi lebih rentan terhadap gesekan, misalnya dengan popok. Kulit juga menjadi lebih rentan terhadap iritasi akibat enzim dan infeksi bakteri. Keadaan lembap dan gesekan berulang berkontribusi pada terjadinya ruam popok.
Sawar kulit pada bayi prematur lebih rentan dibandingkan bayi cukup bulan. Pada bayi yang lahir di usia gestasi 30–32 minggu, fungsi sawar kulit baru sempurna 2–4 minggu setelah kelahiran. Hal ini menyebabkan bayi prematur lebih mudah mengalami ruam popok.
Pemilihan popok yang tepat juga memegang kendali dalam patofisiologi ruam. Penggunaan popok yang terlalu ketat akan memberikan gesekan terus menerus dan merusak lamella interselular lipid pada jaringan stratum korneum sehingga integritas fisik kulit terganggu atau menjadi tidak intak. Keadaan kulit yang tidak intak dapat menjadi sumber masuknya patogen.[1,3,4,6]
Perubahan pH
Situasi asam merupakan kondisi yang ideal pada kulit daerah inguinal dan bokong dalam menjaga flora normal sebagai proteksi untuk melawan bakteri dan jamur patogen. Nilai normal pH pada kulit adalah antara 4,5–5,5.
Urin memiliki pH antara 4,6–8, sedangkan pH feses lebih tinggi lagi, yaitu sekitar 6,5–7,5. Paparan urin dan feses dapat meningkatkan pH kulit menjadi di atas 7. Selain itu, terjadi peningkatan aktivitas enzim feses, seperti protease, lipase, dan urease. Enzim-enzim ini menyebabkan iritasi pada kulit. Peningkatan aktivitas protease dan lipase juga terjadi pada keadaan transit gastrointestinal yang memendek, misalnya akibat gastroenteritis.
Urease feses berfungsi sebagai katalis untuk memecah urea menjadi amonia, sehingga semakin meningkatkan pH kulit. Akibatnya, permeabilitas kulit meningkat terhadap garam empedu dan iritan lainnya. Air susu ibu (ASI) dapat menjadi faktor protektif terhadap ruam popok. Feses bayi yang minum ASI memiliki pH lebih rendah, aktivitas protease dan lipase yang lebih rendah, juga kandungan urease yang lebih sedikit, dibandingkan bayi yang minum susu formula.[1,3,4]
Kolonisasi Mikroorganisme
Kulit pada area popok sering terpapar feses. Hal ini mengakibatkan bakteri usus dapat ditemukan juga di kulit. Pada kulit yang telah mengalami peningkatan pH dan aktivitas enzim feses, keberadaan bakteri akan menyebabkan perburukan dermatitis. Kolonisasi mikroorganisme menyebabkan infeksi sekunder pada kulit yang telah mengalami Inflamasi.
Selain bakteri, dapat juga terjadi kolonisasi Candida albicans yang menyebabkan kandidiasis pada area popok. Maserasi kulit merupakan faktor yang mempermudah terjadinya kolonisasi jamur.[1,3,4]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra