Epidemiologi Dislokasi Temporomandibular Joint (TMJ)
Berdasarkan data epidemiologi, insidens dislokasi temporomandibular joint/TMJ atau dislokasi mandibula adalah 25 per 100.000 orang per tahun. Dislokasi TMJ lebih sering melibatkan kelompok dewasa muda dan meningkat seiring pertambahan usia karena insidensi penyakit neuromuskular lebih banyak pada kelompok usia ini. Dislokasi TMJ anterior lebih sering terjadi dibandingkan arah dislokasi lainnya.[1,2,4,6,7,12]
Global
Survei dari German Society of Oral and Maxillofacial Surgery menyatakan bahwa insidensi dislokasi temporomandibular joint (TMJ) di Jerman adalah 25 per 100.000 populasi tiap tahunnya. Studi pada 2375 pasien dengan temporomandibular disorder (TMD) di Roma, Italia menunjukkan bahwa dislokasi TMJ mencapai 3,6% pada sisi sebelah kanan dan 3,8% pada sisi kiri. Selain itu, 1,6% populasi studi mengalami subluksasi TMJ pada sisi kanan dan 1,5% pada sisi kiri.[4,7]
Indonesia
Data epidemiologi dislokasi TMJ di Indonesia masih sangat terbatas. Hampir semua data prevalensi dislokasi TMJ didapatkan dari populasi tertentu yang mengalami TMD, bukan populasi sehat.
Studi pada kelompok usia 18-24 tahun di Medan, pada 33 penderita TMD, menunjukkan bahwa sekitar 42% pasien mengalami dislokasi TMJ reducible, dan 11% mengalami dislokasi TMJ irreducible. Studi lain pada 70 orang remaja di kota Padang dengan diagnosis TMD, menunjukkan bahwa sekitar 19% pasien mengalami dislokasi TMJ reducible, yang merupakan kelainan TMJ paling banyak pada populasi studi tersebut.[8,9]
Mortalitas dan Morbiditas
Dislokasi TMJ tidak berhubungan langsung dengan mortalitas. Dislokasi TMJ berhubungan dengan morbiditas karena kejadian rekurensi yang dapat merusak ligamen sendi dan kapsul sendi. Kondisi ini dapat mempercepat proses degeneratif pada sendi.
Morbiditas lainnya adalah gangguan pendengaran sampai dengan tuli yang berkaitan dengan dislokasi TMJ ke arah mastoid. Pada sistem saraf, dapat terjadi cedera saraf kranial VII dan VIII, kontusio cerebri, dan lesi arteri carotid.[6]
Studi analisis retrospektif oleh Tarhio et al. pada 260 pasien dengan luksasi TMJ. Berdasarkan hasil studi, 62% mengalami rekurensi dengan risiko rekurensi meningkat sebanyak 1,57 kali pada mereka yang sudah pernah mengalami dislokasi TMJ. Sekitar 55% pasien memerlukan compression hood/jaw bandage dan 55% mengalami gangguan restriksi pada saat membuka rahang.[13]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli