Epidemiologi Fluorosis Gigi
Epidemiologi fluorosis gigi dilaporkan lebih tinggi pada area pegunungan atau tepi pantai, di mana kandungan fluoride pada air minum lebih tinggi.[1,2,16]
Global
Prevalensi fluorosis gigi secara global berkisar di angka 32%, dan dilaporkan meningkat hingga 61,4% pada daerah yang memiliki konsumsi air minum fluoridasi. Namun, menurun hingga 20% pada daerah yang tidak mengonsumsi air minum fluoridasi.[9,10]
Fluorosis terutama terjadi pada area geologis “fluoride belt”, yang membentang pada wilayah Asia Selatan dan Asia Tenggara, Afrika Utara, Timur Tengah, Australia, Amerika Tengah dan Amerika Selatan.[10]
Indonesia
Meskipun tidak dilaporkan menjadi daerah endemik fluorosis, tetapi Indonesia termasuk negara yang memiliki risiko tinggi terjadinya fluorosis. Hal ini dikarenakan beberapa wilayah di Indonesia merupakan wilayah berkapur. Prevalensi fluorosis gigi di Indonesia bervariasi, tergantung dari kadar fluoride dalam air yang dikonsumsi oleh masyarakat pada area tersebut.[19,20]
Di Indonesia, dilaporkan pada kadar fluoride sebesar 0,5 ppm, 75,9% anak memiliki fluorosis derajat ringan, sedangkan sisanya (24,1%) mengalami fluorosis derajat sedang. Sementara, pada kadar fluorida 2,08-2,90 ppm, memiliki prevalensi fluorosis gigi sebesar 78,75-98,33%.[19]
Mortalitas
Kondisi fluorosis gigi tidak menyebabkan kematian. Namun, fluorosis gigi seringkali menyebabkan keluhan estetika, sehingga pasien menjadi tidak percaya diri karena bercak dan perubahan pada gigi geliginya. Selain itu, fluorosis gigi dan fluorosis skeletal dikaitkan dengan kejadian temporomandibular joint disorder (TMD) dan rendahnya intelligence quotient (IQ).[8,9,24]