Patofisiologi Fluorosis Gigi
Patofisiologi fluorosis gigi dimulai dari paparan fluoride yang berlebih pada fase pertumbuhan dan perkembangan gigi geligi. Paparan fluoride yang berlebih ini kemudian akan menyebabkan hancurnya ameloblas dan timbulnya bintik abnormal pada enamel.[5]
Interaksi Fluoride dan Kalsium Gigi
Saat fluoride memasuki tubuh, baik melalui pembuluh darah di mulut atau melalui jalur intestinal, fluoride akan mencapai berbagai jaringan dan organ di dalam tubuh. Fluoride (F) merupakan unsur elektronegatif, sehingga secara alami akan ditarik oleh ion bermuatan positif, salah satunya adalah kalsium (Ca).[6,7]
Gigi, yang merupakan salah satu organ yang memiliki kandungan Ca tertinggi, akan menarik ion F dalam jumlah besar. Fluoride akan disimpan sebagai kristal kalsium fluorapatit. Pada saat yang sama, kalsium sebagai komponen pembentuk struktur gigi, akan dilepaskan. Hal inilah yang membuat enamel luruh pada kondisi fluorosis.[8,9]
Singkatnya, fluoride akan menyebabkan hipomineralisasi enamel lapisan bawah yang akan menyebabkan porositas. Porositas ini akan meluas ke dentino-enamel junction (DEJ). Seiring dengan perkembangan, gigi akan menjadi lebih rentan terhadap pewarnaan. Hal ini disebabkan karena difusi ion eksogen (misal besi atau tembaga), bercak (mottled) akan berkembang menjadi email yang berpori dan tidak normal, yang terlihat jelas saat pemeriksaan gigi.[9,10]
Konsentrasi Fluoride dan Efek pada Enamel
Enamel merupakan senyawa nano dengan kandungan bahan anorganik 95%, air 4% dan bahan organik 1%. Elemen-elemen yang dibutuhkan untuk pembentukan enamel adalah sel, ion, protein dan matriks ekstraseluler sebagai tempat berlangsungnya mineralisasi. Meskipun belum terdapat konsensus ahli, efek fluoride untuk menyebabkan fluorosis adalah dengan mempengaruhi elemen-elemen tersebut.[11]
Mempengaruhi Ekspresi Sel-Sel Enamel
Hingga saat ini, belum ada konsensus tentang konsentrasi F- (ion fluoride) yang secara biologis dapat menyebabkan terjadinya fluorosis gigi, baik secara in vivo maupun in vitro. Namun demikian, pada penelitian lain dilaporkan bahwa konsentrasi 2-12 µmol/L memiliki efek yang signifikan terhadap kejadian fluorosis. Hal ini didukung dengan penemuan bahwa pada kondisi normal terdapat ion F- dalam plasma yang mempengaruhi kerja ameloblas.[11,12]
Konsentrasi 10 µM ion F- menghasilkan penurunan ekspresi metalloproteinase matriks 20 (MMP-20). Sementara, konsentrasi yang lebih tinggi (10-20 µM) akan meningkatkan apoptosis sel ameloblas, dan di atas 1 mM akan mengakibatkan perubahan dalam proliferasi sel.
Dilaporkan pula, pada konsentrasi 120 µM akan menurunkan ekspresi messenger amelogenin, ameloblastin, enamelin, dan MMP-20; serta faktor vaskularisasi seperti endothelial growth factor (VEGF), protein chemoattractant proteins (MCP-1), dan interferon inducible protein (IP-10).[11]
Konsentrasi F- yang tinggi tersebut akan berdampak pada rusaknya enamel dikarenakan minimnya ekspresi amelogenin, ameloblas, maupun enamelin, mengakibatkan struktur enamel mudah luruh.[13]
Mengubah Keasaman Matriks
Selain mempengaruhi ekspresi sel-sel enamel, konsentrasi fluorida dalam jumlah masif juga akan membuat pH matriks ekstraseluler menjadi asam dalam waktu yang lama. Hal ini akan mempengaruhi pertumbuhan krista enamel, dimana jika dalam kondisi asam, maka sel-sel yang terbentuk akan memiliki ujung yang kasar. Sementara, jika dalam kondisi pH netral, sel-sel yang terbentuk akan memiliki ujung halus.[11]
Pada konsentrasi F- mencapai 250-2000 µM akan menyebabkan peningkatan ion proton (H+), sehingga akan membentuk formasi asam hidroflorik (HF) yang diserap oleh sel dan menyebabkan kerusakan parah dalam metabolisme sel.[7,11]
Rusaknya metabolisme sel ini akan mengaktifkan respon pertahanan tubuh yang disebut dengan unfolded protein response (UPR) yang akan menurunkan sintesis dan sekresi KLK-4. Telah diketahui bahwa KLK-4 penting dalam proses maturasi prisma enamel, sehingga secara tidak langsung konsentrasi F- yang tinggi akan mengganggu maturasi prisma enamel.[9,11]
Selain itu, penelitian in vitro pada tahun 2014 mengungkap bahwa ketika ion F- melewati membran sitoplasma menuju area mineralisasi, akan menghasilkan lapisan enamel yang mengalami hipermineralisasi. Lapisan ini akan mencegah difusi ion dan protein, sehingga menyebabkan terhalangnya bahan-bahan pembentuk krista enamel.[11,14]