Diagnosis Impaksi Gigi
Diagnosis Impaksi gigi memerlukan analisis yang cermat melalui penilaian klinis dan radiografis. Rangkaian penegakan diagnosis impaksi gigi meliputi pemeriksaan subjektif, objektif, dan pemeriksaan penunjang radiografis. Gigi yang memiliki probabilitas paling tinggi untuk mengalami impaksi adalah gigi molar ketiga mandibula. Dan impaksi yang terjadi pada gigi ini akan menimbulkan tanda dan gejala, salah satunya adalah perikoronitis.[19–22]
Anamnesis
Anamnesis meliputi keluhan utama, tanda dan gejala impaksi gigi, riwayat kesehatan dental, riwayat kesehatan umum,, riwayat kesehatan keluarga, dan riwayat kebiasaan sehari-hari.
Jika impaksi gigi terjadi pada gigi molar ketiga mandibula, keluhan utama yang membuat pasien datang ke dokter gigi biasanya adalah perikoronitis, makanan yang tersangkut di dalam gusi disertai dengan rasa sakit atau nyeri, yang seringkali salah didiagnosis sebagai infeksi tenggorokan, hingga keluhan trismus.
Sementara, jika impaksi gigi terjadi pada gigi insisivus lateralis maksila, kaninus, atau premolar, maka keluhan utamanya adalah kurangnya jumlah gigi dan estetika yang kurang. Keluhan lain berupa maloklusi dan/atau premature contact akibat bergeraknya gigi tetangga tidak sebagaimana mestinya sehingga mengenai gigi antagonis.[19–22]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan melibatkan pemeriksaan mulut dan gigi pasien. Periksa tanda-tanda adanya inflamasi, yaitu rubor (kemerahan), calor (panas), tumor (pembengkakan), dolor (nyeri), dan functio laesa (gangguan fungsi). Selain itu, lakukan juga penilaian posisi dan orientasi gigi yang dirasa tidak normal.
Selain itu, pada pemeriksaan awal, lakukan palpasi pada area yang diduga terdapat gigi impaksi. Jika benih terletak dengan permukaan tulang, biasanya akan teraba area menonjol yang menjadi indikasi lokasi gigi impaksi.
Dalam melakukan pemeriksaan fisik ini, dan dengan dibantu pemeriksaan penunjang, dokter gigi dapat melakukan klasifikasi gigi impaksi. Klasifikasi memungkinkan dokter gigi untuk menentukan tingkat kesulitan operasi pada kasus-kasus gigi impaksi yang memerlukan tindakan bedah.[19–22]
Faktor utama yang menentukan kesulitan operasi adalah aksesibilitas, yang ditentukan oleh gigi yang berdekatan atau struktur lain yang mengganggu akses. Faktor-faktor klasifikasi gigi impaksi adalah angulasi gigi, hubungan gigi terhadap batas anterior ramus mandibula, dan hubungan gigi dengan dataran oklusal.[19–22]
Angulasi Gigi
Angulasi gigi yang paling umum digunakan sehubungan dengan perencanaan perawatan adalah mesioangular, horizontal, vertikal, distoangular, palatal, bukal, dan lingual.[19–22]
Hubungan Gigi terhadap Batas Anterior Ramus Mandibula
Klasifikasi ini didasarkan pada area gigi impaksi yang tertutupi oleh ramus mandibula, khususnya pada impaksi gigi molar ketiga mandibula. Klasifikasi ini dikenal sebagai klasifikasi Pell dan Gregory, dan memiliki kelas 1, 2, dan 3.[19–22]
Hubungan Gigi dengan Dataran Oklusal
Kedalaman impaksi gigi molar ketiga dapat ditentukan dari gigi molar kedua yang berdekatan. Hal ini juga dicetuskan oleh Pell dan Gregory dengan klasifikasi A, B, C.[19–22]
Diagnosis Banding
Penegakan diagnosis impaksi gigi melibatkan evaluasi komprehensif untuk membedakan antara impaksi gigi dan kondisi lain yang dapat menyebabkan gejala serupa, utamanya inflamasi, nyeri menetap, hingga trismus.[19–22]
Perikoronitis
Perikoronitis adalah sebuah kondisi inflamasi pada area gingiva di sekitar mahkota. Memang, seringkali perikoronitis disebabkan oleh gigi molar ketiga yang mengalami impaksi, atau berada dalam fase partial erupted. Namun, kadang perikoronitis dapat terjadi juga pada gigi molar yang tidak mengalami impaksi, namun gingiva di area tersebut mengalami kontak dengan gigi antagonis yang menyebabkan tumbuhnya jaringan fibrosa. Jaringan ini akan menyebabkan terjadinya penumpukan sisa makanan dan menyebabkan terjadinya infeksi.[19–22]
Abses Gigi
Abses gigi dapat menyebabkan tanda dan gejala yang mirip dengan impaksi gigi, yaitu inflamasi, nyeri yang terus menerus, hingga trismus. Namun, tidak semua abses gigi berkorelasi dengan impaksi gigi. Abses gigi terjadi akibat infeksi bakteri pada pulpa gigi yang tidak diobati atau infeksi pada jaringan sekitarnya.[19–22]
Kista Dentigerous
Kista dentigerous juga dapat menimbulkan gejala yang mirip dengan impaksi gigi. Namun, kista dentigerous merupakan kista yang terbentuk dari folikel gigi yang terisolasi dan terisi cairan. Kista ini justru dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya impaksi gigi.[19–22]
Tumor Odontogenik
Tumor odontogenik juga memiliki tanda gejala mirip dengan impaksi gigi. Namun kondisi ini adalah pertumbuhan jaringan abnormal di sekitar gigi atau rahang. Tumor odontogenik dapat terjadi akibat faktor genetik atau paparan terhadap agen karsinogenik.[19–22]
Sindrom Nyeri Orofasial-Myofasial
Sindrom nyeri orofasial-miofasial dapat ditandai dengan nyeri dan disfungsi otot-otot orofasial, dan memiliki irisan tanda dan gejala dengan impaksi gigi, yaitu trismus. Sindrom nyeri orofasial-miofasial disebabkan oleh tekanan berlebih pada otot, cedera, atau faktor stres.[19–22]
Pulpitis
Pulpitis, baik jenis reversibel atau irreversibel memiliki gejala yang beririsan dengan impaksi gigi, yaitu nyeri. Pulpitis disebabkan oleh kerusakan pada enamel gigi akibat aktivitas bakteri. Namun, tidak menutup kemungkinan gigi yang mengalami impaksi total atau impaksi parsial dapat mengalami karies dan pulpitis jika terdapat kondisi-kondisi yang mendukung.[19–22]
Temporomandibular Disorder
Impaksi gigi dapat menyebabkan maloklusi dan menimbulkan peningkatan tekanan di temporomandibular joint (TMJ). Hal ini dapat menyebabkan gangguan pada TMJ (temporomandibular disorder, TMD). Sehingga, kelainan sendi temporomandibula dapat memiliki gejala yang mirip dengan impaksi gigi, yaitu nyeri dan trismus. Meskipun TMD juga dapat disebabkan oleh impaksi gigi, terapi TMD lebih sering disebabkan oleh stres, cedera, atau bad habit seperti menggigit kuku.[19–22]
Periodontitis
Periodontitis dapat menyebabkan timbulnya rasa nyeri menetap di dalam rongga mulut. Namun, kondisi ini melibatkan inflamasi pada jaringan penyangga gigi, termasuk di dalamnya gingiva dan tulang alveolar.[19–22]
Pemeriksaan Penunjang
Dokter gigi perlu melakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan radiografi panoramik atau periapikal untuk menegakkan diagnosis impaksi gigi. Pemeriksaan inil dapat membantu dokter gigi dalam mendapatkan gambaran yang jelas tentang posisi dan keadaan gigi yang mengalami impaksi. Radiograf akan membantu dokter gigi menentukan arah pertumbuhan gigi, hubungan dengan struktur tetangga, dan tingkat kerumitan impaksi.[19–22]
Selain gambaran 2D melalui pengamatan radiograf, dokter gigi dapat melakukan pengamatan 3D dengan CT scan atau cone beam computed tomography (CBCT). Dengan melakukan pengamatan 3D, dokter gigi dapat mengetahui secara pasti lokasi gigi impaksi, arah, dan menegakkan klasifikasi impaksi gigi.[19–22]