Epidemiologi Impaksi Gigi
Epidemiologi impaksi gigi membahas distribusi, determinan, dan kontrol faktor-faktor yang terkait prevalensi dan karakteristik impaksi gigi. Prevalensi impaksi gigi bervariasi dalam populasi dan dapat dipengaruhi faktor geografis, etnis, dan ekonomi. Gigi molar ketiga, atau biasa disebut dengan gigi bungsu, lebih sering mengalami impaksi. Distribusi usia menunjukkan bahwa impaksi gigi paling umum terjadi pada usia 17–25 tahun, periode dimana gigi bungsu mulai erupsi.[8–17]
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa wanita lebih rentan mengalami impaksi gigi. Faktor-faktor hormon dan anatomi rahang yang berbeda diduga berperan dalam perbedaan ini. Selain itu, faktor genetik dan adanya riwayat keluarga yang megalami impaksi gigi meningkatkan predisposisi individu.
Status sosioekonomi diduga berperan dalam memengaruhi prevalensi impaksi gigi. Keterbatasan akses perawatan gigi, pendidikan kesehatan mulut, dan pola makan yang tidak sehat dapat meningkatkan risiko impaksi gigi dalam kelompok dengan status sosioekonomi rendah.[8–17]
Faktor lingkungan dan kebiasaan, seperti kebiasaan menghisap ibu jari atau menggunakan dot pada usia anak yang lebih tua dari seharusnya, dapat memengaruhi perkembangan normal gigi dan meningkatkan risiko impaksi.
Selain itu, beberapa kondisi medis, seperti pola pertumbuhan dan perkembangan abnormal rahang atau penyakit sistemik tertentu, dapat meningkatkan risiko impaksi gigi.[8-17]
Global
Angka prevalensi global kasus impaksi gigi sangat bervariasi. Studi mengungkap bahwa variabilitas prevalensi kasus impaksi gigi mulai dari 3–68,6%. Variabilitas yang tinggi ini diduga berkaitan dengan heterogenitas di antara seluruh populasi di dunia.[8–17]
Menezes et al (2023) mengungkap bahwa prevalensi impaksi gigi pada populasi di Brazil sebesar 38,7%. Dari jumlah total tersebut, sebesar 44% merupakan impaksi gigi maksila, sementara 56% merupakan impaksi gigi mandibula. Gigi yang paling sering mengalami impaksi adalah gigi molar ketiga mandibula kanan (29,72%), diikuti dengan gigi molar ketiga mandibula kiri (25,8%).[6]
Pada populasi di India, angka prevalensi impaksi gigi adalah sebesar 16,8%. Gigi kaninus yang memiliki prevalensi paling tinggi (56,7%), diikuti dengan premolar (27.8%). Sementara, impaksi gigi molar di populasi India relatif jarang, yaitu hanya sebesar 6,2%.[10–13]
Sementara, pada populasi di Hongkong, angka prevalensi impaksi gigi adalah sebesar 28,3%. Molar ketiga mandibula memiliki probabilitas tertinggi mengalami impaksi, yaitu sebesar 82,5%, diikuti dengan molar ketiga maksila (15,6%), dan kaninus maksilaris (0,8%).[11]
Pada populasi di Arab Saudi, sebesar 13,2% dilaporkan memiliki impaksi gigi. Sekitar 79,1% merupakan gigi di rahang atas, sementara 20,8% gigi mandibula Sama seperti populasi India, gigi yang paling banyak mengalami impaksi di Arab Saudi adalah kaninus maksilaris (50,4%), diikuti dengan premolar kedua maksila (18,2%), dan premolar kedua mandibular (12,2%).[12]
Sementara, di Iran, sebanyak 44,1% populasi dilaporkan memiliki impaksi gigi. Gigi yang paling sering mengalami impaksi adalah gigi molar ketiga (31,8%), diikuti dengan kaninus maksilaris (9,8%), dan premolar kedua mandibular (2,1%).[9]
Indonesia
Di Indonesia, prevalensi impaksi gigi pernah dilaporkan di Rumah Sakit Pendidikan Universitas Brawijaya pada tahun 2018. Pada penelitian tersebut, dilaporkan sebesar 60,6% subjek memiliki impaksi gigi. Sementara, laporan lain di Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, mengungkapkan bahwa 54,7% pasien mengalami impaksi molar ketiga mandibula.[16]
Di Surakarta, khususnya di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Moewardi, pada tahun 2018 dilaporkan terdapat 13,2% pasien memiliki impaksi gigi. Dari total tersebut, perempuan memiliki prevalensi lebih tinggi, yaitu berada pada angka 53%, berbanding 33,5% laki-laki. Selain itu, gigi impaksi ditemukan lebih banyak pada rahang bawah (54%), sementara sisanya 46% terjadi pada rahang atas.[8]
Penelitian di Desa Totabuan, Kabupaten Bolaang Mongondow, mengungkapkan bahwa terdapat 53% pasien yang memiliki impaksi gigi. Molar ketiga mandibula dilaporkan paling banyak mengalami impaksi. Predileksi perempuan juga terlihat pada penelitian ini, dimana dari seluruh total pasien dengan impaksi gigi, 60%-nya merupakan perempuan.[15]
Mortalitas
Angka mortalitas langsung terkait impaksi gigi berada pada tingkat yang sangat rendah. Impaksi gigi umumnya tidak menjadi kondisi yang mengancam jiwa. Sebagian besar kasus impaksi gigi dapat diatasi melalui tindakan pembedahan atau manajemen kesehatan mulut tanpa risiko signifikan terhadap kehidupan pasien.[8–17]
Komplikasi yang mungkin timbul akibat impaksi gigi, seperti infeksi gigi dan abses gingiva, dapat memberikan risiko kesehatan yang lebih serius jika tidak ditangani dengan baik. Dalam beberapa kasus, infeksi yang tidak diobati dapat fokal infeksi dan dapat menyebabkan komplikasi sistemik seperti endokarditis.[8–18]