Epidemiologi Maloklusi
Menurut data epidemiologi, maloklusi atau malocclusion di seluruh dunia mempunyai prevalensi sekitar 56%. Maloklusi pada anak-anak dan remaja merupakan suatu kondisi yang sangat lazim di seluruh dunia. Bahkan, maloklusi dipercaya terjadi pada satu dari setiap dua anak di seluruh dunia.[8-10]
Global
Secara global, prevalensi maloklusi pada segala kelompok umur adalah sekitar 56%. Tidak ada perbedaan prevalensi yang bermakna antara pria dan wanita. Prevalensi tertinggi maloklusi adalah di Afrika (81%), diikuti oleh Eropa (71%), Amerika (53%), dan terakhir adalah Asia (48%).[8-10]
Secara global, kelompok usia dengan prevalensi maloklusi tertinggi adalah usia awal anak-anak, dengan persentase sebesar 54%. Tidak ada penurunan signifikan seiring dengan peningkatan usia anak. Hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan besar anak yang memiliki kondisi maloklusi pada periode gigi desidui juga akan memiliki maloklusi saat periode gigi permanen.[8-10]
Secara keseluruhan, overjet dapat ditemukan pada sekitar 30% anak-anak di seluruh dunia. Sementara itu, overbite dapat ditemukan pada 69,5% anak dalam periode gigi desidui dan 64,5% dalam periode gigi permanen. Pada orang dengan overbite, kondisi deep bite lebih sering ditemukan daripada open bite.[8-10]
Pergeseran midline ditemukan pada 27% anak dalam periode gigi susu dan 28% dalam periode gigi permanen. Sementara itu, kejadian scissor bite dan crowding meningkat cukup signifikan saat gigi susu berganti ke gigi permanen, yaitu 0,4% menjadi 5% untuk scissor bite dan 16% menjadi 39% untuk crowding.[8-10]
Ada 2 jenis maloklusi yang mengalami penurunan prevalensi seiring pergantian periode gigi menjadi gigi permanen, yaitu diastema sentral dan crossbite posterior. Diastema sentral mengalami penurunan yang cukup signifikan, yaitu dari 35% pada periode gigi desidui menjadi 5% pada periode gigi permanen. Sementara itu, crossbite posterior menurun dari 14% menjadi 7%.[8-10]
Indonesia
Di Indonesia, prevalensi maloklusi diperkirakan tinggi. Beberapa penelitian melaporkan bahwa prevalensi maloklusi di Indonesia berada di sekitar angka 80%, jauh lebih tinggi dibanding rerata global (56%) ataupun Asia (48%). Dari seluruh kejadian maloklusi tersebut, prevalensi maloklusi Angle kelas 1 adalah sebesar 40%, kelas 2 sebesar 46%, dan kelas 3 sebesar 14%. Pria yang memiliki maloklusi sekitar 59,8%, sementara wanita berada di sekitar angka 40,2%.[8-10]
Mortalitas
Tidak ada hubungan langsung antara maloklusi dan mortalitas. Namun, jika maloklusi disertai hilangnya gigi, kerusakan jaringan periodontal parah, dan kebersihan mulut yang buruk, ada kemungkinan untuk terjadinya endokarditis.[8-10]
Selain itu, suatu penelitian di Jepang menunjukkan adanya hubungan antara maloklusi dan hilangnya ADL (Activity of Daily Living) pada pasien ICU. Maloklusi juga berkaitan dengan kejadian delirium pada lansia yang berusia >65 tahun. Saat masuk ke ICU, pasien dengan maloklusi akan memiliki kondisi yang cenderung lebih buruk daripada pasien tanpa maloklusi.[8-10]