Patofisiologi Maloklusi
Patofisiologi maloklusi atau malocclusion mungkin melibatkan faktor herediter seperti risiko dento-fasial abnormal yang diwariskan, kelainan kongenital seperti makroglosia, atau trauma saat masa neonatal maupun postnatal. Selain itu, patofisiologi juga dapat melibatkan kelainan jumlah dan bentuk gigi, frenulum letak terlalu tinggi, premature loss gigi desidui, atau prolonged retention gigi desidui.[3-7]
Proses patofisiologi yang berbeda dapat menghasilkan tipe maloklusi yang berbeda pula. Ada 3 tipe maloklusi, yaitu intra-arch malocclusion, inter-arch malocclusion, dan skeletal malocclusion. Intra-arch malocclusion adalah maloklusi yang terjadi pada gigi secara individual. Contoh intra-arch malocclusion adalah rotasi (torsi), tilting, bodily movement, bodily version, dan transposisi.[3-7]
Inter-arch malocclusion adalah maloklusi yang terjadi antar lengkung gigi maksila dan mandibula. Inter-arch malocclusion dapat dibedakan menjadi 3 subtipe, yaitu sagital, vertikal, dan transversal. Contoh maloklusi sagital adalah kondisi pada klasifikasi Angle. Contoh maloklusi vertikal adalah open bite dan deep bite. Sementara itu, kondisi yang termasuk dalam maloklusi transversal adalah cross bite dan scissor bite.[3-7]
Skeletal malocclusion adalah maloklusi yang melibatkan struktur tulang. Contoh skeletal malocclusion adalah prognati dan retrognati. Berbagai proses patofisiologi dan tipe-tipe maloklusi yang bisa dihasilkannya akan dibahas lebih lanjut di bawah.[3-7]
Kondisi Herediter
Kondisi herediter terjadi ketika seorang anak mewarisi sifat dari orang tuanya, yang bisa menghasilkan kondisi dento-fasial abnormal dan berdampak pada terjadinya maloklusi. Beberapa kondisi fenotip yang terbukti memiliki kaitan dengan kondisi genotip yang diturunkan dari orang tua adalah ukuran gigi, panjang dan lebar lengkung rahang, abnormalitas bentuk gigi dan jumlah gigi, serta overjet.[3-7]
Jika seorang pasien memiliki ukuran gigi besar dengan lengkung rahang yang kecil dan sempit, maka pasien memiliki kecenderungan untuk mengalami crowding. Sebaliknya, jika pasien memiliki ukuran gigi yang kecil dengan lengkung rahang lebar, maka pasien cenderung untuk mengalami spacing. Kedua hal ini menyebabkan maloklusi, yang bisa berupa oklusi intra-arch, inter-arch, ataupun skeletal.[3-7]
Kelainan Kongenital
Kelainan kongenital adalah kelainan yang terjadi saat janin masih dalam kandungan. Contoh penyebab kelainan kongenital adalah faktor genetik, radiasi, paparan zat kimia, kelainan endokrin pada ibu hamil, infeksi, dan faktor mekanis.[3-7]
Salah satu abnormalitas kongenital adalah makroglosia. Pada pasien makroglosia, lidah akan mendorong gigi geligi ke luar lengkung, sehingga terjadi maloklusi. Jenis maloklusi yang dihasilkan dapat berupa intra-arch (seperti tilting dan body movement ke arah bukal), atau inter-arch (seperti open bite dan scissor bite).[3-7]
Bentuk abnormalitas kongenital lain adalah celah bibir dan palatum. Infeksi selama masa kehamilan dan penggunaan obat-obatan seperti thalidomide oleh ibu hamil akan meningkatkan risiko terjadinya celah bibir dan palatum pada anak. Kondisi celah bibir dan palatum akan menghasilkan berbagai keluhan gigi geligi, seperti kurangnya jumlah gigi, gigi rotasi, hingga maloklusi inter-arch (crossbite anterior).[3-7]
Contoh lain adalah cerebral palsy. Pada kondisi ini, pasien kekurangan kontrol untuk koordinasi otot-otot, termasuk di area kepala dan leher. Aktivitas otot kepala dan leher yang menyimpang, terutama di area rongga mulut, akan mengganggu keseimbangan otot sehingga mengakibatkan maloklusi. Sering kali, tipe maloklusi yang dihasilkan dari kondisi ini adalah inter-arch. Namun, karena kurangnya stimulasi pada maksila dan mandibula, kondisi ini juga bisa menyebabkan skeletal malocclusion.[3-7]
Faktor Neonatal dan Post-natal
Trauma fisik dapat terjadinya selama proses kelahiran (neonatal) atau pasca kelahiran (post-natal). Contoh kasus ini adalah penggunaan forsep yang dapat mengenai area temporomandibular joint (TMJ) bayi dan menyebabkan ankilosis (skeletal malocclusion) di area tersebut. Pada penderita ankilosis TMJ ini, pertumbuhan mandibula terhambat sehingga menyebabkan maloklusi yang parah.[3-7]
Abnormalitas Jumlah dan Bentuk Gigi
Abnormalitas jumlah gigi adalah keberadaan gigi tambahan yang seharusnya tidak ada atau hilangnya (tidak tumbuhnya) gigi yang seharusnya ada. Bentuk abnormalitas jumlah gigi ini adalah gigi supernumerary (mesiodens, paramolar, dan odontoma) atau kurangnya jumlah gigi (hipodontia, oligodontia, dan agenesis).[3-7]
Abnormalitas jumlah gigi bisa menyebabkan berbagai maloklusi seperti rotasi gigi, gigi berjejal (crowding) parah, hingga gigi bercelah (spacing). Tipe maloklusi yang mungkin terjadi pada kondisi ini adalah intra-arch dan inter-arch malocclusion.[3-7]
Sementara itu, anomali bentuk gigi didefinisikan sebagai keadaan suatu gigi yang memiliki kondisi lebih besar (makrodontia) atau lebih kecil (mikrodontia) dari ukuran gigi yang normal. Makrodontia menyebabkan maloklusi crowding, sedangkan mikrodontia menyebabkan maloklusi gigi spacing. Dengan kata lain, tipe maloklusi yang akan terjadi adalah intra-arch dan inter-arch malocclusion.[3-7]
Pada kondisi supernumerary dan makrodontia parah, terjadi malposisi gigi yang parah. Contohnya adalah linguoversi gigi premolar yang menyebabkan premature contact dengan gigi antagonis. Jika tidak segera dilakukan perawatan interseptif, hal ini akan menyebabkan keluhan yang lebih serius, seperti temporomandibular disorder (TMD) dan rusaknya jaringan periodontal gigi yang bersangkutan.[3-7]
Sementara itu, pada kondisi hipodontia dan mikrodontia yang parah, migrasi gigi yang menyebabkan premature contact juga dengan gigi antagonis bisa terjadi. Sama seperti pada kondisi supernumerary dan makrodontia, jika premature contact dibiarkan, akan terjadi keluhan yang lebih serius, yaitu TMD dan rusaknya jaringan periodontal dari gigi yang terdampak.[3-7]
Frenulum Labialis Letak Tinggi
Frenulum labialis letak tinggi sering diasosiasikan dengan diastema sentral, yaitu diastema yang terjadi di antara gigi insisivus sentralis rahang atas. Sebelum kedua gigi tersebut erupsi, frenulum labialis maksila melekat pada ridge alveolar dengan beberapa serat (fibers) yang menyeberang secara lingual ke daerah papila incisivus. Hal inilah yang menyebabkan diastema. Pada kondisi ini, tipe maloklusi yang akan terjadi adalah intra-arch malocclusion.[3-7]
Premature Loss dan Prolonged Retention Gigi Desidui
Premature loss gigi desidui adalah kondisi di mana gigi desidui tanggal sebelum waktu seharusnya. Hal ini akan mengakibatkan migrasi gigi tetangga ke arah ruang tersebut, sehingga menutup celah yang seharusnya dipakai gigi permanen yang bersangkutan untuk erupsi. Kondisi inilah yang akan menyebabkan maloklusi. Semakin dini seorang pasien kehilangan gigi desidui sebelum gigi permanen seharusnya erupsi, semakin tinggi kemungkinan terjadinya maloklusi.[3-7]
Sementara itu, prolonged teeth gigi desidui adalah kondisi di mana gigi desidui belum tanggal melewati waktu seharusnya gigi tersebut tanggal. Hal ini akan menyebabkan gigi permanen penggantinya akan erupsi di sisi bukal atau palatal dari prolonged teeth tersebut, sehingga mengakibatkan maloklusi.[3-7]
Kedua kondisi tersebut di atas dapat menyebabkan terjadinya tipe maloklusi intra-arch maupun inter-arch malocclusion.[3-7]