Patofisiologi Periodontitis
Patofisiologi periodontitis tidak dapat dipisahkan dari peran bakteri dalam jumlah masif yang meresorbsi puncak tulang alveolar. Namun, periodontitis memiliki etiologi dan patogenesis yang multifaktorial. Selain faktor bakteri patogen, juga terdapat faktor lain yang ikut andil dalam penyakit periodontitis seperti adanya penyakit penyerta dan kebiasaan merokok.[7]
Bakteri yang hidup di plak gigi, yaitu Porphyromonas gingivalis, Tannerella forsythia, Actinobacillus actinomycetemcomitans, dan Treponema denticola, merupakan penyebab utama periodontitis. Bakteri-bakteri ini akan mengeluarkan produk toksin yang memengaruhi metabolisme, sehingga mampu untuk mereduksi pertumbuhan dan perkembangan jaringan sel host.[8]
Produk toksin ini juga melibatkan respon inflamasi host. Respon inflamasi akan menghasilkan bahan toksik prooksidatif yang mengakibatkan kerusakan jaringan. Contoh bahan-bahan toksik prooksidatif tersebut adalah radikal bebas dan enzim hidrolitik maupun proteolitik. Meskipun bahan ini bertujuan untuk mengoksidasi molekul bakterial agar lisis dan mati, namun bahan-bahan ini juga merusak jaringan host.[9]
Leukosit dan Periodontitis
Respon inflamasi tidak dapat dipisahkan dari peran leukosit. Jenis sel leukosit yang berperan penting dalam melawan infeksi bakteri adalah neutrofil. Neutrofil adalah sel pertama yang akan keluar dalam jumlah masif pada awal terjadinya inflamasi. Peran neutrofil yang paling menonjol adalah melakukan fagositosis, khususnya melakukan fagositosis antigen bakteri.[10]
Namun, neutrofil juga akan menghasilkan bahan toksin prooksidatif sebagai berikut:
Reactive Oxygen Species (ROS)
- Fosfatase, proteolitik, glukorodinase, lipase, dan arilsulfatase
- Metal yang terkandung dalam enzim matriks metalloproteinase (MMPs)
Bahan-bahan tersebut akan merusak molekul-molekul host dan menyebabkan berbagai macam kerusakan seperti hilangnya perlekatan (loss of attachment) akar gigi dan jaringan periodontal, resorbsi tulang alveolar, hingga resesi gingiva dan tanggalnya gigi geligi.[7]
Periodontitis Agresif
Periodontitis agresif umumnya terjadi pada pasien anak-anak, remaja, atau dewasa muda tanpa penyakit sistemik. Jika dilihat dari rontgen, periodontitis agresif akan memberikan gambaran resorbsi tulang alveolar secara vertikal.
Patofisiologi yang menjelaskan penyakit ini adalah kelainan fungsi neutrofil, dimana neutrofil akan mengalami abnormalitas fagositosis. Kelainan fungsi neutrofil tampak pada serum antibodi yang tinggi terhadap produk infeksi yang dihasilkan, khususnya oleh bakteri Aggregatibacter actinomycetemcomitans.
Selain neutrofil, sel lain seperti makrofag, PGE2 dan IL-1β juga mengalami abnormalitas, yaitu hiperresponsif terhadap agen bakteri tersebut. Hal inilah yang membuat resorbsi tulang secara masif akan terjadi.[11]
Periodontitis Kronis
Periodontitis kronis merupakan kasus periodontitis yang paling umum ditemui. Periodontitis jenis ini umumnya dijumpai pada orang lanjut usia atau dewasa di atas 30 tahun. Periodontitis kronis berbeda dengan periodontitis agresif, yaitu akan menyerang secara lambat dan memberikan gambaran resorbsi tulang alveolar secara horizontal.[12]
Patofisiologi periodontitis kronis utamanya melibatkan produk-produk toksin bakteri patogen yang secara langsung memengaruhi metabolisme sel host. Selain itu, peningkatan sel polimorfonuklear (PMN) akan meningkatkan produksi radikal bebas selama proses fagositosis oleh neutrofil. Akibat produksi radikal bebas ini, akan terbentuk Reactive Oxygen Species (ROS) yang dapat merangsang pembentukan sitokin proinflamasi. Proses ini dapat mengakibatkan rusaknya jaringan periodontal, yang terdiri dari gingiva, tulang alveolar, sementum, dan ligamen periodontal.[9]
Periodontitis Karena Penyakit Sistemik
Tipe periodontitis yang ketiga adalah periodontitis karena penyakit sistemik. Periodontitis tipe ini terjadi sebagai manifestasi penyakit sistemik yang dialami penderita. Penyakit sistemik yang bermanifestasi di rongga mulut sebagai periodontitis adalah diabetes mellitus, HIV, dan penyakit kardiovaskular.[5,12,13]
Pada diabetes mellitus, terdapat kelebihan kadar glukosa darah. Glukosa darah ini mampu mengubah ekosistem rongga mulut menjadi lingkungan yang sesuai untuk berkembangnya bakteri penyebab periodontitis. Selain itu, produk akhir Advanced Glycation End (AGE) pada penderita diabetes mellitus akan terdeposit pada jaringan, menyebabkan terjadinya perubahan reseptor spesifik permukaan sel dan perubahan fungsi makrofag.[14]