Prognosis Temporomandibular Joint Disorder (TMD)
Prognosis Temporomandibular Joint Disorder (TMD) tergantung pada usia, jenis kelamin, durasi locking mandibula yang terjadi, derajat nyeri pre operasi, pembukaan mulut maksimal pra dan pasca operasi, clicking yang terjadi pada saat membuka mulut, dan temuan hasil pemeriksaan magnetic resonance imaging (MRI). Semakin buruk tanda dan gejala pasien, maka semakin buruk prognosisnya.[16]
Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada kasus TMD adalah penurunan kualitas hidup karena nyeri kronis pada area orofasial dapat mengganggu produktivitas. Kualitas hidup pasien akan menurun secara bertahap, seiring dengan semakin parah TMD yang diderita.[17,18]
Selain itu, TMD dapat menyebabkan gejala tinitus, yaitu munculnya suara berdengung di dalam telinga. Hal ini juga cukup mengganggu penderita, bahkan bersama nyeri orofasial dapat menimbulkan stres bahkan depresi.[16]
Prognosis
Prognosis penatalaksanaan TMD cenderung sedang hingga baik jika dilakukan dengan tepat atau sesuai dengan seleksi kasusnya. Pada teknik noninvasif dan invasif minimal, tingkat keberhasilan tinggi melebihi 40% jika kasus yang ditangani masih ringan hingga sedang. Namun, jika kasus sudah parah maka teknik noninvasif dan invasif minimal tidak akan memberikan hasil yang signifikan.[10,19]
Nishimura et al melaporkan bahwa keberhasilan operasi sendi temporomandibular mencapai 71%. Sebagian besar pasien setelah operasi tidak merasakan nyeri saat menggerakkan rahang dan beberapa masih mengalami nyeri ringan, clicking, atau krepitasi saat membuka mulut. Pada penelitian tersebut, hanya 1 kasus yang membutuhkan 4 bulan sampai rasa nyeri menjadi ringan, dan dibantu dengan injeksi betametason 2,5 mg satu kali intracapsular.[8,20]