Epidemiologi Torus Palatinus dan Torus Mandibularis
Berdasarkan data epidemiologi, prevalensi torus palatinus dan torus mandibularis mencapai 20-40% pada populasi. Torus cenderung ditemukan pada orang berasal dari Asia. Torus palatinus tumbuh sangat lambat dan dapat terjadi pada semua usia, tetapi sebagian besar terjadi sebelum usia 30 tahun. Selain itu, dilaporkan pula bahwa torus palatinus 2 kali lebih sering terjadi pada wanita.[1]
Global
Torus di rongga mulut didominasi oleh torus palatinus. Prevalensi torus palatinus rata-rata dilaporkan di angka 20-40%. Secara global, torus palatinus lebih sering dijumpai dan berukuran lebih besar pada wanita jika dibandingkan dengan pria. Torus palatinus dilaporkan memiliki prevalensi tertinggi pada orang berasal dari Asia dan orang Eskimo.[5,7]
Torus palatinus dan mandibularis mencapai puncak kejadian pada dekade ke-2 atau ke-3 kehidupan. Beberapa penelitian kemudian mengidentifikasi bahwa torus akan terus tumbuh hingga usia 40-60 tahun.[5]
Di Arab Saudi, prevalensi torus palatinus dan mandibularis berada pada angka 17,59%. Dari jumlah tersebut, 36,36% berada pada kelompok usia 60-69 tahun. Ditinjau dari jenis kelamin, pria Arab Saudi mendominasi dengan persentase sebesar 19%, berbanding 15,94% pada wanita.
Selain itu, ditinjau dari bentuk, torus palatinus datar paling sering ditemui dengan persentase sebesar 57,58%, sedangkan jenis torus soliter bilateral merupakan jenis yang paling sering ditemui pada torus mandibularis dengan persentase sebesar 39,76%.[1]
Sebuah studi di Kroasia melaporkan bahwa torus palatinus ditemukan pada 42,9% populasi studi, sementara torus mandibularis sebesar 12,6%. Jenis torus palatinus yang paling banyak ditemui adalah jenis gelendong (45,6%), sedangkan jenis torus mandibularis yang paling sering dijumpai adalah soliter bilateral (35,4%).[8]
Pada sebuah studi di Jepang, torus mandibularis diamati terjadi pada 58,3% dari populasi yang diteliti. Pria ditemukan lebih banyak (54,6%) jika dibandingkan dengan wanita (43,5%).[9]
Indonesia
Di Indonesia, sangat sedikit studi yang memberikan laporan epidemiologi torus palatinus dan mandibularis. Pada satu studi di Jawa Barat, diteliti prevalensi torus mandibularis pada Orang Baduy Dalam (OBD), Orang Baduy Luar (OBL), dan Suku Sunda Sekitarnya (SSS). Pada studi ini didapatkan prevalensi torus mandibularis yaitu 9,3% pada OBD, 40,2% pada OBL, dan 22,9% pada SSS.[10]
Mortalitas
Torus palatinus dan torus mandibularis tidak berkaitan dengan mortalitas. Kondisi ini sangat umum pada populasi Asia, tetapi umumnya bersifat asimptomatik. Meski demikian, pasien dengan torus bisa mengalami gangguan akibat sering sariawan dan halitosis karena adanya retensi makanan.[1,11]