Diagnosis Hipotensi Ortostatik
Diagnosis hipotensi ortostatik didapatkan dari perubahan tekanan darah sistolik minimal 20 mmHg atau diastolik minimal 10 mmHg yang diukur dan dibandingkan setelah 3 menit berdiri dari posisi berbaring. Posisi berbaring yang dimaksud adalah supine selama 5 menit atau pada meja pemeriksaan dengan tinggi kepala 60 derajat.[1,4,9]
Anamnesis
Anamnesis untuk hipotensi ortostatik dapat meliputi keluhan rasa kepala yang ringan (lightheadedness), pusing mengambang (dizziness), penglihatan kabur, bahkan sinkop. Keluhan lain, seperti nyeri kepala, nyeri tengkuk, dan kelemahan tungkai (leg buckling) lebih jarang terjadi. Selain itu, gangguan kognitif saat berdiri juga ditemukan pada usia di atas 60 tahun.
Pada pasien dengan penyakit vaskular seperti stenosis arterial, gejala dapat berupa iskemia pada organ tertentu, seperti angina pektoris serta mual atau nyeri abdomen. Penting juga untuk menanyakan posisi saat keluhan terjadi atau kegiatan yang sedang dilakukan saat keluhan timbul. Namun, perlu diingat bahwa pada hipotensi ortostatik dapat bersifat asimptomatik pada kebanyakan pasien.[4,6,7]
Riwayat penyakit yang berkaitan dengan etiologi dan faktor risiko hipotensi ortostatik, seperti parkinson, ataksia serebelar, dan diabetes mellitus juga harus ditanyakan.[3,4,6,7]
Anamnesis juga meliputi obat-obatan yang sedang dikonsumsi pasien. Jenis obat-obatan tertentu dapat berisiko menimbulkan hipotensi ortostatik, antara lain diuretik, seperti furosemide dan spironolactone; alpha blockers, seperti prazosin dan tamsulosin; beta blockers, seperti atenolol; dan nitrat, seperti nitrogliserin.
Calcium channel blockers dan angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitors kurang berisiko hipotensi ortostatik daripada obat lain yang mengganggu aktivitas simpatis. Selain itu, agen sedatif, hipnotik, obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS), neuroleptik, dan antidepresan juga ditemukan memiliki kaitan dengan hipotensi ortostatik.[4,6,7]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan tekanan darah merupakan pemeriksaan fisik utama untuk menegakkan hipotensi ortostatik. Pemeriksaan dilakukan dengan membandingkan tekanan darah diastolik dan sistolik pada posisi berbaring dan berdiri. Lama berbaring pada posisi supine adalah 5 menit atau pada meja pemeriksaan setinggi 60 derajat. Sedangkan posisi berdiri adalah 3 menit.
Hipotensi ortostatik didapatkan bila terdapat perbedaan tekanan darah sistolik sebanyak 20 mmHg atau 10 mmHg untuk diastolik. Mengingat pasien hipotensi ortostatik dapat asimptomatik, pemeriksaan sederhana ini terutama dilakukan sebagai skrining pada pasien dengan faktor risiko, yaitu usia lanjut, pasien yang mengonsumsi obat antihipertensi dan obat lain yang berkaitan dengan hipotensi ortostatik, pasien dengan diabetes, dan pasien dengan kelainan neurologis, seperti Parkinson.[4,9]
Selain itu, pemeriksaan fisik lainnya yang berkaitan dengan gangguan kardiovaskular dan neurologi juga perlu dilakukan. Misalnya pulsasi nadi lemah, pola napas Cheyne-Stokes, narrow pulse pressure, dan orthopnea pada pasien gagal jantung.[3,4,10,11]
Pemeriksaan Tanda Vital Ortostatik
Tanda vital ortostatik sangat penting dilakukan untuk mendiagnosis hipotensi ortostatik. Berikut langkah-langkah pemeriksaan tanda vital ortostatik:
- Pastikan area pemeriksaan aman bagi pasien, terutama pasien dengan risiko sinkop
- Minta pasien untuk beristirahat dalam posisi berbaring terlentang
- Lakukan pemeriksaan tekanan darah dan detak jantung
- Setelah lima menit, minta pasien untuk berdiri dengan tenang
- Lakukan pemeriksaan tekanan darah dan denyut jantung pada menit pertama, ketiga, dan kelima dan catat keluhan pasien saat berdiri[4,7]
Jika ada penurunan tekanan darah sistolik 20 mmHg atau penurunan tekanan darah diastolik 10 mmHg, seseorang dapat didiagnosis sebagai penderita hipotensi ortostatik.[4,7]
Kriteria Diagnosis Hipotensi Ortostatik
Kriteria diagnostik hipotensi ortostatik adalah penurunan tekanan darah sistolik minimal 20 mmHg atau tekanan darah diastolik minimal 10 mmHg dalam waktu 3 menit saat berdiri atau saat kepala ditinggikan lebih dari >60° saat berbaring. Pada pasien hipertensi, penurunan tekanan darah sistolik sebanyak 30 mmHg dinilai lebih akurat untuk mendiagnosis hipotensi ortostatik.[5]
Head-Up Tilt-Table Testing
Pemeriksaan tilt-table testing dilakukan pada ruangan yang tenang dengan suhu antara 20°C hingga 24°C. Pasien berbaring istirahat posisi supine selama lima menit sebelum pemeriksaan dimulai. Denyut jantung harus dipantau terus-menerus dan automated device juga harus digunakan untuk mengukur tekanan darah dalam interval tertentu.[12,13]
Meja kemudian perlahan diangkat dalam sudut antara 60 dan 80 derajat selama 5 menit. Pemeriksaan dinyatakan positif bila tekanan darah sistolik turun 20 mmHg dibawah baseline atau tekanan darah diastolik turun 10 mmHg dibawah baseline.[12,13]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding hipotensi ortostatik antara lain sinkop vasovagal, sindom takikardia ortostatik, dan sindrom sinus karotis.
Sinkop Vasovagal
Sinkop vasovagal dan hipotensi ortostatik sama-sama dapat menyebabkan penurunan tekanan darah dan sinkop. Sinkop vasovagal dapat terjadi secara tiba-tiba pada pasien dengan refleks baroreseptor yang baik. Keluhan sering terjadi karena dipicu oleh rasa nyeri, seperti karena disuntik, pengambilan darah, atau memiliki stimulus emosional.[1]
Faktor pembeda antara vasovagal sinkop dan hipotensi ortostatik neurogenik adalah kecepatan penurunan tekanan darah. Pada pasien vasovagal sinkop, pasien akan mengalami penurunan tekanan darah dalam beberapa menit setelah tes kemiringan tegak lurus (tilt table testing). Kondisi ini sering berhubungan dengan bradikardia relatif dan gejala prodromal seperti diaforesis, nausea, dan rasa hangat. Pada hipotensi ortostatik, penurunan tekanan darah langsung terjadi saat tes dimulai.[7]
Kedua keadaan tersebut berbeda seperti analogi batu yang turun perlahan melalui turunan dan batu yang jatuh tiba-tiba di dalam jurang.[7]
Sindrom Takikardia Ortostatik
Sindrom takikardia ortostatik ditandai dengan takikardia ortostatik. Keadaan ini terjadi akibat peningkatan jumlah volume cairan di ekstremitas bawah yang menyebabkan denyut jantung meningkat hingga lebih dari 30 denyut lebih besar daripada normal, sebagai mekanisme kompensasi untuk mengalirkan darah ke otak.[1]
Kondisi ini dapat dibedakan dengan jelas pada hipotensi ortostatik melalui pemeriksaan denyut jantung. Denyut jantung pasien sindrom takikardia ortostatik meningkat saat berdiri, sedangkan denyut jantung pasien hipotensi ortostatik dapat saja normal dan menurun saat sinkop.[1]
Sindrom Sinus Karotis
Sindrom sinus karotis adalah sinkop yang dimediasi secara neurologis. Diagnosis sindrom sinus karotis dapat ditegakkan apabila ada asistol lebih dari 3 detik atau tekanan darah sistolik menurun sebanyak 50 mmHg, atau keduanya. Gejala dapat muncul dengan pijatan sinus karotis.[5]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang diperlukan untuk mengeksklusi penyebab lain hipotensi ortostatik selain hipovolemia dan fenomena venous pooling, seperti faktor neurogenik. Pemeriksaan penunjang yang dimaksud, antara lain:
Autonomic Reflex Screen
Autonomic reflex screen terdiri dari sejumlah pemeriksaan yaitu the quantitative sudomotor axon reflex test (QSART), pemeriksaan fungsi kardiovagal, dan pemeriksaan fungsi adrenergik. QSART mengevaluasi volume postganglionic di lengan atas dan 3 tempat di kaki. Kemudian diukur variasi detak jantung dan pemeriksaan rasio valsava untuk memeriksa fungsi kardiovagal.[1]
Untuk mengevaluasi refleks adrenergik, dilakukan evaluasi denyut demi denyut tekanan darah dan respons denyut jantung pada manuver valsava dan posisi kepala head up tilt. Autonomic reflex screen bermanfaat untuk menentukan beratnya dan distribusi sudomotor, kardiovagal, dan kegagalan adrenergik.[1]
Tes Keringat Termoregulasi
Tes keringat termoregulasi dilakukan dengan mengevaluasi distribusi anhidrosis. Pola anhidrosis dapat sangat membantu. Keadaan length-dependent neuropathy memiliki karakteristik hilangnya keringat di bagian distal dan otonom ganglionopati autoimun memiliki karakteristik hilangnya keringat pada regional tertentu. Sedangkan kegagalan otonom murni memiliki keadaan global anhidrosis. Menggabungkan antara tes keringat termoregulasi dengan QSART juga dapat menentukan perkiraan lokasi lesi.[1]
Kadar Natrium pada Urine 24 Jam
Pemeriksaan kadar natrium pada urine 24 jam dilakukan untuk identifikasi apakah intake cairan dan natrium pasien sudah sesuai. Volume urine yang dianggap sesuai adalah sejumlah 1,500 hingga 2,500 mL urine dalam 24 jam. Sedangkan kadar natrium dalam urine yang dianggap sesuai adalah >170 mmol/24 jam.[1]
Pemeriksaan Laboratorium Lainnya
Selain itu, perlu juga dilakukan pemeriksaan laboratorium, seperti pemeriksaan glukosa darah untuk menyingkirkan diabetes. Selain itu, pemeriksaan aspirasi lemak dan protein serta imunoelektrofotoretogram juga dapat dilakukan untuk menyingkirkan amiloidosis, dan pemeriksaan darah untuk menyingkirkan porfiria dan defisiensi vitamin B12.[1,5]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli