Penatalaksanaan Hipotensi Ortostatik
Penatalaksanaan hipotensi ortostatik meliputi pemberian cairan untuk mereka yang dehidrasi, stocking untuk extremitas inferior, abdominal binder, dan terapi countermaneuvers sesuai dengan etiologinya seperti dehidrasi dan parkinson. Terapi medikamentosa meliputi fludrocortisone dan midodrine bila terapi nonmedikamentosa gagal untuk mengurangi gejala.[1,4]
Terapi Nonmedikamentosa
Terapi non farmakologi yang dapat dilakukan pada pasien hipotensi ortostatik antara lain adalah abdominal binder, bolus air, dan countermaneuvers.
Abdominal Binder
Kompresi pada venous capacitance bed membantu mengurangi venous pooling dan penurunan tekanan darah ortostatik. Venous capacitance bed terbesar di tubuh manusia adalah the splanchnic-mesenteric bed. Maka dari itu, direkomendasikan kompresi abdominal. Hal ini lebih efektif bila dibandingkan dengan kompresi vena di kaki, karena volumenya yang rendah.[1,14]
Bolus Air
Terapi bolus air dilakukan dengan cara pasien meminum dua gelas air dingin sekitar 240 ml air dengan cepat. Terapi ini dapat meningkatkan tekanan darah sistolik saat berdiri hingga 20 mmHg selama 1–2 jam. Mekanisme yang terjadi adalah aktivasi neuron adrenergik simpatis sehingga konsentrasi norepinefrin dalam plasma meningkat.[1]
Pasien juga diedukasi untuk melakukan terapi bolus air pada waktu terjadinya peningkatan stress ortostatik, seperti saat bangkit berdiri, sebelum beraktivitas belanja, dan sebelum berolahraga. Bila terapi bolus dilakukan hingga 3–4 kali perhari, sebaiknya juga diedukasi untuk mengurangi konsumsi air di samping terapi bolus air yang terlalu banyak. Hal ini karena dikhawatirkan akan menyebabkan kelebihan cairan.[1,14]
Countermaneuvers
Kontraksi otot akan meningkatkan tekanan darah melalui mekanisme respons tekanan otot dan ini merupakan dasar pada pemeriksaan handgrip test. Pendekatan praktis yang dilakukan adalah dengan meminta pasien mengontraksikan sejumlah otot-otot bilateral tubuhnya selama 30 detik, kemudian istirahat, kemudian melakukan kontraksi otot kembali.
Manuver yang dilakukan pada metode ini adalah squatting, menekuk lutut, atau berdiri dengan kedua jempol kaki. Manuver ini dapat meningkatkan tahanan total perifer secara sementara.[1,14]
Terapi Farmakologi
Terapi farmakologi dilakukan dengan tujuan untuk mempertahankan tekanan darah saat posisi berdiri dengan mekanisme vasokonstriksi atau meningkatkan volume intravaskular. Contoh terapi farmakologi dengan mekanisme vasokonstriksi adalah midodrine, dan meningkatkan volume intravaskuler adalah fludrocortisone.[5]
Midodrine
Midodrine adalah α1-adrenoceptor agonist yang digunakan sebagai farmakoterapi hipotensi ortostatik. Metabolit aktifnya adalah desglymidodrine. Lama kerja obat adalah 2–4 jam.
Dosis yang diberikan berkisar antara 2,5-5 mg satu sampai dua kali perhari dengan pemberian dosis titrasi. Efek samping utama obat ini adalah supine hypertension, paresthesia, dan goose-bumps . Efek samping yang lebih jarang antara lain disuria atau anuria, pada efek samping ini obat harus segera dihentikan.[1,14,15]
Pressor agents seperti midodrine digunakan untuk meningkatkan tekanan darah dan mempertahankan tekanan darah normal saat posisi berdiri, tetapi memiliki efek memperburuk supine hypertension. Target terapi adalah mempertahankan pressor effect yang menengah, untuk meningkatkan tekanan darah saat berdiri sehingga mengurangi gejala hipotensi ortostatik.[1]
Pasien juga diharapkan mampu berdiri cukup lama untuk menjalankan aktivitas sehari-hari tanpa memunculkan efek samping berupa supine hypertension yang tidak terkontrol. Nilai yang dipakai umumnya adalah tekanan darah sistolik saat berdiri ≥90 mmHg dan posisi supine dengan tekanan darah sistolik ≤180 mmHg.[1]
Fludrocortisone
Fludrocortisone meningkatkan volume plasma dan meningkatkan sensitivitas α-adrenoceptors. Dosis yang biasa digunakan adalah 0,1–0,2 mg/hari. Komplikasi utama pada obat ini adalah hipokalemia dan supine hypertension.
Fludrocortisone sebaiknya tidak digunakan pada pasien dengan hipertensi dan gagal jantung. Hal ini berhubungan dengan mekanisme kerjanya yang menyebabkan penyerapan garam sodium melalui ginjal untuk meningkatkan kadar volume intravaskuler.[1,14,15]
Droxidopa
Droxidopa merupakan prekursor oral norepinephrine. Percobaan fase ketiga terapi ini menunjukkan perbaikan gejala serta tekanan darah sistolik saat pasien berdiri. Lama kerja droxidopa adalah 6–8 jam. Pemberian dosisnya harus disesuaikan untuk masing-masing individu dengan rentang dosis berkisar antara 100 hingga 600 mg tiga kali sehari.[1,15]
Pyridostigmine
Pyridostigmine merupakan inhibitor kolinesterase. Kelebihan obat ini adalah dapat meningkatkan tekanan darah saat berdiri tanpa adanya efek samping memperburuk supine hypertension.
Efek dari inhibisi kolinesterase dapat meningkatkan faktor transmisi ganglionik dengan menunda pemecahan asetilkolin pada tingkat ganglia otonom. Dengan mekanisme ini, peningkatan tekanan darah dapat terjadi terutama pada posisi berdiri.[1,15]
Manajemen Pasien Hipotensi Ortostatik dengan Hipertensi
Pada pasien hipotensi ortostatik dengan penyulit hipertensi, tidak perlu dilakukan penurunan dosis obat antihipertensi untuk mengantisipasi terjadinya sinkop maupun jatuh. Hipertensi memang menjadi faktor risiko yang dapat meningkatkan kemungkinan seseorang menderita hipotensi ortostatik hingga 2–5% pada pasien usia lanjut. Akan tetapi, risiko ini akan meningkat hingga 19% pada kasus hipertensi tidak terkontrol.[15]
Walaupun begitu, obat antihipertensi yang dapat mengganggu kompensasi autonom ortostatik tidak boleh diberikan, seperti antihipertensi golongan alpha blockers, beta-blockers, dan central sympatholytics. Begitu pula obat antihipertensi golongan diuretik seperti hydrochlorothiazide. Obat antihipertensi pilihan pada kasus ini adalah angiotensin receptor blockers (ARB) dan angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitors.[15]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli