Penatalaksanaan Hydrocephalus
Tata laksana utama pada hydrocephalus adalah teknik pembedahan, yaitu pemasangan shunting yang berfungsi sebagai drainage. Tindakan ini bukan untuk menyembuhkan, tetapi untuk mengontrol gejala akibat peningkatan tekanan intrakranial. Pada hydrocephalus kongenital, pembedahan pada bayi berpotensi komplikasi sehingga ahli bedah saraf mungkin menunda melakukannya (terutama bayi prematur).
Untuk mengurangi progresifitas kerusakan otak, bayi hydrocephalus dapat diberikan terapi farmakologi dahulu sampai pembedahan aman dikerjakan. Pada keadaan peningkatan tekanan intrakranial (TIK) akut, yang sering ditemukan pada hydrocephalus usia kanak-kanak atau dewasa, diperlukan tindakan pembedahan secepatnya. Pada beberapa kasus hydrocephalus tipe acquired, pembedahan tidak diperlukan bila etiologinya telah membaik, misalnya pada perdarahan intraventrikular yang sudah reabsorbsi tanpa skar.[1,50,52]
Terapi Pembedahan
Pembedahan merupakan tata laksana yang paling efektif untuk mengontrol gejala hydrocephalus karena peningkatan tekanan intrakranial. Pembedahan yang bisa dilakukan adalah metode pemasangan shunt, endoscopic third ventriculostomy (ETV), atau alternatif lainnya.
Metode Pemasangan Shunt
Pemasangan shunt adalah penatalaksanaan hydrocephalus yang paling efektif, hanya 25% pasien hydrocephalus berhasil diterapi tanpa shunting. Metode pemasangan shunt pada neonatus, bayi atau anak harus dikerjakan beberapa kali, ini untuk mempertahankan fungsi shunt yang sudah terpasang sesuai dengan pertumbuhan tubuh pasien.[1,42]
Gambar 6. Ventriculoperitoneal (VP) Shunt pada Bayi dengan Hydrocephalus. Sumber: Shutterstock, 2022
Beberapa alternatif pemasangan shunt adalah ventriculoperitoneal (VP) shunt, ventriculoatrial (VA) shunt, lumboperitoneal shunt, torkildsen shunt, dan ventriculopleural shunt.
Ventriculoperitoneal (VP) Shunt
Ventriculoperitoneal (VP) shunt dilakukan dengan menghubungkan ventrikel lateral dengan peritoneum. Prosedur ini paling sering dikerjakan dan bertujuan untuk mengalirkan CSF yang berlebihan untuk diabsorbsi di cavum abdomen. Keuntungannya adalah kebutuhan untuk memperpanjang kateter dapat dihilangkan dengan menggunakan kateter peritoneum yang panjang.[1,42,45]
Ventriculoatrial (VA) Shunt
Ventriculoatrial (VA) shunt dilakukan dengan mengalirkan CSF dari ventrikel otak melalui vena jugularis dan vena cara superior, menuju atrium jantung kanan. Metode ini dikerjakan apabila pasien memiliki kelainan perut (peritonitis, obesitas berat, atau setelah laparotomi luas). Shunting ini perlu pembedahan berulang sesuai pertumbuhan anak.[1,42,45]
Lumboperitoneal Shunt
Lumboperitoneal shunt, hanya dilakukan pada kasus hydrocephalus communicating, fistula CSF, atau pseudotumor cerebri.[1,42,45]
Torkildsen shunt
Torkildsen shunt, jarang digunakan, adalah shunting ventrikel ke ruang cisternal. Hanya efektif untuk hydrocephalus obstruktif yang didapat.[1,42,45]
Ventriculopleural Shunt
Ventriculopleural shunt, dianggap sebagai lini kedua setelah VP shunt. Digunakan jika jenis shunting lain dikontraindikasikan.[1,42,45]
Pertimbangan Terapi Pembedahan dan Farmakologis pada Bayi Prematur
Intervensi/terapi pada bayi prematur yang mengalami dilatasi ventrikel masih kontroversial, antara terapi farmakologis dengan acetazolamide, pungsi lumbal, ventricular access reservoir, ventriculo-subgaleal shunt, atau drainase ekstraventrikular. Akan tetapi, biasanya pada keadaan dimana terjadi ventrikulomegali yang progresif dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial yang signifikan, lebih dipilih intervensi operasi dibanding terapi farmakologis.[34]
Pertimbangan Terapi Pembedahan pada Normal Pressure Hydrocephalus (NPH)
Pada normal pressure hydrocephalus (NPH), intervensi standar yang direkomendasikan adalah pemasangan AV shunt. Hal ini berdasarkan hipotesis bahwa CSF yang dialirkan akan mengurangi dan menormalisasi tekanan transmantle (perbedaan tekanan antara ruang ventrikel dan subarachnoid), sehingga gejala membaik.[11]
Endoscopic Third Ventriculostomy (ETV)
Endoscopic third ventriculostomy (ETV) adalah prosedur menggunakan endoskopi untuk membuat lubang/perforasi pada tulang tengkorak. Bertujuan untuk mengakses ventrikel, kemudian membuat lubang pada membran basal ruang ventrikel ke ruang subarachnoid, agar CSF dapat mengalir melalui bypass ini kemudian diabsorbsi.
Tindakan ETV dilakukan terutama pada kasus aqueductal stenosis (hydrocephalus obstruktif atau non-communicating), dan dikontraindikasikan untuk hydrocephalus communicating. Metode ETV ini sudah banyak dilakukan, terutama di negara-negara maju, karena memiliki angka keberhasilan yang lebih tinggi (62-82%) dengan angka infeksi yang rendah (<2%).[34,42,45]
Pembedahan Alternatif Lain
Alternatif pembedahan untuk tata laksana hydrocephalus, selain shunting di antaranya pungsi lumbal berulang, choroid plexus cauterization (CPC), pembukaan aqueductal stenosis, serta pengangkatan tumor penyebab.
Pungsi Lumbal Berulang:
Pungsi lumbal berulang, dapat dilakukan pada kasus hydrocephalus pasca perdarahan intraventrikular, karena kondisi ini dapat sembuh secara spontan maka tidak diperlukan shunting Hanya dapat dilakukan untuk kasus hydrocephalus communicating, dan kontraindikasi apabila ada tanda peningkatan tekanan intrakranial.[34,42,45]
Choroid Plexus Cauterization (CPC):
Choroid plexus cauterization (CPC) atau pleksektomi koroid atau koagulasi pleksus koroid. Bertujuan mengurangi jumlah jaringan plexus choroid yang memproduksi cairan serebrospinal. Akan meningkat angka keberhasilannya bila kombinasi dengan prosedur ETV.[34,42,45]
Pembukaan Aqueductal Stenosis:
Pembukaan aqueductal stenosis (cerebral queductoplasty), tingkat keberhasilannya lebih rendah daripada shunting. Efektif pada kasus hydrocephalus didapat karena tumor, juga kasus dengan stenosis membran dan segmen pendek sylvian aqueduct.[34,42,45]
Pengangkatan Tumor Penyebab:
Pengangkatan tumor penyebab dapat menyembuhkan 80% pasien hydrocephalus acquired yang disebabkan karena obstruksi tumor pada sistem ventrikel.[34,42,45]
Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis untuk pasien hydrocephalus hanya diberikan sementara, misalnya untuk hydrocephalus pasca perdarahan pada neonatus, normal pressure hydrocephalus (NPH), atau pada pasien yang tidak mungkin dilakukan tindakan operasi. Tujuan terapi untuk mencegah komplikasi sensorik maupun gangguan intelektual. Obat-obatan yang dapat digunakan meliputi agen osmotik, carbonic anhydrase inhibitors (CAI) seperti acetazolamide, glukokortikoid, dan digoxin.[10]
Agen Osmotik
Agen osmotik dapat mengurangi produksi cairan serebrospinal, atau membuat otak dehidrasi karena diuresis. Isosorbide sering digunakan untuk hydrocephalus kongenital, sebagai terapi mengontrol tekanan intrakranial sebelum bayi menjalankan shunting, bukan sebagai pengganti tindakan operasi.
Del Bigio MR et al. melakukan studi dengan memberikan isosorbide kepada pasien hydrocephalus neonatus sampai usia 62 tahun (median usia 1 bulan), dengan dosis 1-3 g/kgBB, per oral, sampai 6 kali per hari, selama 1-54 hari (median 4 hari). Hasil menunjukkan bahwa isosorbide dapat menunda operasi pemasangan shunting karena dapat memperlambat laju peningkatan tekanan intrakranial, tetapi harus diperhatikan efek samping obat. Jika acetazolamide digunakan sendirian, tampaknya menurunkan risiko nefrokalsinosis secara signifikan.[10,50]
Carbonic Anhydrase Inhibitors (CAI)
Acetazolamide (ACZ) merupakan CAI yang dapat mengurangi sekresi CSF. Berdasarkan teori bahwa plexus choroid memiliki kadar carbonic anhydrase yang tinggi, sehingga penggunaan ACZ mengurangi produksi CSF. Pemberian ACZ dapat sendiri atau bersama dengan furosemid, untuk hydrocephalus pasca perdarahan pada neonatus sebelum dilakukan operasi shunting. Akan tetapi, efek penurunan produksi cairan serebrospinal tidak konsisten, sehingga efek terapeutiknya untuk hydrocephalus bayi dan anak diabaikan.[10,50]
Hal ini kontras dengan hydrocephalus pada orang dewasa, ACZ memberikan respon yang baik terutama pada normal pressure hydrocephalus (NPH), serta untuk penurunan tekanan intrakranial pasca operasi shunting. Pada NPH, pemberian ACZ per oral, dosis 125–375 mg/hari, dapat menurunkan hiperintensitas periventrikular yang terlihat pada pemeriksaan MRI.[10,50]
Glukokortikoid
Glukokortikoid, seperti dexamethasone dan prednison, memiliki efek menurunkan produksi TIK dengan mengurangi produksi CSF. Penelitian menyebutkan bahwa dexamethason dapat sementara menghilangkan gejala hydrocephalus pada anak, meskipun tetap diperlukan intervensi bedah. Kortikosteroid juga diyakini dapat mengurangi kemungkinan terjadinya fibrosis pada ruang subarachnoid.[50]
Digoxin
Digoxin merupakan inhibitor Na-K-ATPase, pada dosis yang tidak kardiotoksik dapat mengurangi produksi CSF. Akan tetapi, berdasarkan beberapa penelitian pada hydrocephalus anak maupun dewasa, sebagian pasien memberikan respon positif terhadap obat ini, tetapi ada pula yang tidak memberikan efek apapun.[50]
Terapi Non-Farmakologis
Belum ada terapi non-farmakologis yang spesifik untuk hydrocephalus. Pasien yang baru menjalankan intervensi operasi akan dirawat di ruang perawatan intensif selama beberapa hari tergantung klinis.
Beberapa ahli bedah menyarankan pasien post-shunting untuk berada pada posisi terlentang selama 1-2 hari setelah operasi untuk meminimalisir kemungkinan mengalami hematoma subdural. Sedangkan pada pasien dengan normal pressure hydrocephalus (NPH) disarankan untuk tetap melakukan mobilisasi bertahap post-operasi.[42]
Terapi Hydrocephalus dengan Peningkatan Tekanan Intrakranial Akut
Pada kasus hydrocephalus dengan peningkatan tekanan intrakranial onset cepat, pedoman penatalaksanaannya adalah darurat. Hal-hal yang harus dilakukan disesuaikan dengan etiologi setiap kasus, di antaranya :
Ventricular tap pada pasien neonatus
Open ventricular drainage pada pasien anak-anak dan dewasa
- Pungsi lumbal pada posthemorrhagic atau post meningitis hydrocephalus[42]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli