Penatalaksanaan Migren
Penatalaksanaan migraine bertujuan untuk menghentikan progresivitas nyeri kepala, mengurangi intensitas dan frekuensi serangan, mengurangi disabilitas, meningkatkan kualitas hidup, serta mencegah rekurensi. Secara umum, pilihan penatalaksanaan migraine dibagi berdasarkan tata laksana akut abortif dan profilaksis.[16,17]
Penatalaksanaan Akut atau Abortif
Tata laksana akut atau abortif bertujuan untuk menghentikan progresivitas gejala dan mengurangi intensitas nyeri kepala dengan cepat. Beberapa pilihan terapi akut atau abortif yang dapat diberikan adalah kombinasi analgesik, obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS), triptan, ergotamine, dan antiemetik.[1,16]
Kombinasi Analgesik Paracetamol, Aspirin, dan Kafein
Food and Drug Administration (FDA) dan American Headache Society menyatakan bahwa kombinasi paracetamol, aspirin, dan kafein telah terbukti aman dan efektif dalam mengobati nyeri kepala akut, terutama migraine.
Kombinasi analgesik paracetamol, aspirin, dan kafein ini tersedia dalam berbagai dosis, misalnya 194 mg/227 mg/33 mg, 250 mg/250 mg/65 mg, 260mg/520 mg/32,5 mg, atau 325 mg/500 mg/65 mg. Kombinasi ini dapat menjadi pilihan terapi lini pertama pada migraine akut dengan dosis 1–2 tablet atau kapsul setiap 6 jam. Namun, obat tidak boleh melebihi 8 tablet per hari.[18-20]
Obat Antiinflamasi Nonsteroid (OAINS)
OAINS dapat digunakan sebagai terapi abortif pada migraine derajat ringan sampai sedang tanpa mual atau muntah. Beberapa pilihan terapi OAINS adalah:
Ibuprofen 200–800 mg peroral tiap 6–8 jam, tidak melebihi 2400 gram/hari
Naproxen 250–500 mg peroral tiap 12 jam, tidak melebihi 1000 gram/hari[20-22]
Serotonin 5-HT-Receptor Agonist (Triptan)
FDA telah menyetujui penggunaan tujuh triptan sebagai terapi abortif yang dianggap spesifik pada migraine akut. Golongan triptan bekerja dengan menghambat pelepasan peptida vasoaktif, meningkatkan vasokonstriksi, memblokir jalur nyeri di batang otak, serta mengurangi transmisi nyeri di jalur trigeminal. Beberapa pilihan triptan yang dapat digunakan adalah:
- Almotriptan 6,25–12,5 mg peroral, dapat diulang dalam 2 jam, tidak melebihi 25 mg/hari
- Eletriptan 20–40 mg peroral, dapat diulang dalam >2 jam, tidak melebihi 80 mg/hari
- Frovatriptan 2,5 mg peroral, dapat diulang dalam 2 jam, tidak melebihi 7,5 mg/hari
- Naratriptan 1–2,5 mg peroral, dapat diulang dalam 2 jam, tidak melebihi 5 mg/hari
- Rizatriptan 5–10 mg peroral, dapat diulang dalam 2 jam, tidak melebihi 30 mg/hari
Sumatriptan 25–100 mg peroral, dapat diulang dalam 2 jam, tidak melebihi 200 mg/hari. Sumatriptan dapat diberikan juga secara intranasal (5–20 mg, dapat diulang dalam 2 jam, tidak melebihi 40 mg/hari) atau secara subkutan (4–6 mg, dapat diulang dalam 1 jam, tidak melebihi 12 mg/hari)
- Zolmitriptan 1,25–2,5 mg peroral, dapat diulang dalam 2 jam, tidak melebihi 10 mg/hari dan secara intranasal 5 mg, dapat diulang dalam 2 jam, tidak melebihi 7,5 mg/hari[16-18,21,22]
Kombinasi Triptan dan OAINS
Kombinasi dosis tetap (sumatriptan 85 mg dan naproxen 500 mg) dapat menjadi pilihan terapi migraine akut dengan dosis 1 tablet peroral saat onset gejala, yang bisa diulang dalam 2 jam tetapi tidak boleh melebihi 2 tablet/hari.[18,21]
Ergotamine
Dihydroergotamine (DHE) dianjurkan sebagai tata laksana serangan akut migraine dengan pemberian secara parenteral. Obat ini efektif sebagai bridge therapy pada nyeri kepala berlebihan dan status migrainosus.[16,17]
Dosis DHE yang direkomendasikan adalah dosis intravena (0,5–1 mg diulang tiap 8 jam atau infus kontinu 3 mg/24 jam dan tidak melebihi 3 mg per serangan), atau dosis subkutan (1 mg tiap jam dan tidak melebihi 3 mg/hari), atau dosis intranasal (1 semprot pada masing-masing lubang hidung, diulang sekali setelah 15 menit serta tidak melebihi 4 semprot/serangan, 6 semprot/hari, dan 8 semprot/minggu).[16,18,21,22]
Antagonis Reseptor Calcitonin Gene-related Peptide (CGRP)
Obat baru yang telah disetujui oleh FDA untuk terapi migraine akut adalah ubrogepant. Saat ini, berbagai studi lebih lanjut tentang efikasi dan keamananannya masih terus dilakukan.
Antiemetik
Antiemetik intravena dapat diberikan pada migraine akut dengan mual muntah sebagai monoterapi. Sementara itu, antiemetik secara oral digunakan sebagai terapi tambahan pada OAINS atau triptan untuk mengurangi gejala mual atau muntah.[16,17]
Antiemetik monoterapi intravena yang direkomendasikan adalah metoclopramide (10 mg secara intravena setiap 8 jam) atau prochlorperazine (10 mg secara intravena setiap 8 jam dan tidak melebihi 40 mg/hari). Sementara itu, pemberian antiemetik oral dapat berupa metoclopramide 10–20 mg atau prochlorperazine dosis 10 mg.[18,22]
Penatalaksanaan Profilaksis
Terapi profilaksis diindikasikan untuk pencegahan rekurensi migraine dengan beberapa pertimbangan, seperti nyeri kepala yang sering (>2 kali/bulan), nyeri yang berlangsung lama (>24 jam), nyeri yang menyebabkan disabilitas dan penurunan kualitas hidup, dan adanya kontraindikasi atau kegagalan terapi abortif.
Selain itu, terapi profilaksis juga diindikasikan bila ada efek samping signifikan dari terapi abortif, ada risiko penggunaan obat berlebihan, ada menstrual migraine, ada hemiplegic migraine, ada brainstem aura migraine, ada aura persisten tanpa infark, dan ada migrainous infarction.[16,21]
Pemilihan pasien dan jenis terapi profilaksis yang diberikan dibahas dalam artikel terpisah.
Antihipertensi
Antihipertensi golongan beta-blockers terutama metoprolol, propranolol, dan timolol diketahui efektif bekerja sebagai terapi profilaksis migraine. Dosis beta-blockers yang direkomendasikan antara lain:
- Metoprolol 50–200 mg/hari peroral dalam dua dosis terbagi
Propranolol dosis immediate release 80–240 mg/hari peroral dibagi tiap 6–8 jam atau dosis long-acting release 80–240 mg/hari peroral
Timolol 20–30 mg/hari peroral
- Nadolol 40–240 mg/hari peroral
Atenolol 50–200 mg/hari peroral
Bisoprolol 2,5–10 mg/hari peroral.[21-23]
Antidepresan
Antidepresan trisiklik (amitriptyline) dan golongan selective serotonin reuptake inhibitor (fluoxetine) diketahui efektif untuk profilaksis migraine. Dosis yang direkomendasikan adalah amitriptyline oral 10–150 mg/hari atau fluoxetine oral 20–40 mg/hari.[22,23]
Antikonvulsan
Antikonvulsan telah terbukti efektif dalam pencegahan migraine, misalnya topiramate dosis 25–200 mg/hari peroral. Selain itu, sodium valproate dosis extended release sekali sehari atau dosis delayed release (2 dosis terbagi tiap hari) sebanyak 500–1500 mg/hari peroral juga bisa diberikan.[22]
Antibodi Monoklonal
Antibodi monoklonal yang bekerja pada calcitonin gene-related peptide (CGRP) telah menjadi terapi baru yang direkomendasikan untuk profilaksis migraine.Walau begitu, telah ada studi yang menunjukkan efek wearing off dari penggunaannya, yakni efek di mana terjadi penurunan efikasi.
Pasien migraine episodik atau kronis yang gagal membaik setelah memakai minimal dua jenis terapi profilaksis oral (karena komorbiditas, efek samping, atau tingkat kepatuhan yang buruk) bisa menjadi kandidat terapi antibodi monoklonal terhadap CGRP, seperti erenumab, fremanezumab, atau galcanezumab selama 6–12 bulan.[24,25]
Beberapa pilihan antibodi monoklonal untuk profilaksis migraine adalah eptinezumab (dosis 100 mg atau 300 mg secara infus intravena setiap 3 bulan), erenumab (dosis 70 mg atau 140 mg secara injeksi subkutan setiap bulan), fremanezumab (dosis 225 mg secara injeksi subkutan setiap bulan atau dosis 675 mg secara injeksi subkutan setiap 3 bulan), atau galcanezumab (dosis 120 mg atau 240 mg secara injeksi subkutan setiap bulan).[25,26]
Agen Lainnya
Menurut studi, beberapa agen lain juga dapat bermanfaat untuk profilaksis migraine. Contohnya adalah toksin botulinum dan suplementasi vitamin tertentu.
Toksin Botulinum:
Toksin botulinum tipe A (botox) diindikasikan untuk profilaksis nyeri kepala pada orang dewasa dengan migraine kronis (≥15 hari/bulan dengan nyeri kepala yang berlangsung ≥4 jam sehari atau nyeri kepala 15 hari/bulan selama minimal 3 bulan dengan minimal 8 dari 15 nyeri kepala/bulan memenuhi kriteria migraine tanpa aura).[23,27,28]
Namun, American Academy of Neurology tahun 2008 dan 2010 serta beberapa uji klinis acak terkontrol tidak menemukan adanya manfaat yang konsisten dan signifikan secara statistik untuk injeksi toksin botulinum dalam tata laksana episodic migraine.[23]
Suplementasi Vitamin dan Magnesium:
Penggunaan riboflavin (vitamin B2) dan magnesium citrate (atau taurate) diketahui bisa bermanfaat untuk profilaksis migraine kronis. Dosis suplemen yang direkomendasikan adalah riboflavin (vitamin B2) 400 mg peroral tiap hari dan magnesium citrate 600 mg peroral tiap hari.[19,23]
Terapi Suportif
Beberapa modalitas terapi nonfarmakologis diduga dapat mengurangi dan mencegah timbulnya serangan migraine. American Academy of Neurology menganjurkan terapi relaksasi, thermal biofeedback yang dipadu dengan terapi relaksasi, electromyographic biofeedback, serta terapi perilaku yang dipadukan dengan terapi farmakologis untuk profilaksis migraine.[1,22]
Pasien juga dianjurkan untuk menghindari diet yang diidentifikasi sebagai pemicu migraine, misalnya alkohol, kafein, cokelat, monosodium glutamat (MSG), buah-buahan tertentu (jeruk, pisang, alpukat, dan buah kering), kacang, cuka, dan keju tua.[1]
Persiapan Rujukan ke Rumah Sakit
Migraine dapat berubah menjadi kondisi yang berbahaya seperti status migrainosus. Sekitar 40% dari semua serangan migraine tidak merespons terapi triptan atau agen lainnya. Status migrainosus, yakni serangan yang berlangsung >72 jam, harus segera ditangani di unit gawat darurat.[1]
Penulisan pertama: dr. Yudhistira Kurnia