Patofisiologi Migren
Dalam beberapa dekade terakhir, patofisiologi migraine disepakati melibatkan proses disregulasi vaskular. Namun, seiring dengan perkembangan teknologi, patofisiologi lain dari migraine selain disregulasi vaskular telah ditemukan.
Teori Vaskular
Teori ini menyatakan bahwa migraine diakibatkan oleh vasokonstriksi intrakranial dan vasodilatasi “rebound” serta aktivasi saraf nosiseptif. Kondisi ini menimbulkan rasa nyeri dan juga aura pada migraine. Teori ini didasarkan pada temuan bahwa:
- Pembuluh darah ekstrakranial berdenyut dan melebar saat serangan migraine
- Stimulasi pembuluh darah intrakranial dapat memicu timbulnya nyeri kepala
- Vasokonstriktor mengurangi nyeri kepala, sedangkan vasodilator dapat memicu nyeri kepala
Namun, pencitraan sistem saraf (neuroimaging) menunjukkan bahwa penurunan aliran darah selama aura tidak cukup untuk menimbulkan iskemia. Selain itu, fakta lain juga menunjukkan bahwa tidak semua pasien migraine mengalami aura dan tidak semua obat migraine memiliki efek terhadap pembuluh darah. Fakta tersebut menyebabkan timbulnya teori lain sebagai penyebab migraine.
Aktivasi Sistem Trigeminovaskular
Aktivasi sistem trigeminovaskular akan menyebabkan aktivasi neuronal di batang otak, pontine, locus coeruleus, dan periaqueductal grey. Stimulasi nuklei ini dapat mengubah aliran darah otak dan menginhibisi aktivitas neuronal trigeminal yang menimbulkan nyeri kepala.[4-7]
Cortical Spreading Depression (CSD)
Cortical spreading depression (CSD) merupakan gelombang depolarisasi seluler di korteks substansia grisea yang muncul dengan sendirinya. Gelombang ini kemudian secara perlahan menyebar ke area korteks substansia grisea di sekitarnya. Kondisi ini menyebabkan depresi aktivitas bioelektrik neuronal dan perubahan fungsi otak. CSD juga menimbulkan fenomena kortikal primer dan aktivasi sistem trigeminovaskular yang menyebabkan fase nyeri kepala.
Aktivasi sistem trigeminovaskular ini menyebabkan stimulasi neuron nosiseptif pada pembuluh darah dural, sehingga terjadi pelepasan protein plasma dan zat penyebab nyeri, seperti kalsitonin, vasoactive intestinal peptide, substansi P, dan neurokinin A. Hal ini akan menimbulkan inflamasi yang disertai vasodilatasi, sehingga menimbulkan nyeri.
Sensitisasi Neuronal
Sensitisasi neuronal merupakan kondisi di mana neuron menjadi sangat responsif terhadap stimulasi nosiseptif dan nonnosiseptif. Sensitisasi ini akan menurunkan ambang batas nyeri serta meningkatkan magnitude respons, luas area reseptif nyeri, dan aktivitas neuronal spontan.[4-7]
Penulisan pertama: dr. Yudhistira Kurnia