Epidemiologi Sindrom Tourette
Epidemiologi sindrom Tourette atau Tourette’s syndrome (TS) terjadi pada berbagai ras dan kelas sosial. TS banyak ditemukan pada anak usia sekolah dan jenis kelamin laki-laki, di mana kondisi ini dapat mereda dengan pertambahan usia.[1]
Global
Prevalensi TS pada anak usia sekolah diperkirakan sekitar 0,7−4,2%. Jenis kelamin laki-laki lebih sering terkena daripada perempuan, dengan rasio 3:1 hingga 4:1. Usia median onset TS adalah 6 tahun, dan usia paling berisiko mengalami komorbid gangguan psikiatrik lain adalah 4−10 tahun. Sekitar 90% pasien TS memiliki tambahan kondisi atau komorbid yang mempengaruhi TS, di antaranya 40−60% disertai gangguan obsesif kompulsif, 60−90% perilaku obsesif kompulsif, dan +60% attention deficit hyperactivity disorder (ADHD).[1,3,5]
Penelitian di populasi Asia dan Eropa memperkirakan insidensi TS adalah 1−10 per 1.000 anak. Di Amerika Serikat, data dari Centers for Disease Control (CDC) melaporkan pasien yang terdiagnosis klinis TS adalah 0,3−0,76%. Data dari Cina melaporkan prevalensi yang tidak jauh berbeda, yaitu 0,43−0,55%.[1,3]
Indonesia
Hingga saat ini masih belum ada penelitian spesifik tentang prevalensi kejadian TS di Indonesia.
Mortalitas
Mortalitas prematur pada pasien TS lebih tinggi 63% dibandingkan populasi normal. Risiko kematian prematur tersebut tidak dipengaruhi komorbid psikiatri. Pasien TS juga lebih berisiko melakukan penyalahgunaan alkohol dan zat adiktif lainnya, serta melakukan tindakan kriminal yang akan meningkatkan risiko mortalitas.[13]
Stigma sosial, kesempatan aktivitas yang terbatas, dan perilaku bullying meningkatkan risiko bunuh diri pada penderita TS. DIperkirakan insidensi bunuh diri pada pasien TS 4 kali lebih tinggi daripada kelompok kontrol.[13]