Edukasi dan Promosi Kesehatan Stroke
Edukasi dan promosi kesehatan pada stroke perlu mencakup pentingnya rehabilitasi medis. Pasien stroke sering memiliki gejala sisa, sehingga rehabilitasi medis akan bermanfaat memaksimalkan kemandirian dan kualitas hidup pasien.
Edukasi Pasien
Pasien stroke perlu diedukasi bahwa terapi umumnya bersifat jangka panjang. Hal ini dapat menimbulkan frustasi bagi beberapa pasien, sehingga motivasi yang menekankan betapa pentingnya penanganan dan rehabilitasi medis bagi pasien dapat membantu meningkatkan kepatuhan terhadap terapi.
Pasien stroke juga perlu diedukasi mengenai komorbiditas yang dimiliki. Hipertensi merupakan komorbiditas yang palings ering ditemukan pada pasien stroke. Sampaikan bahwa manajemen komorbiditas merupakan bagian penting dalam meningkatkan luaran klinis.
Edukasi pula mengenai kemungkinan rekurensi stroke. Aktivitas fisik rutin, menjaga pola diet, dan mengonsumsi farmakoterapi sesuai arahan dokter diharapkan dapat menurunkan risiko rekurensi.
Pada pasien dengan imobilitas, sampaikan mengenai risiko ulkus dekubitus. Pencegahan dapat dilakukan, misalnya dengan menyesuaikan alas tidur pasien dan melakukan perubahan posisi secara berkala.[1,4,5]
Upaya Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Mayoritas kasus stroke adalah stroke iskemik. Interval antara onset gejala dengan penanganan medis sangat penting dalam penanganan stroke iskemik. Oleh karenanya, masyarakat perlu diedukasi mengenai gejala klinis awal stroke. American Heart Association dan American Stroke Association (AHA/ASA) membuat akronim untuk mengenali stroke di kalangan masyarakat dengan singkatan “FAST”:
- F: Facial drop (wajah merot)
- A: Arm weakness (kelemahan tangan, termasuk juga kaki dan wajah)
- S: Speech problems (berbicara tidak jelas)
- T: Time to call emergency service (semua gejala tersebut sebagai penanda harus segera dibawa ke RS)
Selain itu terdapat akronim lainnya, yaitu 6S, sudden onset of symptoms (onset tiba-tiba), side weakening (lemah satu sisi), slurred speech (bicara pelo), spinning (pusing berputar), dan severe headache (nyeri kepala hebat).[1]
Pencegahan Primer Stroke
Pencegahan primer adalah suatu upaya untuk mencegah stroke pada orang yang belum terkena stroke. Hal ini meliputi penanganan faktor risiko stroke, misalnya dengan antihipertensi pada pasien hipertensi, berhenti merokok, dan penurunan berat badan pada pasien obesitas. Aspirin dosis rendah tidak digunakan sebagai pencegahan primer pada orang usia lanjut tanpa riwayat kardiovaskular.
Inaktivitas Fisik:
Aktivitas fisik disarankan karena mengurangi risiko stroke. Aktivitas fisik aerobik, seperti jalan cepat, sepeda, dan berenang perlu dilakukan secara teratur minimal 3 kali seminggu. Selain itu, olahraga dapat membantu penurunan aktivitas platelet, reduksi fibrinogen plasma, dan meningkatkan aktivitas tissue plasminogen activator.
Dislipidemia:
Selain perubahan pola hidup sehat, penggunaan statin direkomendasikan sebagai pencegahan primer pada pasien dengan dislipidemia.
Nutrisi dan Diet:
Dietary approach to stop hypertension (DASH) direkomendasikan untuk menurunkan berat badan dan mengontrol tekanan darah. Pola diet ini dilakukan dengan banyak mengonsumsi buah dan sayur tinggi kalium.
Hipertensi:
Skrining teratur dan pemberian terapi hipertensi yang sesuai harus dilakukan. Selain terapi, perubahan pola hidup sehat dapat mengurangi risiko hipertensi dan stroke.
Obesitas dan Distribusi Lemak Tubuh:
Penurunan berat badan direkomendasikan karena dapat menurunkan tekanan darah.
Berhenti Merokok:
Konseling dibutuhkan untuk membantu pasien berhenti merokok. Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa stroke iskemik dan stroke hemoragik memiliki hubungan dengan merokok.
Atrial Fibrilasi, Stenosis Mitral, Thrombus
Penggunaan antikoagulan, seperti warfarin dan rivaroxaban, direkomendasikan pada pasien dengan atrial fibrilasi, stenonis mitral, atau trombus untuk mencegah stroke iskemik.
Antiplatelet:
Pemakaian antiplatelet ganda, aspirin dan clopidogrel, direkomendasikan untuk pencegahan sekunder pada pasien dengan kejadian stroke iskemik minor atau transient ischemic attack dengan risiko tinggi.
Untuk profilaksis primer, penggunaan aspirin masih mengundang kontroversi sehingga dokter harus menimbang potensi manfaat dan kerugian, serta mendiskusikannya bersama pasien. Ticagrelor saat ini juga sedang dipelajari lebih lanjut sebagai salah satu opsi pencegahan stroke.
Pencegahan Sekunder Stroke
Pencegahan sekunder adalah upaya yang dilakukan pada pasien yang telah terkena stroke.
Hipertensi:
Antihipertensi yang disarankan untuk tata laksana hipertensi pada pasien stroke adalah angiotensin-converting enzyme-inhibitor seperti captopril dan angiotensin receptor blocker seperti amlodipine.
Dislipidemia:
Pada pasien stroke yang mengalami dislipidemia, terapi sebaiknya tidak didasarkan pada kadar kolesterol sebagai target terapi. Sebaliknya, berikan monoterapi statin dosis sedang fixed-dose untuk menurunkan tingkat mortalitas dan kejadian kardiovaskular pasien.
Pemeriksaan tambahan seperti C-reactive protein dan skor kalsium dapat memberikan keuntungan dalam penggunaan terapi karena memiliki nilai prediksi yang baik, akan tetapi tidak direkomendasikan untuk dilakukan secara rutin. Hal ini karena masih kurangnya bukti mengenai efeknya terhadap luaran pasien, harga pemeriksaan, dan risiko radiasi pada pemeriksaan kalsium arteri koroner.
Diabetes Mellitus:
Kontrol gula darah sangat direkomendasikan pada pasien diabetes mellitus dengan stroke. Penggunaan insulin 1 jam setelah stroke diikuti dengan rtPA 1,5 jam setelah kejadian stroke akut telah dilaporkan berkaitan dengan penurunan risiko infark, edema, dan perdarahan otak.
Sindrom Metabolik:
Obat yang dapat digunakan pada pasien stroke dengan sindrom metabolik adalah thiazolinedindione. Thiazolindindione berperan sebagai agonis peroxisome proliferator-activated receptor-γ (PPAR-γ) yang dapat menyebabkan aktivasi metabolisme lipid, penyerapan glukosa, dan antiinflamasi. Selain itu, thiazolindindione juga memiliki efek yang menguntungkan bagi sistem kardiovaskular, seperti sebagai antiaterogenik dan antihipertensif.
Modifikasi Gaya Hidup
Konseling untuk program henti rokok sangat direkomendasikan dan efektif dalam membantu perokok untuk berhenti merokok. Pelayan kesehatan harus memberitahukan pasien dengan riwayat stroke dan transient ischemic attack agar berhenti merokok. Selain itu, pasien juga harus mengurangi atau menghentikan konsumsi alkohol.
Aterosklerosis:
Pemeriksaan pencitraan sebaiknya dilakukan pada pasien dengan stroke dan transient ischemic attack setelah 6 bulan selesai rawat. Terapi medis seperti penggunaan antiplatelet, statin, dan modifikasi faktor risiko sangat direkomendasikan. Operasi bypass intrakranial dan ekstrakranial tidak direkomendasikan pada pasien dengan oklusi atau stenosis arteri karotis dan serebral tengah.[1,4,5,7,18-21]
Penulisan pertama oleh: dr. Rainey Ahmad