Penatalaksanaan Stroke
Penatalaksanaan stroke biasanya dimulai dengan penanganan akut dalam kondisi emergensi dan dilanjutkan dengan rehabilitasi pasien jangka panjang. Selain itu, pemilihan jenis terapi juga dilihat dari waktu masuk layanan kesehatan dan onset dari stroke. Stroke memiliki jendela terapi 3-6 jam.
Beberapa hal yang harus dilakukan pada kasus stroke akut adalah:
- Lakukan intubasi bila pasien tidak sadar atau Glasgow Coma Scale di bawah 8. Pastikan jalan napas pasien aman jika intubasi tidak dapat dilakukan
- Jika pasien mengalami hipoksia (saturasi oksigen di bawah 94%), berikan oksigen. Mulai dari pemberian 2 liter per menit menggunakan nasal kanuldan tingkatkan hingga 4 liter per menit sesuai kondisi pasien
- Dapat dilakukan elevasi kepala 30 derajat, tetapi penelitian terbaru mempertanyakan posisi kepala mana yang lebih baik, apakah elevasi kepala atau tidak[19]
Stroke Iskemik
Terapi stroke iskemik bertujuan untuk mempertahankan jaringan pada ischemic penumbra. Terapi yang dapat diberikan mencakup pemberian recombinant tissue-type plasminogen activator (rtPA), aspirin, dan terapi suportif. Antihipertensi tidak lagi disarankan karena justru berkaitan dengan luaran yang buruk.
Recombinant Tissue-Type Plasminogen Activator
Pemberian rtPA (recombinant tissue-type plasminogen activator) atau alteplase merupakan pilihan dalam upaya revaskularisasi pada stroke iskemik menggunakan agen trombolisis. Pemberian trombolisis dengan rtPA pada stroke iskemik dibahas secara lengkap pada artikel terpisah, termasuk cara pemilihan pasien dan kontraindikasi pemberian.
Pemberian rtPA harus segera dilakukan dalam 3 jam sejak onset terjadinya stroke dan kemungkinan stroke hemoragik telah disingkirkan. Dokter juga perlu menimbang risiko komplikasi yang muncul akibat rtPA, seperti perdarahan intrakranial dan reaksi alergi.[18-20]
Aspirin
Penggunaan antiplatelet juga direkomendasikan oleh The American Heart Association/American Stroke Association tahun 2018. Pemberian aspirin diberikan 24-48 jam setelah onset. Pada pasien yang mendapat r-tPA, pemberian aspirin dilakukan setelah 24 jam.
Pemberian aspirin pada stroke akut (<48 jam) dilaporkan efektif dalam mengurangi angka kematian dan kejadian stroke. Dosis yang dapat diberikan adalah 160-325mg. Terdapat juga studi yang menemukan pemberian antiplatelet kombinasi aspirin dan clopidogrel hingga hari ke-21 lebih efektif dibandingkan pemberian antiplatelet saja, tetapi hal ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
Risiko perdarahan akibat penggunaan aspirin terjadi berhubungan dengan dosis yang diberikan. Perdarahan yang paling sering terjadi adalah perdarahan gastrointestinal.[18-20]
Antikoagulan
Pemberian antikoagulan, seperti warfarin dan rivaroxaban, tidak dianjurkan pada kasus stroke akut. Antikoagulan tidak diindikasikan dan tidak berkaitan dengan perbaikan luaran pasien stroke akut. Antikoagulan dapat diberikan pada pasien yang memiliki kondisi medis yang meningkatkan risiko stroke, misalnya atrial fibrilasi.[18-21]
Terapi Suportif
Pada pasien stroke, dokter perlu mengevaluasi apakah terdapat hipoglikemia atau hiperglikemia, karena kedua kondisi ini memiliki gejala yang mirip dengan stroke. Keadaan hipoglikemia dan hiperglikemia harus segera diatasi. Hipoglikemia dapat diatasi dengan dekstrosa 40%, sedangkan hiperglikemia dapat diatasi dengan pemberian insulin drip.
Pasien stroke juga umumnya membutuhkan tata laksana maupun pencegahan retensi urine dengan cara kateterisasi uretra. Namun, bila tidak memungkinkan atau gagal, dokter dapat melakukan kateterisasi suprapubik.
Beberapa praktisi memberikan agen neuroprotektif seperti citicolin atau piracetam pada pasien stroke iskemik. Namun, bukti tentang efikasi kedua agen ini pada stroke sebenarnya masih kontroversial.[18-20]
Antihipertensi
Manfaat pemberian antihipertensi pada pasien stroke iskemik masih menjadi kontroversi. Pada aliran darah otak yang buruk, pembuluh darah pada otak kehilangan fungsi vasoregulator, sehingga untuk mempertahankan tekanannya, pembuluh tersebut bergantung pada Mean Arterial Pressure (MAP) dan cardiac output. Penggunaan antihipertensi dianggap dapat mengurangi perfusi dan memperparah kejadian iskemia.[18-20]
Stroke Hemoragik
Kunci penanganan stroke hemoragik adalah menghentikan perdarahan, penanganan tekanan tinggi intrakranial, serta identifikasi dan penanganan komplikasi seperti kejang.
Penghentian Perdarahan
Dokter perlu mengidentifikasi apakah pasien memiliki diasthesis perdarahan. Jika pasien menggunakan antikoagulan, lakukan anticoagulant reversal.
Kontrol Tekanan Darah
Pedoman klinis saat ini merekomendasikan penurunan tekanan darah pada pasien dengan stroke hemoragik intraserebral dengan tekanan darah antara 150- 200 mmHg. Pada populasi ini, penurunan tekanan darah diduga aman dan mungkin dapat memperbaiki luaran pasien.
Penghambat kanal kalsium intravena seperti nikardipin dan beta bloker seperti labetalol merupakan pilihan untuk pengurangan tekanan darah inisial mengingat waktu paruhnya yang pendek dan mudah dititrasi. Pemberian nitrat harus dihindari karena potensi vasodilatasi serebral dan peningkatan tekanan intrakranial. Agen antihipertensi oral disarankan untuk dimulai segera setelah pasien mampu mentoleransinya, untuk mencegah hipertensi resisten dan memfasilitasi transisi perawatan jangka panjang.[5,22,23]
Penanganan Peningkatan Tekanan Intrakranial
Penanganan tekanan tinggi intrakranial dapat menggunakan manitol bolus intravena 0,25-1 gram/kg/30 menit, dilanjutkan dengan 0.25 gram/kg/30 menit selama 3-5 hari.
Penanganan juga dapat dilakukan dengan pembedahan. Tindakan bedah dilakukan dengan mempertimbangkan usia pasien dan letak perdarahan.[5,22,23]
Penanganan Kejang
Penanganan kejang dapat menggunakan diazepam 5-20 mg intravena. Tata laksana untuk keluhan umum lainnya sama dengan stroke iskemik.[5,22,23]
Rehabilitasi
Terapi rehabilitasi pada stroke dapat terdiri dari terapi bicara, fisioterapi, konseling psikologi, dan terapi okupasi. Tim yang merawat pasien haruslah tim multidisiplin dengan anggota meliputi, dokter, perawat, pekerja sosial, psikolog, terapis okupasi, fisioterapis, dan terapis bicara dan bahasa.[5,22,23]
Penulisan pertama oleh: dr. Rainey Ahmad