Edukasi dan Promosi Kesehatan Cephalopelvic Disproportion
Edukasi dan promosi kesehatan yang penting disampaikan adalah agar ibu hamil memeriksakan kehamilan secara berkala ke fasilitas kesehatan, sehingga dapat terdeteksi apabila ada tanda-tanda cephalopelvic disproportion.
Saat kunjungan antenatal, tenaga kesehatan harus mencatat antropometri ibu hamil pada buku pemeriksaan yang disediakan pemerintah mulai dari tinggi badan, pertambahan berat badan, serta perkembangan kehamilan seperti ukuran tinggi fundus uteri yang dapat digunakan untuk memperkirakan taksiran berat janin.
Edukasi Pasien
Ibu yang memiliki faktor risiko dan tanda-tanda cephalopelvic disproportion sebaiknya disarankan untuk melakukan persalinan di rumah sakit yang memiliki fasilitas sectio caesarea. Ibu dengan CPD juga harus diinformasikan bahwa hal ini belum tentu akan terjadi lagi pada kehamilan selanjutnya.
Selain itu, pasien juga harus diinformasikan mengenai komplikasi yang dapat terjadi bila tidak dilakukan SC. Pasien dengan CPD yang memiliki faktor risiko yang dapat dimodifikasi, seperti diabetes gestasional, juga harus di edukasi untuk selalu melakukan kontrol penyakit penyerta yang mempengaruhi, misalnya dengan mengontrol diet.[1,3,15,24, 25]
Upaya Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Upaya pencegahan dan pengendalian CPD dilakukan dengan memodifikasi faktor risiko seperti pengendalian pertambahan berat badan ibu hamil, diabetes gestasional, dan memperbaiki indeks massa tubuh (IMT) sebelum hamil.
Petugas kesehatan di fasilitas kesehatan tingkat pertama harus bisa mendeteksi persalinan lama (distosia) dan mencurigai tanda CPD pada ibu inpartu, serta melakukan rujukan pada waktu yang tepat bila ditemukan kelainan pola persalinan.[24]
Percobaan persalinan yang gagal dan sectio caesarea darurat berdampak terhadap psikologis ibu. Intervensi yang darurat dan tidak terencana selama proses persalinan juga berkaitan dengan meningkatnya morbiditas maternal dan janin. Pemeriksaan MRI pelvimetri juga dapat dilakukan untuk mendeteksi CPD lebih awal sehingga dapat mengurangi intervensi darurat.[20,32]
Active Management of Risk in Pregnancy at Term
Sebuah protokol yang dikenal dengan Active Management of Risk in Pregnancy at Term (AMOR-IPAT) sudah dipakai pada beberapa penelitian dan terbukti dapat mengurangi jumlah persalinan SC secara signifikan. Beberapa kasus dengan faktor risiko CPD berhasil melahirkan secara per vaginam dengan penerapan protokol ini.
Berdasarkan teori, kapasitas panggul ibu hamil cenderung tetap, sedangkan ukuran kepala janin akan terus bertambah, sehingga risiko CPD akan semakin meningkat seiring dengan usia kehamilan. Faktor risiko lain yang dinilai yaitu :
- Tinggi badan ibu <157 cm
- Ukuran panggul yang sempit pada pemeriksaan awal kehamilan
- Taksiran berat janin yang besar
- Pertambahan berat badan ibu >15 kg
- Indeks massa tubuh (IMT) ibu >30 kg/m2
- Ukuran janin lebih besar (≥3 cm) dari usia kehamilan
- Diabetes gestasional
- Hasil pemeriksaan USG pada trimester 3 menunjukkan tanggal taksiran persalinan yang lebih cepat dibandingkan hasil USG pada trimester sebelumnya[17,29,31]
Faktor risiko tersebut masing-masing menjadi "pengurang" dari waktu persalinan 41 minggu, sehingga didapatkan batas atas waktu persalinan yang optimal. Bila pada saat waktu persalinan yang optimal tersebut belum terjadi inpartu, maka akan dilakukan pematangan serviks dan induksi persalinan dengan harapan janin dapat dilahirkan per vaginam dengan ukuran kepala saat itu yang proporsional dengan kapasitas panggul.[17,33]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli