Diagnosis Galactorrhea
Diagnosis galactorrhea dibuat berdasarkan anamnesis berupa keluhan adanya sekret seperti susu yang keluar dari puting dan tidak berhubungan dengan laktasi maupun kehamilan dapat membantu mengarahkan diagnosis galactorrhea.
Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dilakukan untuk membuktikan adanya galactorrhea serta etiologi yang mendasari.[3]
Anamnesis
Anamnesis untuk membedakan antara hiperprolaktinemia dan normoprolaktinemia dilakukan dengan menanyakan adanya gangguan menstruasi yang menyertai keluhan galactorrhea.
Pada hiperprolaktinemia biasanya pasien akan mengeluhkan gangguan siklus menstruasi, seringkali amenorea, sedangkan pada normoprolaktinemia jarang ditemukan adanya gangguan siklus menstruasi.[6]
Pada pasien dengan hiperprolaktinemia perlu digali mengenai keluhan lainnya seperti penurunan libido, disfungsi erektil, infertilitas, dan ginekomastia (pada laki-laki). Keluhan berupa nyeri kepala dan gangguan penglihatan dapat ditanyakan untuk mengeksklusi adanya lesi/tumor hipofisis yang dapat menimbulkan gejala tersebut.[3,34]
Perlu dilakukan anamnesis mengenai konsumsi obat-obatan yang dapat menginduksi terjadinya galactorrhea dan riwayat penyakit dahulu, misalnya penyakit ginjal kronis, hipotiroidisme, serta riwayat cedera kepala dan lesi dinding dada untuk mencari etiologi atau penyebab eksaserbasi.[16-20,22-24]
Pemeriksaan Fisik
Untuk menilai galactorrhea pada pemeriksaan fisik, pasien diposisikan duduk dan dengan tubuh agak dicondongkan ke depan. Perlu dilakukan penekanan ke arah areola untuk melihat adanya sekret menyerupai susu yang keluar dari areola.
Galactorrhea dapat terjadi dengan spontan maupun dipresipitasi oleh tekanan pada puting susu. Galactorrhea biasanya bilateral dan biasanya menyerupai susu.[10,13,35]
Pemeriksaan lapang pandang juga perlu dilakukan apabila dicurigai adanya tumor yang bersebelahan atau menekan kiasma optikum, terutama tumor hipofisis. Pemeriksaan lapang pandang ulang juga perlu dilakukan sebagai evaluasi terapi homonymous hemianopia apabila sebelum terapi sudah ditemukan adanya gangguan.[8]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding untuk galactorrhea meliputi keadaan lainnya yang menyebabkan munculnya sekresi pada puting susu, antara lain :
Kanker Payudara
Pada kanker payudara, pasien dapat datang dengan keluhan keluarnya cairan dari puting susu yang biasanya disertai darah dan biasanya unilateral. Keluhan ini disertai dengan benjolan pada payudara yang keras, immobile, dan seringkali tidak nyeri. Penegakan diagnosis dapat dilakukan dengan pemeriksaan histopatologis maupun Magnetic Resonance Imaging (MRI) untuk pemeriksaan yang tidak terlalu invasif.[36,37]
Abses Mammae
Abses mammae dapat terjadi pada perempuan maupun laki-laki. Keluhan dapat berupa pembesaran pada payudara yang nyeri, kemerahan, dan keluarnya sekret purulen dari puting. Abses mammae biasanya terjadi pada ibu pasca melahirkan dan menyusui dengan riwayat jadwal menyusui yang terlewatkan, puting susu lecet (cracked nipples), abrasi kulit, serta riwayat mastitis.[38,39]
Abses mammae pada laki-laki berkaitan dengan ginekomastia dan biasanya terjadi pada pasien dengan riwayat imunodefisiensi misalnya HIV), keganasan, pasca infeksi Salmonella. Selain itu, dapat juga disebabkan oleh infeksi tuberkulosis pada dinding dada.[38]
Seperti halnya pada kanker payudara, penegakan diagnosis dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan histopatologi dengan fine needle aspiration biopsy (FNAB). Biasanya keluhan pada abses mammae jarang disertai dengan gangguan libido dan infertilitas, sehingga hal ini dapat menjadi salah satu pembanding untuk membedakan dengan galactorrhea.[38,39]
Mastitis Neonatorum
Mastitis neonatorum adalah infeksi jaringan payudara yang terjadi pada neonatus sampai usia 2 bulan. Kondisi ini terjadi akibat penyebaran bakteri patogen dari kulit maupun membran mukosa pada saat dilakukan “pemencetan” puting susu untuk mengeluarkan “witch’s milk” yang merupakan efek dari estrogen ibu. Manifestasi klinisnya berupa edema dan eritema pada dada, unilateral, nyeri, dan disertai dengan sekret purulen.[13]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan kadar hormon prolaktin, pemeriksaan laboratorium lainnya, dan pencitraan perlu dilakukan untuk mengevaluasi penyebab galactorrhea yang terjadi.
Pemeriksaan Kadar Prolaktin
Kadar normal prolaktin basal (pagi setelah “puasa”) adalah <20 ug/L pada perempuan yang tidak hamil. Kadarnya dapat meningkat sampai ≥300 ug/L saat hamil. Peningkatan kadar prolaktin karena obat dapat mencapai 100 ng/mL, namun pada penggunaan antipsikotik dapat mencapai 250 ng/mL. Kadar prolaktin yang melebihi 100 ng/mL perlu dirujuk ke spesialis endokrinologi untuk tata laksana lebih lanjut.[1,2,17]
Sekresi prolaktin secara fisiologis bersifat episodik dan labil, maka apabila pada pemeriksaan kadar prolaktin ditemukan peningkatan kadar prolaktin namun masih <100 ng/mL, maka harus dikonfirmasi kembali minimal 2 kali, kecuali peningkatannya signifikan (>80-100 ng/L). Kadar prolaktin >200 ng/mL dapat mengarahkan diagnosis ke prolaktinoma.
Pemeriksaan kadar prolaktin dilakukan ketika pasien sedang puasa, tidak berolahraga, dan tanpa stimulasi payudara. Keadaan stress psikologis maupun olahraga atau karena penyakit akut, secara fisiologis akan menyebabkan kadar prolaktin meningkat.[3,31]
Untuk membedakan makroadenoma (adenoma hipofisis) dan hiperprolaktinemia karena penggunaan antipsikotik salah satunya adalah dengan mengetahui kadar prolaktin. Kadar >500 ug/L akan lebih mengarahkan diagnosis ke makroadenoma, sedangkan kadar <200 ug/L lebih ke hiperprolaktinemia karena obat.[14]
Selain untuk keperluan diagnostik, pemeriksaan kadar prolaktin juga dilakukan untuk monitoring keberhasilan terapi. Kadar prolaktin juga harus diukur kembali 1 bulan setelah memulai dopamin agonis dan secara periodik kemudian.[8]
Pemeriksaan Laboratorium Lainnya
Pemeriksaan laboratorium lainnya dilakukan untuk mengetahui etiologi yang mendasari galactorrhea, antara lain :
- Pemeriksaan kadar TSH dan T4 untuk mengeksklusi hipotiroidisme sebagai salah satu etiologi galactorrhea
- Kadar serum kreatinin, ureum, dan laju filtrasi glomerulus untuk mengetahui fungsi ginjal
- Kadar β-HCG pada pasien dengan keluhan galactorrhea yang disertai amenorea untuk mengeksklusi kemungkinan hamil[3]
Apabila ragu untuk menentukan bahwa sekret yang dihasilkan mengandung susu, maka dapat dilakukan pewarnaan Sudan IV untuk mengkonfirmasi. Pewarnaan Sudan IV dilakukan untuk menganalisis sekret yang keluar dari puting susu, untuk melihat adanya droplet lemak pada sekret tersebut. Hal ini dapat membantu mengarahkan diagnosis ke galactorrhea.[35]
Pencitraan
Pemeriksaan pencitraan pada galactorrhea biasanya dilakukan untuk menegakkan etiologi dan mengeksklusi kemungkinan diagnosis lainnya yang memiliki manifestasi menyerupai galactorrhea.
Mamografi dan Ultrasonografi:
Pemeriksaan mamografi dan ultrasonografi dilakukan apabila dicurigai adanya massa atau adanya perubahan pada payudara maupun puting pada pemeriksaan fisik. Mamografi dapat membantu mendeteksi massa, mikrokalsifikasi, dan gangguan struktur jaringan dan kelenjar mammae yang kemungkinan dapat membantu mengidentifikasi penyebab timbulnya sekret dari puting susu.
Namun, sensitivitas mamografi untuk keperluan melihat lesi penyebab timbulnya sekret dari puting masih rendah, hasil mamografi yang normal belum tentu mengeksklusi etiologi penyebabnya. Sehingga pemeriksaan mamografi untuk keperluan diagnosis pada keadaan ini masih kurang dianjurkan.[40,41]
Pemeriksaan ultrasonografi merupakan pemeriksaan yang paling sederhana yang dapat membantu mem-visualisasi struktur duktus dan jaringan intraduktus pada mammae. Ultrasonografi dapat membantu memeriksa lebih lanjut lesi yang ditemukan pada mamografi maupun membantu dalam melakukan biopsi. Ultrasonografi dapat mengidentifikasi lesi yang berukuran <1 cm, terutama pada wanita dengan jaringan mammae yang lebih padat.[36]
Magnetic Resonance Imaging (MRI):
Pemeriksaan MRI terutama dilakukan untuk mengidentifikasi lesi pada hipofisis dan sella turcica. Pemeriksaan ini sangat dianjurkan terutama apabila ditemukan adanya peningkatan kadar prolaktin >200 ng/mL atau dicurigai adanya tumor hipofisis maupun non-hipofisis.
Computed Tomography scan (CT-scan) juga dapat dilakukan, namun sifatnya tidak terlalu sensitif untuk mengidentifikasi lesi kecil yang sifatnya isodens dengan struktur sekitarnya.[3,14,31]
Pemeriksaan MRI hipofisis pada mikroprolaktinoma perlu diulang 1 tahun setelah terapi, namun pada makroprolaktinoma harus diulang lebih cepat sesuai dengan keadaan klinis pasien, terutama apabila terdapat keluhan tambahan maupun peningkatan kadar prolaktin yang progresif.[8]
Densitas Tulang:
Pemeriksaan densitas tulang dilakukan mengingat ditemukan adanya penurunan densitas tulang pada keadaan hipogonadisme. Prolaktin memiliki reseptor di osteoblas yang apabila diaktifkan dengan terikatnya prolaktin pada reseptor tersebut akan menginduksi apoptosis dan mengurangi proliferasi.[42]
Pemeriksaan ulang densitas tulang juga perlu dilakukan kembali apabila sebelum dilakukan terapi pada hiperprolaktinemia ditemukan adanya gangguan. Perbaikan kadar prolaktin biasanya diikuti dengan perbaikan hasil pemeriksaan densitas tulang.[8]
Direvisi oleh: dr. Gabriela Widjaja