Penatalaksanaan Galactorrhea
Penatalaksanaan pada galactorrhea tergantung dari penyebabnya. Misalnya, menghentikan obat yang menyebabkan galactorrhea dan mengobati prolaktinoma. Namun, apabila dengan hal ini tidak dapat memperbaiki gejala, tata laksana farmakologi yang paling dianjurkan adalah dengan pemberian dopamin agonis.[43]
Pada normoprolatinemia galactorrhea, terapi yang diberikan juga sesuai dengan etiologi penyebabnya. Namun terkadang untuk menemukan etiologi penyebabnya lebih sulit, sehingga dapat dilakukan terapi dengan dopamin agonis pada dosis yang rendah.[6]
Terapi Farmakologi
Terapi farmakologi pada galactorrhea bergantung dari penyebabnya, yaitu hiperprolaktinemia dan normoprolaktinemia. Pada galactorrhea yang disebabkan karena hiperprolaktinemia, terapi yang disarankan adalah memperbaiki kelebihan hormon.[7]
Terapi Farmakologi pada Hiperprolaktinemia
Drug of choice dalam penatalaksanaan galactorrhea adalah agonis/reseptor dopamin (D2) seperti bromokriptin dan cabergoline. Pengobatan ini efektif pada 80-90% pasien dengan mikroadenoma dan 70% pasien dengan makroadenoma.
Agonis/reseptor dopamin dapat membantu mengurangi ukuran tumor, mengurangi kadar prolaktin, dan menormalisasi fungsi hipofisis. Biasanya terapi akan berlangsung 2-4 tahun dan apabila dihentikan tiba-tiba keadaan hiperprolaktinemia akan berulang dan terjadi reekspansi tumor.[2,14,31,44]
Bromokriptin dapat mengembalikan fertilitas pada perempuan yang infertil dengan galactorrhea normoprolaktinemia. Kombinasi dengan clomiphene akan meningkatkan efektivitasnya. Pada pasien dengan hipertensi esensial, bromokriptin juga dapat mengurangi kadar prolaktin sekaligus mengurangi tekanan darah. Semakin tinggi kadar prolaktin, maka tekanan darah sistolik dan diastolik juga semakin meningkat.[6,44]
Pada hiperprolaktinemia, dopamin agonis dapat dihentikan 2-3 tahun setelah terapi setelah kadar prolaktin normal dan dilakukan tapering off gradual, terutama apabila tidak ditemukan adenoma pada MRI.[8]
Terapi Farmakologi pada Normoprolaktinemia
Pada normoprolaktinemia, agonis dopamin dapat dimulai dengan dosis rendah dan dinaikkan perlahan, lalu diturunkan secara perlahan apabila ditemukan adanya perbaikan gejala klinis.[6]
Pada keadaan hipotiroid dengan hiperplasia hipofisis, terapi pengganti hormonal dapat memperbaiki keadaan tersebut. Terapi dengan levotiroksin dapat menormalisasi kadar hormon tiroid dan hiperplasia hipofisis.[16]
Terapi Nonfarmakologi
Galactorrhea terkadang dapat sembuh dengan sendirinya tanpa terapi farmakologi. Pasien perlu diedukasi untuk menghindari stimulasi payudara berlebihan atau obat-obatan memicu terjadinya galactorrhea.
Stimulasi payudara yang dimaksud adalah melakukan stimulasi terutama pada area puting dengan “mencubit” atau meremas atau melakukan manipulasi lainnya pada area puting susu. Selain itu, perlu mengurangi penggunaan pakaian yang menyebabkan friksi berlebihan terhadap puting susu.[35]
Pada pasien dengan galactorrhea akibat penggunaan antipsikotik, hal pertama yang perlu dilakukan adalah menghentikan atau mengurangi dosis antipsikotik lalu mengganti pengobatan dengan antipsikotik prolactin-sparing. Setelah itu evaluasi perkembangan klinis pasien.
Agonis dopamin dapat membantu memperbaiki keadaan hiperprolaktinemia, namun dapat memperburuk gejala psikiatri, sehingga pada keadaan ini perlu dipertimbangkan secara matang terapi yang diberikan dengan konsultasi kepada dokter spesialis yang menangani pasien tersebut.[17]
Konseling Kehamilan
Pasien wanita dengan mikroadenoma yang sedang menjalankan terapi bromocriptine dan cabergoline yang akhirnya hamil dapat menghentikan terapi tersebut. Belum ada bukti yang kuat mengenai efek obat pada kehamilan.
Seiring dengan meningkatnya konsentrasi prolaktin saat kehamilan, pengukuran prolaktin serial tidak informatif. Pasien harus dimonitor berdasarkan gejala klinisnya, seperti bertambahnya gangguan lapang pandang, yang mengindikasikan bertambahnya ukuran tumor.[8]
Pembedahan
Intervensi pembedahan dibutuhkan pada pasien yang resisten dengan pengobatan farmakologi dengan dopamin agonis dan untuk keadaan gawat darurat seperti gangguan penglihatan akut. Operasi transfenoidal dilakukan sebagai terapi lini kedua pada keadaan ini.
Pengukuran kadar prolaktin dan MRI berulang dilakukan untuk follow-up pasien tersebut. Follow-up dilakukan minimal satu tahun atau sampai terjadi remisi. Remisi didefinisikan sebagai tercapainya kadar prolaktin yang normal (<13 ng/mL) setelah operasi dengan diikuti perbaikan gejala klinis dan radiologis (MRI).[5,14]
Direvisi oleh: dr. Gabriela Widjaja