Pendahuluan Inversio Uterus
Inversio uterus merupakan komplikasi persalinan yang sangat serius berupa kondisi kolaps fundus yang mencapai kavitas endometrium. Umumnya, pasien dengan inversio uterus datang ke fasilitas kesehatan dengan kondisi postpartum. Akan tetapi, pada beberapa kasus yang jarang, inversio uterus dapat terjadi tanpa adanya persalinan.
Inversio uterus yang tidak berhubungan dengan persalinan diduga terjadi akibat adanya massa pada uterus, misalnya mioma uteri, yang menyebabkan kelemahan dinding uterus. Selain itu, inversio uterus juga berhubungan dengan penggunaan obat tokolitik, misalnya terbutaline atau nifedipine.
Terjadinya inversio uterus paling sering terjadi dikarenakan oleh traksi tali pusat eksesif dan tekanan fundus uteri saat persalinan kala tiga sebelum separasi plasenta, yang umumnya dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kurang terlatih.[1,2]
Presentasi klinis pasien inversio uterus umumnya datang dengan benjolan pada vagina yang disertai perdarahan dan tanda syok. Diagnosis inversio uterus dapat dicurigai ketika klinisi tidak menemukan fundus uterus pada abdomen. Pemeriksaan bimanual merupakan pemeriksaan paling penting dalam mendiagnosis inversio uterus, yang dapat menemukan ada tidaknya fundus uterus pada abdomen dan fundus uterus pada daerah vagina pasien. [2,3]
Pemeriksaan penunjang umumnya jarang dilakukan, akan tetapi pada beberapa kasus yang mencurigakan dapat dilakukan pemeriksaan ultrasonografi abdomen untuk menyingkirkan diagnosis banding, seperti prolaps fibroid dan prolaps uterus. Tujuan penanganan kasus inversio uterus adalah menjaga stabilitas hemodinamik pasien dan mereposisi uterus ke letak anatomisnya.
Tindakan reposisi manual merupakan tindakan yang paling sering digunakan untuk mengembalikan uterus kembali ke abdomen. Beberapa teknik reposisi lain dan tindakan operatif dapat dilakukan apabila reposisi manual tidak berhasil. [3-5]