Panduan e-Prescription Mastitis
Panduan e-prescription mastitis ini dapat digunakan oleh Dokter pada saat akan memberikan terapi medikamentosa secara online.
Mastitis adalah peradangan pada kelenjar payudara, yang umumnya dialami oleh ibu menyusui (masa nifas). Insidensi mastitis cukup tinggi, yaitu terjadi pada 1 dari 5 ibu menyusui. Mastitis paling sering terjadi pada 6‒8 minggu pertama pasca melahirkan.[1]
Tanda dan Gejala
Pada anamnesis, pasien dengan mastitis mengeluhkan payudara sangat nyeri, panas, dan bengkak. Selain itu, dapat ditemukan gejala sistemik, yaitu demam menggigil (>38°C), ngilu seluruh tubuh, mual, dan nyeri kepala.[1,2]
Pada pemeriksaan fisik, payudara tampak kemerahan, tegang, panas, bengkak, dan timbul garis-garis merah yang mengarah ke ketiak.[1,2]
Peringatan
Pemberian antibiotik untuk pasien mastitis perlu kewaspadaan, karena ibu menyusui tetap dapat memberikan ASI kepada bayi saat pengobatan. Beberapa peringatan pemberian antibiotik pada ibu menyusui adalah:
Ciprofloxacin tidak disarankan untuk ibu hamil dan menyusui karena berpotensi buruk terhadap muskuloskeletal bayi.[3,4]
Trimethoprim memiliki efek samping mengganggu metabolisme asam folat, sehingga disarankan untuk tidak diberikan pada ibu hamil dan menyusui.[5]
Cotrimoxazole (trimethoprim/sulfamethoxazole) tidak disarankan untuk ibu menyusui dengan bayi usia <1 bulan, imunokompromais, jaundice, prematur, atau defisiensi glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6PD).[2,5]
Perawatan Payudara
Manajemen perawatan payudara memiliki tingkat keberhasilan yang lebih tinggi daripada terapi antibiotik, sehingga dokter perlu menekankan hal ini dalam rencana perawatan. Perawatan payudara utama untuk mastitis adalah memastikan ASI harus tetap keluar dan memastikan bayi menyusui dengan posisi tepat.[13]
ASI Harus Tetap Keluar
Ibu menyusui yang mengalami mastitis harus dijelaskan bahwa ibu tidak perlu berhenti menyusui selama pengobatan. Hal ini karena salah satu penyebab mastitis adalah ASI yang statis, sehingga ibu diharuskan untuk tetap menyusui secara bergantian pada payudara yang sehat dan terinfeksi. Jika bayi sudah kenyang tetapi ASI masih ada, maka ASI harus dipompa sesering mungkin.[2,6,7,13]
Posisi Bayi Menyusui dengan Posisi Tepat
Memastikan bayi melekat dengan baik akan meminimalkan proses peradangan dan trauma pada puting.[13]
Selain itu, edukasi mengenai perawatan puting dan payudara yang terinfeksi meliputi:
Cuci tangan dengan bersih sebelum perawatan payudara
- Jangan membersihkan dan mengoleskan puting susu dengan krim, minyak, alkohol, ataupun sabun
- Rawat puting susu dengan kapas yang diberi baby oil lalu tempelkan selama 5 menit
- Pijat kedua payudara dengan lembut, mulai dari luar menuju ke puting susu
- Sebelum menyusui, tempelkan handuk halus yang dibasahi air hangat pada payudara
- Setelah menyusui, kompres payudara dengan air dingin untuk mengurangi nyeri dan bengkak
- Gunakan bra yang tidak ketat dan bersifat menopang payudara[2,7,12]
Medikamentosa
Penatalaksanaan mastitis memerlukan antibiotik sistemik yang efektif terhadap bakteri Staphylococcus aureus, sebagai organisme yang paling sering menyebabkan mastitis. Selain itu, diberikan juga terapi suportif, seperti analgesik, untuk mengurangi keluhan.[2,12]
Topikal
Obat topikal dapat diberikan untuk mengurangi fisura pada puting, salep mupirocin 2% atau salep fusidic acid. Sementara, mastitis akibat infeksi jamur dapat diberikan salep nystatin, miconazole, atau ketoconazole.[2]
Namun, bukti efikasi pemberian antibiotik topikal untuk mastitis rendah. Selain itu, tidak ada perbedaan efikasi antibiotik antara pemberian topikal atau oral, tetapi mana risiko pemberian topikal dapat menyebabkan ruam dan sariawan pada mulut bayi.[12]
Antibiotik
Sebagai lini pertama, dapat dipilih salah satu obat antibiotik peroral berikut:
Dicloxacillin: 500 mg 4 kali/hari, selama 10 hari
Cephalexin: 500 mg 4 kali/hari, selama 10 hari
Amoxicillin clavulanate: 500 mg 3 kali/hari atau 875 mg 2 kali/hari, selama 10 hari[8]
Antibiotik lini kedua dapat dipilih jika alergi terhadap golongan penicillin:
Erythromycin: 500 mg 2 kali/hari, peroral selama 10 hari[8]
Analgesik
Untuk mengurangi rasa nyeri, dapat dipilih analgesik:
Ibuprofen: 400 mg, peroral, 2 kali/hari, dosis maksimal 1,6 gram/hari[9]
Paracetamol: 500 mg, peroral, 4 kali/hari, dosis maksimal 4 gram/hari[10]
Pemberian pada Ibu Hamil
Semua antibiotik sistemik di atas dapat diberikan pada ibu hamil. Penggunaan analgesik ibuprofen pada ibu hamil tidak disarankan.[11]