Diagnosis Menopause
Diagnosis menopause perlu dicurigai ketika seorang wanita mengalami gejala seperti periode menstruasi tidak teratur, panjang siklus menstruasi yang berfluktuasi, atau gejala menopause lain seperti hot flushes dan gangguan tidur, terutama jika usia sekitar 45-55 tahun.
Konfirmasi diagnosis dilakukan melalui pemeriksaan kadar hormon seperti FSH (follicle-stimulating hormone) dan estradiol dalam darah, di mana FSH biasanya meningkat dan estradiol menurun pada wanita yang telah mengalami menopause.[1,3]
Anamnesis
Saat anamnesis perlu diidentifikasi usia pasien, gaya hidup, riwayat obstetri dan ginekologi, riwayat penyakit dahulu, riwayat, dan anamnesis keluhan pasien. Anamnesis keluhan berfokus pada gejala yang berkaitan dengan penurunan estrogen. Gejala dapat mulai muncul 6 tahun sebelum menopause dan berlanjut hingga beberapa tahun setelah menopause. Gejala yang muncul dapat bervariasi dari gejala ringan hingga gejala berat yang mempengaruhi aktivitas sehari-hari dan kualitas hidup.[1,3,4]
Perubahan hormonal pada menopause dapat mempengaruhi kondisi fisik, emosional, mental, dan sosial. Perubahan yang paling menonjol adalah perubahan interval siklus menstruasi, durasi menstruasi, dan banyaknya perdarahan menstruasi hingga pada akhirnya menstruasi berhenti. Menopause dapat dicurigai jika terjadi amenore selama 12 bulan berturut-turut tanpa ada penyebab patologis ataupun intervensi medis.[1,2]
Gejala Vasomotor
Gejala vasomotor adalah gejala yang paling sering muncul pada masa perimenopause (75-80% kasus). Gejala vasomotor umumnya terjadi selama 1-6 tahun, di mana puncak keparahan gejala biasanya terjadi pada 1-2 tahun sebelum siklus menstruasi terakhir. Pada kasus yang jarang (10-15%), gejala vasomotor dapat berlangsung hingga 15 tahun.
Gejala vasomotor dapat diperberat dengan kebiasaan minum alkohol, merokok, inaktivitas fisik, obesitas, profil lipid yang buruk, dan stres emosional. Munculnya gejala vasomotor diduga berkaitan dengan peningkatan risiko depresi onset baru terutama saat perimenopause.[1,4]
Hot Flushes:
Gejala vasomotor yang paling sering muncul adalah hot flushes, yaitu sensasi hangat mendadak di wajah, leher, dan dada, diikuti kemerahan pada kulit, kecemasan, gemetar, palpitasi, berkeringat, dan perasaan tidak nyaman sesaat pada tubuh. Hot flushes terjadi akibat perubahan termoregulasi di sistem saraf pusat yang dapat dimulai 1-3 tahun sebelum siklus menstruasi terakhir dan bisa menetap hingga beberapa tahun setelahnya.
Hot flushes seringkali muncul di pagi dan malam hari dengan durasi 3-4 menit dan interval yang tidak menentu. Hot flushes yang terjadi pada malam hari akan mengganggu kualitas tidur.[1,2]
Migrain:
Selain hot flushes, juga dapat muncul migrain. Gejala migrain dipicu oleh fluktuasi kadar estrogen pada menopause. Pada awal menopause, fluktuasi kadar estrogen dapat memperberat migrain, resolusi gejala biasanya terjadi setelah menopause, namun pada kasus yang jarang, migrain dapat menjadi lebih berat.
Munculnya migrain dengan aura berkaitan dengan peningkatan risiko stroke, terutama jika mengonsumsi kontrasepsi oral atau merokok. Nyeri kepala tipe lain seperti nyeri kepala tegang (tension) dan cluster juga dapat terjadi akibat perubahan hormonal.[1,5]
Gejala Genitourinari
Gejala genitourinari muncul pada 50-75% wanita. Gejala-gejala/sindrom genitourinari meliputi semua gejala dan tanda yang disebabkan oleh perubahan pada kandung kemih, uretra, vagina, dan organ genital akibat penurunan kadar estrogen selama menopause dan atrofi urogenital.
Pasien biasanya mengeluhkan gejala vagina kering, gatal, iritasi, sensasi terbakar atau rasa tidak nyaman pada vagina, dispareunia, penurunan respon seksual, peningkatan frekuensi urinasi, urgensi urinasi, dan disuria.[1,4]
Gejala Psikis
70% wanita mengalami gejala psikis seperti mudah marah, cemas, tegang, depresi, gangguan tidur, kehilangan konsentrasi, dan kehilangan rasa percaya diri. Gejala depresi muncul akibat efek hormonal langsung, perubahan kehidupan yang terjadi, gejala vasomotor yang mengganggu, atau gangguan tidur.
Gangguan tidur yang muncul yaitu sulit memulai tidur, bangun tidur terlalu awal, atau terbangun beberapa kali di malam hari. Pada gangguan tidur berat dapat muncul keluhan kognitif dan kelainan afektif. Sleep apnea dan restless legs syndrome dapat menyebabkan gangguan tidur.[1,3]
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan tanda vital, dapat ditemukan meningkatnya tekanan darah akibat vasokonstriksi arteri. Peningkatan berat badan dengan rerata 2 kilogram sering ditemukan pada masa transisi menopause. Penurunan tinggi badan dapat terjadi pada wanita menopause dengan komplikasi osteoporosis dan fraktur tulang belakang. Jika terdapat perdarahan uterus abnormal, dapat dilakukan pemeriksaan Pap Smear.[1,3]
Pengukuran Tekanan Darah
Hipertensi adalah komplikasi umum yang terkait dengan menopause. Oleh karena itu, pengukuran tekanan darah secara rutin penting dilakukan pada pasien menopause. Pengendalian tekanan darah yang tepat dapat mengurangi risiko penyakit kardiovaskular dan komplikasi lainnya.[1,3]
Evaluasi Berat Badan dan Komposisi Tubuh
Perubahan komposisi tubuh, seperti peningkatan lemak abdominal dan penurunan massa otot, sering terjadi selama menopause. Pemeriksaan fisik yang mencakup pengukuran lingkar pinggang dan evaluasi komposisi tubuh dapat membantu dalam menilai risiko obesitas dan penyakit terkait.[1,3]
Pemeriksaan Payudara
Wanita yang mengalami menopause masih berisiko mengalami kanker payudara. Oleh karena itu, pemeriksaan fisik rutin payudara, termasuk palpasi dan inspeksi, tetap penting untuk deteksi dini dan manajemen kanker payudara.[1,3]
Evaluasi Tulang
Osteoporosis adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada wanita menopause akibat penurunan kadar estrogen. Pemeriksaan fisik yang mencakup pengukuran kekuatan tulang, seperti densitometri tulang, dapat membantu dalam menilai risiko fraktur dan merencanakan intervensi pencegahan yang tepat.[1,3]
Pemeriksaan Kulit
Perubahan pada kulit, seperti penipisan, penurunan elastisitas, dan kerutan, sering terjadi selama menopause karena penurunan kadar kolagen dan estrogen.[1,3]
Pemeriksaan Urogenital
Pada pemeriksaan vagina, bisa ditemukan dinding vagina halus karena tidak ada rugae. Selain itu, dapat ditemukan prolaps uteri akibat tonus otot dasar panggul yang berkurang/lemah. Pada pemeriksaan palpasi abdomen, ovarium dan uterus mengecil sehingga tidak terpalpasi.[1,3]
Diagnosis Banding
Pada wanita usia ≥45 tahun, diagnosis menopause dapat ditegakkan berdasarkan temuan klinis tanpa pemeriksaan penunjang lain. Sementara itu pada wanita usia <45 tahun, perlu disingkirkan diagnosis banding penyakit dengan gejala amenore sekunder.[1,2]
Amenore Sekunder
Amenore sekunder sebelum usia menopause dapat terjadi pada individu dengan riwayat operasi histerektomi, riwayat kemoterapi atau radiasi, penggunaan kontrasepsi hormonal atau obat lain yang menyebabkan gangguan menstruasi, kehamilan, disfungsi ovarium akibat tumor ovari, dan polycystic ovarian syndrome (PCOS). Penyebab lain bisa mencakup disfungsi aksis hipotalamus-pituitari-gonad, adenoma pituitari, sindrom Sheehan, dan sindrom Asherman.[1,2]
Pada menopause, amenore terjadi selama 12 bulan berturut-turut tanpa ada penyebab patologis yang mendasari ataupun riwayat intervensi medis. Pada penggunaan kontrasepsi atau obat hormonal, siklus menstruasi akan kembali normal jika agen tersebut dihentikan. Adanya kehamilan dapat dikonfirmasi dengan riwayat koitus dan pemeriksaan hormon human chorionic gonadotropin (HCG).
Tumor ovari dan PCOS dapat diidentifikasi melalui pemeriksaan USG. Lesi hipotalamus atau pituitari dapat dideteksi dengan pemeriksaan magnetic resonance imaging (MRI). Pada sindrom Sheehan, kadar FSH akan menurun sedangkan pada menopause, kadar FSH meningkat. Pada sindrom Asherman terjadi kerusakan endometrium yang dapat diidentifikasi dengan histeroskopi.[1,10,11]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menopause tidak rutin dilakukan untuk menegakkan diagnosis. Namun beberapa pemeriksaan laboratorium seperti pemeriksaan kadar hormon inhibin A, inhibin B, estradiol, follicle stimulating hormone (FSH), dan antimullerian hormone dapat dilakukan.[1,3]
Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan hormon dapat ditemukan peningkatan FSH serum (>30 mIU/mL) dan penurunan kadar estradiol (<20 pg/mL). Kadar FSH pada wanita usia 40-50 tahun bervariasi secara signifikan dan tidak stabil hingga 3-6 tahun setelah menopause. Oleh karena itu, pemeriksaan FSH dan estradiol tidak diindikasikan secara rutin untuk menunjang diagnosis menopause.
Perlu diperhatikan bahwa obat estrogen, androgen, dan kontrasepsi hormonal dapat mempengaruhi kadar FSH sehingga pemeriksaan sebaiknya dilakukan setelah obat hormonal dihentikan selama minimal 2 minggu. Selain perubahan kadar hormonal, juga terjadi perburukan profil lipid, yaitu peningkatan kolesterol total, low-density lipoprotein (LDL), dan apolipoprotein B, serta penurunan high-density lipoprotein (HDL).[1,3]
Ultrasonografi Transvagina dan Biopsi Endometrium
Ultrasonografi (USG) transvagina dilakukan untuk mendeteksi ada tidaknya patologi pelvis, seperti leiomioma dan tumor ovarium. Penebalan endometrium >5 mm menandakan hiperplasia endometrium yang merupakan tanda hiperstimulasi oleh estrogen dari sumber endogen atau eksogen.
Hiperplasia endometrium berisiko menjadi prekursor kanker. Biopsi endometrium dapat dilakukan untuk menyingkirkan adanya kanker endometrium atau lesi pra-kanker. Pada biopsi juga dapat ditemukan perubahan berupa proliferasi ringan hingga atrofi.[3,4]
Densitometri Tulang
Pemeriksaan densitometri tulang direkomendasikan untuk semua wanita postmenopause. Densitometri tulang adalah pemeriksaan prediktor klinis osteoporosis yang dapat diandalkan.
Osteopenia didefinisikan sebagai bone mineral density (BMD) 1-2,49 deviasi standar di bawah skor T, sedangkan osteoporosis didefinisikan sebagai BMD ≥2,5 deviasi standar di bawah puncak massa tulang/skor T. Risiko fraktur semakin besar jika massa tulang >1 deviasi standar di bawah rata-rata.[3,4]
Penulisan pertama oleh: dr. Jessica Elizabeth