Patofisiologi Menopause
Patofisiologi menopause melibatkan berakhirnya menstruasi akibat penurunan fungsi dan jumlah folikel ovarium, sehingga ovarium tidak lagi memproduksi hormon reproduksi maupun sel telur untuk reproduksi.[1,2]
Perubahan Ovarium dan Siklus Menstruasi
Saat lahir, neonatus memiliki 1 juta folikel ovarium di mana jumlahnya terus berkurang hingga 250.000-400.000 saat pubertas. Saat menopause, terjadi penurunan sensitivitas ovarium terhadap stimulasi gonadotropin sehingga kuantitas dan kualitas folikel menurun.
Kuantitas folikel berkurang lebih cepat sehingga jumlahnya tidak adekuat untuk merespon stimulasi follicle-stimulating hormone (FSH). Hal ini secara langsung menyebabkan penurunan kuantitas dan kualitas oosit serta variasi lamanya siklus menstruasi (siklus tidak teratur) di mana fase folikular menjadi lebih singkat, sedangkan fase luteal tetap konstan selama 14 hari jika masih terjadi ovulasi.
Saat masa perimenopause, siklus menstruasi biasanya menjadi lebih singkat (<25 hari). Siklus menstruasi tanpa ovulasi atau tidak adanya siklus sama sekali akan lebih sering terjadi, disertai dengan pola gonadotropin dan produksi hormon steroid yang bervariasi, insensitivitas estrogen, dan kegagalan lonjakan luteinizing hormone (LH surge). Seiring waktu, produksi estrogen akan menurun hingga menstruasi berhenti secara permanen.[1,3]
Perubahan Hormon
Menjelang menopause, terjadi penurunan sel granulosa pada ovarium sehingga produksi estradiol, inhibin, dan antimullerian hormone (AMH) menurun. Folikel akan menjadi resisten terhadap stimulasi gonadotropin karena efek inhibisi gonadotropin oleh estrogen dan inhibin menurun.
Gonadotropin yang tidak terinhibisi akan menyebabkan produksi FSH dan luteinizing hormone (LH) meningkat, dengan peningkatan FSH yang lebih tinggi dibandingkan peningkatan LH karena bersihan ginjal (renal clearance) terhadap FSH lebih rendah dibandingkan bersihan ginjal terhadap LH.[1,3]
Peran Unopposed Estrogen
Penurunan estrogen akan mengganggu aksis hipotalamus-pituitari-ovarium sehingga terjadi kegagalan perkembangan endometrium yang menyebabkan siklus menstruasi menjadi tidak teratur hingga berhenti secara permanen (menopause). Penurunan estradiol terjadi secara cepat selama 4 tahun, dimulai dari 2 tahun sebelum siklus menstruasi terakhir kemudian menjadi stabil 2 tahun setelahnya.
Meskipun estradiol menurun secara signifikan, estrone (produk aromatisasi dari androstenedione di stroma ovarium) tetap diproduksi dan merupakan sumber utama estrogen pada postmenopause. Selain estron, estrogen juga diproduksi oleh organ atau jaringan ekstragonad seperti jaringan adiposa, otot, hati, tulang, sumsum tulang, fibroblas, dan akar rambut.
Produksi estrogen dari sumber non-folikular ini tidak diimbangi (unopposed) dengan produksi progesteron oleh korpus luteum. Paparan unopposed estrogen dalam jangka waktu lama berisiko menyebabkan hiperplasia endometrium, yang merupakan prekursor kanker endometrium.[1,3]
Hormon Androgen
Dehidroepiandrosteron (DHEA) akan semakin menurun, sedangkan testosteron total tidak berubah selama perimenopause sehingga terjadi peningkatan rasio testosteron terhadap estrogen yang mengarah ke gejala kelebihan androgen.[1,3]
Perubahan Fisik
Penurunan hormon gonad menyebabkan perubahan signifikan pada sistem urogenital, payudara, kulit, dan tulang, antara lain penipisan labium dan inflamasi permukaan mukosa disertai eritema dan rapuh. Hal lain yang dapat terjadi adalah kenaikan pH vagina, yang dapat menyebabkan kolonisasi bakteri patogen kandung kemih di vagina sehingga meningkatkan risiko terjadinya infeksi saluran kemih berulang.[1,3]
Efek pada Organ Urogenital
Penyempitan introitus vagina, serta pemendekan, penyempitan, dan penurunan elastisitas vagina juga dapat terjadi. Atrofi vagina akan menyebabkan penurunan fungsi seksual dan dispareunia yang juga mempengaruhi respon seksual. Penurunan fungsi seksual dapat dimulai 2 tahun sebelum siklus menstruasi terakhir.
Efek lain adalah lapisan epitel vagina akan menipis dan pembuluh kapiler kecil di bawah permukaan menjadi lebih nampak sehingga epitel vagina menjadi nampak merah. Namun seiring waktu, epitel vagina akan mengalami atrofi disertai penurunan jumlah pembuluh kapiler sehingga bagian permukaannya menjadi pucat. Rugae vagina menghilang sehingga dinding vagina menjadi halus. Ovarium mengecil hingga tidak dapat terpalpasi selama pemeriksaan ginekologi.
Uterus juga akan mengecil. Tonus otot pelvis juga berkurang sehingga dapat menyebabkan prolaps organ reproduktif dan traktus urinarius. Selain itu, penurunan pH urin terjadi, yang menyebabkan perubahan flora bakteri sehingga muncul gejala gatal dan discar yang bau.[1,3]
Efek pada Organ Lain
Pada organ lain, menopause bisa menyebabkan elastisitas kulit berkurang, deposisi lemak di payudara meningkat dan mengalami involusi setelah menopause. Wanita menopause juga bisa mengalami penurunan massa, fungsi, dan kekuatan otot secara bertahap.
Selain itu, penurunan estrogen akan meningkatkan aktivitas osteoklas sehingga terjadi ketidakseimbangan antara aktivitas osteoklas dan osteoblas. Hal ini menyebabkan reabsorbsi dan pengeroposan tulang terjadi lebih cepat dibandingkan formasi tulang sehingga densitas tulang menurun. Penurunan densitas tulang dapat dimulai beberapa tahun sebelum menopause dan semakin progresif pada akhir masa transisi menopause hingga beberapa tahun setelah menopause.
Semakin cepat onset penurunan fungsi ovarium, pengeroposan tulang cenderung semakin berat. Semakin rendah masa tulang saat seorang wanita memasuki masa menopause, osteoporosis akan cenderung semakin berat Secara umum, efek dari pengeroposan tulang pada menopause adalah penurunan kekuatan tulang yang dapat meningkatkan risiko fraktur.[1,3]
Perubahan Mood
Reseptor estrogen terdapat di beberapa regio otak yang mengatur kognisi dan suasana hati (mood), sehingga penurunan kadar estrogen akan mempengaruhi mood. Selain itu, estrogen juga memiliki efek mediasi pada transmisi serotonin dan noradrenalin yang mempengaruhi mood.[1,6]
Tahapan Menopause
Berdasarkan Stages of Reproductive Aging Workshop (STRAW) staging, masa reproduksi wanita terbagi menjadi 3 tahapan, yaitu tahap reproduksi, tahap transisi menopause, dan tahap postmenopause yang ditandai dengan tingkatan angka di mana menopause dianggap sebagai titik 0 (nol).[1,6]
Tahap Reproduksi (Tahap -5, -4, -3b, dan -3a)
Selama tahap reproduksi, yang diawali dengan menarke, siklus menstruasi terjadi secara teratur. Kadar FSH dapat bervariasi namun cenderung rendah pada hari kedua hingga kelima siklus menstruasi. Tahap reproduksi akhir -3 terbagi menjadi tahap -3b dan -3a di mana terjadi variasi kadar FSH dan karakteristik siklus menstruasi.[1,6]
Tahap Transisi Menopause (Tahap -2 dan -1)
Masa transisi menopause merujuk pada periode dimulainya siklus menstruasi yang tidak teratur hingga sebelum hari terakhir menstruasi berhenti secara permanen. Tahap transisi menopause terbagi menjadi masa transisi awal (-2) dan akhir (-1).
Pada masa transisi awal (-2), durasi siklus menstruasi bervariasi hingga ≥7 hari. Seiring waktu, akan terjadi amenore selama ≥60 hari yang mengindikasikan dimulainya masa transisi akhir (-1) yang biasanya terjadi 1-3 tahun sebelum siklus menstruasi terakhir.
FSH akan mulai meningkat pada tahap -2 hingga mencapai kadar >25 IU/L pada tahap -1 disertai penurunan produksi estrogen. Gejala vasomotor dapat mulai muncul pada tahap akhir (-1). Periode sejak dimulainya masa transisi menopause hingga 1 tahun amenore disebut masa perimenopause.[1,2]
Tahap Postmenopause (Tahap +1a, +1b, +1c, dan +2)
Tahap postmenopause dimulai ketika menstruasi berhenti (titik menopause, titik 0). Tahap postmenopause terbagi menjadi postmenopause awal (+1) dan postmenopause akhir (+2). Tahap postmenopause awal (+1) terbagi lagi menjadi tahap +1a, +1b, dan +1c.
Tahap +1a mencakup 12 bulan setelah siklus menstruasi terakhir (amenore selama 1 tahun). Pada tahap +1b, kadar FSH dapat mencapai >40 IU/L, di mana gejala vasomotor menjadi lebih sering muncul.
Seiring waktu, memasuki tahap +1c, terjadi stabilisasi FSH pada kadar yang tinggi dan estradiol pada kadar yang rendah, disertai jumlah folikel antral yang sangat rendah. Setelah 3-6 tahun, wanita akan masuk ke tahap postmenopause akhir (+2) di mana gejala atrofi urogenital mulai muncul. Tahap +2 berlanjut sampai akhir masa hidupnya.[1,6]
Penulisan pertama oleh: dr. Jessica Elizabeth