Etiologi Mioma Uteri
Etiologi mioma uteri masih belum banyak diketahui akan tetapi dilaporkan paling sering terdiagnosis pada masa-masa perimenopause. Meskipun begitu, mioma uteri juga dapat menjadi simtomatik jauh lebih awal pada beberapa pasien.
Insidensi mioma uteri meningkat seiring dengan usia, mencapai puncak pada usia awal 40 tahun, dan menurun setelah menopause. Diperkirakan kejadian ini dapat merupakan akibat mioma uteri yang sebelumnya asimptomatik yang menjadi terlihat setelah pertumbuhan bertahun-tahun dan paparan yang terus menerus dari hormon steroid endogen.[6-12,23]
Faktor Risiko
Meskipun etiologi dari mioma uteri masih belum jelas, terdapat beberapa faktor risiko dikaitkan dengan munculnya penyakit ini. Beberapa faktor risiko, seperti ras, usia, faktor reproduktif dan endokrin, obesitas, gaya hidup, serta genetik telah dihubungkan dengan terjadinya mioma uteri.
Ras
Mioma uteri paling banyak ditemukan pada wanita-wanita berkulit hitam dan paling jarang ditemukan wanita Asia. Angka insidensi mioma uteri umumnya ditemukan 2-3 kali lebih banyak pada wanita berkulit hitam dibandingkan pada wanita-wanita Kaukasia.
Adanya perbedaan dari faktor genetik, pola makan, gaya hidup, stres psikososial, dan paparan lingkungan antara wanita berkulit hitam dan putih diduga berkontribusi terhadap adanya perbedaan angka kejadian mioma uteri ini. Perjalanan penyakit mioma uteri juga berbeda pada masing-masing ras.
Pada wanita berkulit hitam, mioma uteri cenderung terdiagnosis pada usia yang lebih muda, dengan mioma multipel, berukuran lebih besar, dan disertai dengan gejala yang lebih berat dibandingkan pada ras lain.[6-12,23]
Usia
Risiko pertumbuhan mioma uteri meningkat sesuai dengan umur, khususnya selama masa reproduktif. Mioma uteri tidak ditemukan sebelum seorang wanita mengalami pubertas dan frekuensinya menurun dengan terjadinya menopause.
Terjadinya hal-hal ini diakibatkan adanya faktor paparan hormon steroid endogen yang lebih lama, misalnya pada wanita yang mengalami menarche lebih awal atau menopause yang lebih terlambat. Mioma uteri dengan gejala klinis yang memerlukan penanganan sendiri paling sering ditemui pada masa-masa perimenopause, sedangkan angka kejadian setelah menopause menurun dengan cepat.[6-9,12,23]
Faktor Reproduktif dan Endokrin
Sesuai dengan patofisiologi dan patogenesisnya, faktor-faktor reproduktif dan endokrin terbukti berpengaruh terhadap terjadinya mioma. Faktor-faktor yang termasuk di dalamnya yaitu paritas, menstruasi dini, dan kontrasepsi hormonal.
Paritas:
Paritas didefinisikan sebagai kejadian kehamilan yang melewati 20 minggu masa gestasi. Faktor paritas ditemukan menurunkan kemungkinan terbentuknya mioma uteri.
Paritas dipikirkan menurunkan jumlah siklus menstruasi, sedangkan kehamilan aterm menyebabkan perubahan pada hormon-hormon ovarium, growth factors, kadar reseptor estrogen, serta mengakibatkan perubahan pada jaringan uterus. Oleh karenanya, mioma ditemukan lebih sering pada wanita-wanita nullipara. Pertumbuhan mioma juga menurun pada orang berusia tua dengan kehamilan tua.[7-9]
Menstruasi Dini:
Menstruasi dini, atau menarche di bawah 10 tahun, diasosiasikan dengan peningkatan risiko munculnya mioma. Menarche atau menstruasi pertama dikaitkan dengan peningkatan estradiol yang mencapai kadar postpubertas yang mungkin meningkatkan pertumbuhan mioma uteri serta fusi dini dari lempeng epifisis tulang panjang yang mengakibatkan keterbatasan tinggi badan.[7-9,12,23]
Kontrasepsi Hormonal dan Penggunaan Hormon Eksogen:
Hubungan antara kontrasepsi oral dengan terjadinya mioma uteri sudah diteliti secara luas. Penggunaan kontrasepsi oral dapat meningkatkan diagnosis akibat adanya bias deteksi. Beberapa penelitian yang sudah dipublikasikan tidak menunjukkan adanya penurunan risiko antara penggunaan kontrasepsi oral kombinasi dengan kejadian mioma.
Beberapa sumber menunjukkan bahwa penggunaan kontrasepsi oral dengan dosis standar atau dosis yang lebih rendah (≤35 mcg ethinyl estradiol/hari) tidak mengakibatkan pertumbuhan mioma uteri, dan oleh karenanya, penggunaan obat-obatan ini tidak dikontraindikasikan pada wanita-wanita dengan mioma.
Pada wanita-wanita menopause yang mendapatkan terapi hormon pengganti ditemukan memiliki peningkatan risiko terjadinya pertumbuhan mioma. Faktor lain yang dapat menyebabkan peningkatan risiko mioma uteri adalah hormon-hormon eksogen yang ditemukan pada makanan.[7-9,12,23]
Obesitas
Hubungan antara obesitas dengan pertumbuhan mioma belum masih menunjukkan hasil yang inkonsisten. Beberapa data epidemiologis menunjukkan adanya peningkatan risiko pada individu yang mengalami resistensi insulin, misalnya pasien obesitas dan diabetes mellitus.
Resistensi insulin ini dipercaya berperan dalam terjadinya mioma yang terjadi pada wanita obesitas, ditambah dengan peningkatan kadar Insulin-like Growth Factor-I (IGF-I) dan androgen. Beberapa penelitian juga menunjukkan indeks massa tubuh (IMT) yang tinggi juga terkait dengan kejadian mioma uteri.[7-9]
Gaya Hidup
Faktor-faktor gaya hidup seperti pola makan, konsumsi kafein dan alkohol, aktivitas fisik, dan stres diduga memiliki efek potensial dalam terbentuknya mioma dan pertumbuhannya.[7,9]
Berbagai penelitian yang mempelajari mengenai pengaruh pola makan terhadap mioma uteri menunjukkan hasil yang belum terlalu jelas karena banyaknya bias dan faktor-faktor perancu. Meskipun demikian beberapa pola makan sudah menunjukkan perannya dalam pertumbuhan mioma uteri yang simtomatik. Beberapa di antaranya yaitu:
- Konsumsi makanan dengan indeks glikemik yang lebih tinggi diasosiasikan dengan sedikit peningkatan risiko terbentuknya mioma uteri
- Vitamin A dan D berpotensi memiliki efek yang protektif
- Konsumsi daging merah menunjukkan asosiasi positif dengan terjadinya mioma uteri
- Pola makan kaya buah dan sayur terbukti menurunkan risiko terjadinya mioma uteri
- Konsumsi produk susu menunjukkan asosiasi terbalik dengan risiko terjadinya mioma uteri
- Konsumsi alkohol terbukti meningkatkan risiko terjadinya mioma uteri, tetapi konsumsi kopi dan kafein belum terbukti berkaitan dengan peningkatan risiko[4,7-9]
Aktivitas fisik ditemukan menurunkan risiko terjadinya mioma uteri, khususnya pada wanita dengan berat badan normal. Faktor gaya hidup lain yang kemungkinan berpotensi menjadi faktor risiko terjadinya mioma uteri adalah adanya stres yang meningkatkan kadar estrogen dan progesteron akibat efek terhadap aksis hipotalamus-pituitari-kelenjar adrenal serta adanya pelepasan hormon stres yaitu kortisol.[4,7-9]
Genetik
Faktor genetik juga merupakan salah satu faktor risiko munculnya mioma uteri. Penelitian-penelitian menunjukkan adanya predisposisi familial terjadinya mioma uteri pada wanita-wanita tertentu. Seperti yang sudah disinggung pula, terdapat beberapa gen-gen yang memiliki kerentanan spesifik terhadap terjadinya mioma uteri.[7-9,11]
Direvisi oleh: dr. Dizi Bellari Putri