Penatalaksanaan Dry Eye Syndrome
Penatalaksanaan dry eye syndrome atau keratokonjungtivitis sicca ringan dapat menggunakan artificial tears. Jika derajat penyakit lebih berat, dapat digunakan siklosporin, kortikosteroid, serta antibiotik, misalnya tetrasiklin. Terapi nonmedikamentosa dapat dilakukan dengan lensa kontak bandage hidrofilik dan pemasangan sumbat pungtum lakrimal.
Medikamentosa
Medikamentosa yang diberikan berupa artificial tears untuk mengurangi gejala, serta obat-obatan lain yang memiliki efek antiinflamasi.
Artificial Tears
Artificial tears merupakan medikamentosa lini pertama yang digunakan untuk mengurangi keluhan dry eye syndrome. Artificial tears berguna untuk mengatasi defisiensi lapisan aqueous dan untuk mendilusi sitokin-sitokin inflamasi pada lapisan air mata.
Pada DES ringan, artificial tears dapat diberikan hingga 4 kali/hari. Pada DES yang lebih berat, dibutuhkan pemberian lebih sering yaitu 10–12 kali/hari. Jika digunakan untuk jangka panjang dengan frekuensi sering, misanyal lebih dari 4 kali/hari, berikan formula yang tidak mengandung pengawet.
Tetes artificial tears dengan konsistensi yang lebih pekat atau formulasi gel, juga dapat digunakan pada kasus yang bergejala berat. Namun, biasanya digunakan pada malam hari karena pandangan mata yang menjadi buram setelah pemakaian.[4,11]
Siklosporin
Siklosporin berfungsi untuk menghambat aktivasi dan translokasi nuklear yang dibutuhkan untuk aktivasi sel T dan produksi sitokin proinflamasi. Siklosporin juga menghambat jalur apoptosis.
Siklosporin topikal 0,05% terbukti meningkatkan hasil tes Schirmer sebanyak 10 mm setelah 6 bulan penggunaan. Siklosporin dapat diberikan sebanyak 1 tetes, 2 kali/hari. Pemberian siklosporin memberikan remisi gejala jangka panjang pada pasien dry eye syndrome.[2,4,19]
Lifitegrast
Lifitegrast merupakan small-molecule integrin antagonist yang berfungsi untuk menurunkan inflamasi bola mata dan aktivasi sel T dengan cara menghambat interaksi antara lymphocyte function-associated antigen 1 (LFA-1) dan intracellular adhesion molecule 1 (ICAM-1)
Lifitegrast 5% merupakan antiinflamasi topikal yang disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) sebagai terapi dry eye syndrome. Pemberian lifitegrast menunjukkan perbaikan kondisi pasien dengan dry eye syndrome setelah pemberian terapi selama 3 bulan.[1,4]
Kortikosteroid
Kortikosteroid terbukti memberikan perbaikan pada dry eye syndrome (DES) di beberapa uji coba klinis. Kortikosteroid mengurangi produksi sitokin proinflamasi dan MMP-9 pada epitel kornea.
Loteprednol etabonate 0,5% telah diteliti untuk meredakan gejala DES jangka pendek, dengan masa penggunaan 2 minggu. Pasien yang menerima terapi kortikosteroid perlu dipantau untuk efek samping berupa peningkatan tekanan intraokular dan terjadinya katarak.[2,4,11]
Antibiotik
Antibiotik mungkin perlu diresepkan pada kasus dry eye syndrome dengan komplikasi pada kornea atau akibat meibomitis atau rosacea okular. Antibiotik seperti tetrasiklin memiliki efek antiinflamasi juga. Tetrasiklin dapat menurunkan ekspresi matrix metalloproteinase dan produksi beberapa sitokin seperti IL-1 dan TNF-α pada epitel kornea. Pada kasus rosacea okular, pemberian tetrasiklin juga bisa mencegah terjadinya angiogenesis.
Antibiotik derivat tetrasiklin lain yakni doksisiklin, juga memiliki manfaat dalam mengurangi transkrip MMP-9 dan produksi IL-1 dan TNF-α. Selain itu doksisiklin juga memiliki efek memperbaiki susunan permukaan kornea dan fungsi barrier kornea.[2,20]
Pilokarpin Oral
Pemberian pilokarpin oral dapat dilakukan pada DES berat, terutama yang berkaitan dengan sindrom Sjogren. Pilokarpin berikatan dengan reseptor muskarinik, sehingga mendorong sekresi kelenjar keringat dan kelenjar liur, serta meningkatkan produksi air mata.
Pada dosis pilokarpin oral adalah 5 mg, 4 kali/hari, pasien melaporkan perbaikan kemampuan fokus mata saat membaca dan perbaikan gejala mata buram, dibandingkan plasebo. Efek samping tersering dari pilokarpin adalah produksi keringat yang berlebihan. Selain pilokarpin, agonis kolinergik lain yang dapat digunakan untuk DES adalah cevimeline.[11]
Terapi Nonmedikamentosa
Terapi nonmedikamentosa yang dapat dilakukan pada pasien dry eye syndrome (DES) adalah pemasangan lensa kontak bandage hidrofilik untuk sementara waktu. Lensa kontak jenis ini bertujuan untuk mempertahankan kelembapan mata dan melindungi kornea dari paparan udara kering, sehingga dapat menciptakan kondisi yang baik untuk reepitelisasi kornea.[2,4]
Selain lensa kontak hidrofilik, dapat juga dilakukan pemasangan sumbat pungtum lakrimal untuk menghambat drainase air mata. Namun, pemasangan sumbat pungtum lakrimal tidak dapat dilakukan bila terdapat blefaritis atau inflamasi pada duktus lakrimal.[4,11]
Tindakan pembedahan diperlukan pada kasus DES berat yang timbul sebagai komplikasi kelainan palpebra, misalnya lagoftalmos, dengan prosedur repair palpebra. Tindakan lain seperti kauterisasi pungtum lakrimal dan tarsorafi juga dapat dilakukan untuk kasus dry eye syndrome berat.[2,4,11]
Pembedahan pada konjungtiva seperti transplantasi konjungtiva, transplantasi membran amnion, atau stem cell replacement dapat dipertimbangkan untuk dry eye syndrome berat dengan kerusakan konjungtiva atau kornea.[2,4,11]
Terapi Suportif
Terapi suportif meliputi perubahan gaya hidup dengan cara membatasi penggunaan komputer, menonton televisi, dan aktivitas lain yang dapat mengurangi frekuensi berkedip. Penggunaan humidifier di dalam ruangan dapat membantu memodifikasi faktor lingkungan yang dapat meningkatkan risiko dry eye syndrome.
Kompres hangat dan membersihkan palpebra dapat membantu memperbaiki kondisi DES akibat disfungsi kelenjar Meibom, atau yang disertai dengan blefaritis kronis. Kacamata moist chamber juga dapat diberikanuntuk mempertahankan kelembapan periokular.[4,11]
Konsumsi makanan dan suplemen kaya akan asam lemak omega 3, asam linoleat, dan asam gamma-linoleat dapat menurunkan gejala dry eye syndrome. Asam lemak omega-3 menghambat produksi mediator lemak dan juga mengurangi produksi IL-1 dan TNF-α.[2,4]
Metaanalisis oleh Giannaccare, et al. pada tahun 2019 menilai efikasi suplementasi asam lemak omega 3 dengan plasebo dalam meringankan gejala DES. Omega 3 terbukti menurunkan gejala DES dan pewarnaan fluorescein pada kornea, serta meningkatkan tear break-up time dan nilai tes Schirmer.[21]
Rujukan
Rujukan kepada pelayanan kesehatan yang lebih tinggi diindikasikan untuk DES dengan derajat keparahan sedang dan berat, yang disertai dengan gangguan tajam penglihatan. Rujukan ke fasilitas kesehatan sekunder juga diperlukan bagi pasien yang mengalami peningkatan derajat keparahan gangguan penglihatan, kelainan kelopak mata, atau bila pasien tidak merespon pengobatan selama 4 minggu.[12]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra