Diagnosis Perdarahan Vitreus
Diagnosis perdarahan vitreus mudah ditemukan saat pemeriksaan funduskopi dengan dilatasi pupil, atau ultrasonografi okular. Namun, etiologi yang mendasari perdarahan vitreus terkadang sulit ditemukan saat fase akut perdarahan. Diagnosis etiologi perdarahan vitreus dapat ditemukan 32-79% pada pemeriksaan awal.[10,11]
Sekitar 14% etiologi perdarahan vitreus baru terdiagnosis saat follow up dan 4% lainnya terdiagnosis setelah 1 tahun kemudian. Diagnosis etiologi perdarahan vitreus juga terkadang ditemukan saat vitrektomi dilakukan. Kesulitan diagnosis etiologi saat pemeriksaan awal terjadi terutama pada perdarahan vitreus yang banyak dan pekat (dense vitreous hemorrhage) yang menghalangi pemeriksaan retina.[10,11]
Anamnesis
Pada anamnesis pasien perdarahan vitreus didapatkan keluhan berikut:
- Penglihatan kabur seperti ada lapisan kemerahan (red hue vision) atau bayangan yang menutupi
- Penurunan tajam penglihatan yang berat apabila perdarahan vitreus pekat
- Keluhan penglihatan kabur yang lebih buruk di pagi hari karena darah mengendap di bagian makula saat berbaring terlentang di malam hari
- Onset baru floaters
- Tidak nyeri kecuali pada kasus trauma atau disertai komplikasi glaukoma akut[4]
Hal lain yang perlu ditanyakan pada anamnesis adalah riwayat operasi intraokular, riwayat penyakit diabetes mellitus, hipertensi, atau anemia sel sabit.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik mata dari segmen anterior hingga posterior perlu dilakukan untuk pasien yang dicurigai perdarahan vitreus. Pemeriksaan segmen anterior menggunakan slit-lamp dapat menemukan sel darah merah di anterior vitreus, neovaskularisasi pada iris (rubeosis iris), presipitat keratik atau cells di kamera okuli anterior (KOA) yang berkaitan dengan proses inflamasi. Pemeriksaan refleks pupil aferen yang positif perlu meningkatkan kecurigaan akan kelainan seperti ablatio retina, oklusi vena retina, lesi makula, atau gangguan pada nervus optikus.[1,3]
Pemeriksaan segmen posterior menggunakan oftalmoskopi dengan dilatasi pupil dapat menemukan adanya darah pada vitreus di ruang anterohyaloid atau retrohyaloid. Bila ditemukan posterior vitreous detachment, harus dilakukan indentasi sklera untuk mencari ada tidaknya break atau ablatio retina. Perdarahan vitreus yang pekat (dense) di satu mata membuat dokter sulit mengevaluasi bagian-bagian lain dari segmen posterior dan hilangnya refleks merah fundus.[1,3,4]
Pemeriksaan mata sisi sebelahnya dapat membantu menemukan etiologi perdarahan seperti retinopati diabetik, break retina, vaskulitis, oklusi vena, vitreoretinopati eksudatif familial, retinoschisis, yang umumnya dapat terjadi di kedua mata. Pada perdarahan vitreus lama, warna vitreus tampak seperti warna khaki akibat proses lisis sel darah merah.[1,3,4]
Hasil tajam penglihatan pasien bervariasi tergantung lokasi dan banyaknya perdarahan pada vitreus. Pemeriksaan visus dengan koreksi refraksi terbaik perlu dilakukan saat pemeriksaan pasien sebagai baseline saat follow up pasien nantinya.[3]
Pemeriksaan tekanan intraokular, baik secara manual maupun dengan tonometri, perlu dilakukan untuk pasien perdarahan vitreus. Hipotoni meningkatkan kecurigaan adanya ablatio retina, open globe injury, atau kebocoran luka operasi. Peningkatan tekanan intraokular berkaitan dengan glaukoma neovaskular dan tumor intraokular. Pemeriksaan tekanan darah juga perlu dilakukan untuk pasien perdarahan vitreus.[3]
Diagnosis Banding
Perdarahan vitreus adalah diagnosis banding utama pasien yang datang dengan keluhan penurunan tajam penglihatan mendadak tanpa rasa nyeri di mata. Diagnosis banding penurunan tajam penglihatan mendadak tanpa rasa nyeri adalah ablatio retina, oklusi arteri atau vena retina, atau neuropati optik. Diagnosis perdarahan vitreus dapat dengan mudah ditemukan pada pemeriksaan funduskopi dengan dilatasi pupil.[12]
Diagnosis Banding pada Bayi dan Anak
Dalam menentukan diagnosis banding etiologi perdarahan vitreus, dokter dapat menggunakan usia pasien sebagai petunjuk akan diagnosis-diagnosis tertentu. Perdarahan vitreus pada neonatus dan bayi dapat dicurigai akibat trauma persalinan normal, retinopati prematuritas, atau shaken baby syndrome.[1]
Pada pasien anak, trauma tumpul mata adalah etiologi tersering, sehingga pada anamnesis perlu ditanyakan ada tidaknya riwayat trauma mata. Kemungkinan etiologi lain yang perlu dicurigai pada anak-anak adalah retinoblastoma, leukemia, retinoschisis x-linked, dan gangguan koagulasi.[1]
Diagnosis Banding pada Dewasa
Pada pasien paruh baya retinopati diabetik proliferatif, oklusi vena retina, posterior vitreous detachment, melanoma, vaskulopati koroid polipoidal idiopatik, atau gangguan koagulasi perlu dicurigai saat diagnosis. Pada pasien lansia, etiologi yang perlu dipikirkan saat menemukan perdarahan vitreus adalah degenerasi makula eksudatif dengan choroidal neovascular membrane (CNVM).[1]
Pemeriksaan Penunjang
Apabila perdarahan retina pekat (dense) dan menutupi visualisasi retina, maka ultrasonografi B-scan adalah pemeriksaan penunjang yang bermanfaat untuk mendeteksi kelainan pada retina seperti ablatio retina atau massa intraokular.
Ultrasonografi B-scan
Pada ultrasonografi, area yang perlu diperhatikan adalah kavitas vitreus, persambungan vitreoretina, dan lapisan retinokoroidal. Hasil ultrasonografi dapat memberikan gambaran high spike yang signifikan pada perdarahan vitreus lama di bagian posterior hyaloid yang mirip seperti gambaran ablatio retina, sehingga dokter perlu secara langsung melakukan ultrasonografi dalam mode kinetik.[1,11]
Pemeriksaan ultrasonografi diperlukan untuk mencari tahu ada tidaknya ablatio retina di daerah makula karena dapat mempengaruhi rencana terapi dan memperkirakan prognosis penglihatan pasien. Beberapa pasien membutuhkan pemeriksaan ultrasonografi serial selang 7-10 hari untuk memastikan etiologi perdarahan dan mengeksklusi break ataupun ablasio retina.[1]
Pencitraan Kepala
Pencitraan seperti CT-scan atau MRI bermanfaat untuk mengeksklusi diagnosis perforasi bulbi, avulsi nervus optikus, tumor intraokular, benda asing intraokular, atau materi lensa intraokular. Pemeriksaan penunjang laboratorium darah disesuaikan dengan etiologi yang dicurigai, seperti diabetes mellitus, anemia sel sabit, leukemia, trombositopenia, dan kelainan koagulasi lainnya.[3,4]