Epidemiologi Trachoma
Berdasarkan data epidemiologi WHO, trachoma telah menjadi masalah kesehatan di 42 negara di seluruh dunia. Trachoma telah menyebabkan kebutaan pada 1,9 juta orang di seluruh dunia.
Trachoma sering terjadi pada anak, dengan puncaknya pada usia 3 hingga 5 tahun. Sebagian besar kasus ditemukan pada negara berkembang, khususnya dengan keadaan sanitasi yang buruk dan area padat penduduk.[3,4,17]
Global
Secara global, insidensi trachoma mengalami penurunan dari 146 juta kasus pada tahun 1995 menjadi 84 juta kasus pada tahun 2007. Sebagian besar kasus ditemukan di Afrika (khususnya Etiopia dan Sudan), Timur Tengah, Asia Tenggara, Amerika Selatan, Kepulauan Pasifik, dan komunitas Aborigin di Australia.[4,11]
Trachoma telah menjadi masalah kesehatan di 42 negara. Pengobatan dengan antibiotik pada trachoma saat ini sudah mencakup 64,6 pasien di seluruh dunia, dengan persentase global antibiotic coverage 44%. Sedangkan pada stadium lanjut, sebanyak 69.266 pasien telah menerima tata laksana operatif.[17]
Indonesia
Tidak ada data spesifik mengenai tingkat insidensi trachoma di Indonesia. Namun, pada Rapid Assessment of Avoidable Blindness Survey, trachoma menjadi penyebab pada 0,4% kasus kebutaan di Indonesia. Sementara itu, 3 penyebab kebutaan utama di Indonesia adalah katarak, kelainan segmen posterior, dan glaukoma.[12]
Mortalitas
Data mortalitas terkait trachoma sampai saat ini masih terbatas. Akan tetapi, trachoma merupakan penyebab kebutaan nomor 1 dunia yang terjadi karena infeksi. Berdasarkan data WHO, trachoma menyebabkan kebutaan pada 1,9 juta pasien di dunia.
Penyebab utama kebutaan adalah keterbatasan pelayanan kesehatan untuk melakukan keratoplasti. Adanya strategi SAFE (surgery, antibiotic, facial cleanliness, dan environmental factors) telah menurunkan angka kebutaan karena trachoma dari 136 juta kasus di tahun 2002 menjadi 1,9 juta kasus di tahun 2022.[3,5,13]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli