Penatalaksanaan Tumor Otak
Penatalaksanaan tumor otak melibatkan beberapa modalitas utama, yaitu terapi operatif, terapi non-operatif, targeted therapy, dan terapi suportif. Terapi non-operatif pada tumor otak meliputi radioterapi dan kemoterapi. Kemoterapi merupakan adjuvan yang memiliki peran paliatif dan sitoreduksi.[1,5,8]
Terapi Operatif
Terapi operatif pada tumor otak, terutama pada tumor otak dengan sifat malignansi, bertujuan untuk mendapatkan diagnosis pasti yang nantinya dikonfirmasi melalui pemeriksaan biopsi. Terapi operatif juga berperan sebagai dekompresi internal karena obat-obatan antiedema otak tidak dapat diberikan secara terus-menerus.[1,7,9]
Prinsip terapi operatif pada tumor otak non-malignansi adalah reseksi jaringan tumor secara total, sedangkan pada tumor otak dengan sifat malignan dilakukan reseksi parsial yang akan diikuti dengan radioterapi atau kemoterapi. Tantangan terapi operatif pada tumor otak adalah adanya kemungkinan terjadinya herniasi otak pada waktu dimulai induksi anestesi.[13,14]
Terdapat berbagai jenis insisi kulit yang dilakukan pada terapi operatif tumor otak yang disesuaikan dengan lokasi tumor. Kranioplasti osteo-plastik lebih menjadi pilihan dibandingkan dengan free bone flap. Penggunaan kauter bipolator sangat bermanfaat untuk mengatasi perdarahan pada jaringan otak maupun duramater.[13,19]
Terapi Non-operatif
Terapi non-operatif merupakan terapi konservatif, yang terdiri atas radioterapi, kemoterapi, dan imunoterapi.[14,19]
Radioterapi
Radioterapi pada tumor otak umumnya menggunakan sinar X dan sinar gamma, selain radiasi lain seperti proton, partikel alfa, neutron, atau pimeson. Tujuan dari radioterapi adalah menghancurkan sel tumor dengan dosis radiasi yang masih ditoleransi oleh jaringan normal yang ditembusnya.[13,14]
Saat ini, radioterapi yang sering digunakan pada tumor otak adalah Co60 (yang mengeluarkan sinar gamma 1,17 dan 1,33 Mev) dan akselerator linier (sinar-x 4-25 Mev).[13,14]
Kemoterapi
Peranan kemoterapi tunggal untuk tumor otak malignansi masih belum memiliki tingkat keberhasilan terapi yang optimal. Kemoterapi berperan sebagai terapi adjuvan yang diberikan bersama dengan radioterapi maupun setelah tindakan operatif.[14,19]
Terdapat beberapa obat kemoterapi yang digunakan untuk tumor otak, yaitu HU (hidroxiurea), 5-FU (5-fluorourasil), PCV (procarbazine, CCNU, vincristine), nitrous urea (PCNU, BCNU/carmustine, CCNU/lomustine), MTX (metotreksat), serta DAG (dianhydrogalactitol). Pemberian kemoterapi dapat dilakukan melalui intra-arterial (infus, perfusi), atau melalui intratekal/intraventrikel (pungsi lumbal, pungsi sisterna).[13,14]
Imunoterapi
Walaupun peranan imunoterapi saat ini belum terbukti memberikan hasil optimal dalam penatalaksanaan konservatif tumor otak, tetapi beberapa penelitian telah melaporkan bahwa pasien glioma yang memiliki penurunan sistem imun memiliki angka kesintasan hidup yang panjang tanpa menjalani terapi lainnya. Jenis obat-obatan yang digunakan pada imunoterapi adalah obat imunomodulator, seperti BCG/ levamisole, visivanil, dan PS/K.[14,19]
Targeted Therapy
Targeted therapy merupakan terapi yang menargetkan gen spesifik tumor atau jaringan pendukung pertumbuhan tumor sehingga dapat mereduksi kerusakan terhadap jaringan yang sehat. Targeted therapy bekerja melalui mekanisme enzim inhibitor, protein, dan faktor yang berperan dalam proliferasi dan penyebaran sel tumor.[5,9]
Penggunaan targeted therapy masih sangat terbatas dan paling sering digunakan pada terapi astrositoma sel giant subependidimal dan glioblastoma rekuren. Pilihan regimen targeted therapy yang digunakan dalam terapi tumor otak adalah bevacizumab dan afinitor (everolimus).[1,5,9]
Terapi Suportif
Terapi suportif bertujuan untuk mengatasi gejala akut yang diakibatkan oleh tumor otak, seperti edema otak, peningkatan tekanan intrakranial, gejala kejang, dan optimalisasi kualitas hidup pasien.[13,14]
Terapi suportif juga bertujuan untuk mengatasi pasien tumor otak dengan komplikasi berat, yang jatuh ke dalam kondisi kritis dan biasanya membutuhkan perawatan di ruang intensive care unit (ICU). Manajemen suportif meliputi pemberian cairan dan elektrolit, penggunaan ventilator pada pasien yang jatuh ke dalam kondisi gagal napas, serta pemberian obat antiaritmia maupun vasopressor bila dibutuhkan.[13,14]
Medikamentosa
Medikamentosa yang sering digunakan pada pasien tumor otak adalah kortikosteroid untuk menurunkan edema vasogenik peritumoral atau edema serebri pasca pembedahan atau radioterapi.
Deksametason menjadi kortikosteroid pilihan, yang diberikan dalam dosis bolus 10 mg intravena, kemudian dilanjutkan dengan dosis rumatan 16‒20 mg/hari secara intravena dalam dosis terbagi. Kemudian, dilakukan tapering off 2‒16 mg/hari dalam dosis terbagi, disesuaikan dengan kondisi klinis pasien.[14,19]
Antiepilepsi dapat diberikan dengan prinsip terapi pemberian monoterapi dengan dosis yang paling rendah untuk mengendalikan kejang. Pasien tumor otak yang tidak mengalami kejang sebaiknya diberikan antiepilepsi profilaksis, hanya selama perioperatif berlangsung dengan penggunaan yang singkat.[13,16]
Dukungan Nutrisi
Pasien tumor otak sebaiknya mendapatkan terapi dukungan nutrisi sejak 7‒14 hari pre-operatif, hingga 7 hari pasca operatif. Terapi nutrisi yang dapat diberikan meliputi branched-chain amino acids (BCAA), asam lemak omega-3, arginin, glutamine, asam nukleat, fruktooligosakardia, dan probiotik.[13,14]
Rehabilitasi Medis
Penanganan maupun penyakit tumor otak dapat menimbulkan gangguan fungsi pada manusia sebagai makhluk hidup. Gangguan yang terjadi dapat berupa gangguan fisiologis (kelemahan anggota tubuh, gangguan kognitif, gangguan visual, dan kelainan fokal neurologis lainnya), gangguan psikologis yang dapat berpotensi menyebabkan terjadinya keterbatasan dalam menjalankan aktivitas sehari-hari (disabilitas).[14,19]
Konsultasi dengan dokter spesialis rehabilitasi medik, dokter spesialis kejiwaan, maupun psikolog sangat direkomendasikan untuk memberikan dukungan dan meningkatkan kualitas hidup pasien.[14,19]
Follow Up
Pasien tumor otak yang telah menjalani terapi awal dan menunjukkan respon komplit maupun parsial terhadap pengobatan yang telah diberikan akan menjalani pemeriksaan rutin setiap 4 bulan selama 2 tahun pertama. Kemudian pasien dapat menjalani pemeriksaan rutin kembali setiap 6 bulan selama 2 tahun berikutnya, untuk memantau kemungkinan rekurensi tumor otak. Hal ini dilakukan karena angka rekurensi tumor otak yang cukup tinggi.[19,22]
Follow up yang dilakukan meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan radiologi (umumnya pemeriksaan MRI lebih direkomendasikan daripada CT scan. Apabila pada pemeriksaan follow up ditemukan lesi baru, maka akan dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.[19,22]
Pada pasien yang mengalami rekurensi tumor otak, dapat dilakukan radioterapi maupun kemoterapi lini kedua dengan penggunaan obat sitostatik yang lebih kompleks dengan dosis tinggi.[19,22]
Penulisan pertama oleh: dr. Saphira Evani