Diagnosis Anthrax
Diagnosis anthrax ditegakkan dengan adanya riwayat paparan anthrax, manifestasi klinis yang muncul, dan identifikasi Bacillus anthracis pada pemeriksaan laboratorium.[1,2]
Anamnesis
Saat anamnesis perlu digali informasi mengenai faktor risiko, seperti pekerjaan, riwayat bepergian ke daerah endemi anthrax, serta riwayat kontak dengan hewan atau produk hewan terinfeksi. Tanyakan juga riwayat makan daging mentah atau kurang matang atau sayur-sayuran yang tidak dimasak dengan sempurna. Gejala yang dikeluhkan pasien bervariasi tergantung jenis anthrax yang diderita.[1,3]
Anthrax Kulit
Anthrax kulit termasuk jenis anthrax yang paling umum terjadi, namun paling tidak berbahaya dibandingkan jenis anthrax yang lain. Pada anamnesis, didapati riwayat kontak kulit terbuka atau luka dengan hewan atau produk hewan terinfeksi.
Manifestasi klinis biasanya muncul dalam 1-7 hari setelah pajanan. Bagian tubuh yang paling sering terkena yaitu kepala, leher, dan tangan, dengan keluhan utama berupa munculnya lesi gatal dan perih yang berkembang dalam beberapa hari menjadi ulkus tanpa rasa nyeri.
Lesi tanpa rasa nyeri pada anthrax kulit membedakannya dari penyakit kulit lain. Jika ada nyeri, biasanya disebabkan limfadenopati regional pada area infeksi. Gejala nonspesifik lain yang dapat muncul yaitu demam, sakit kepala, malaise, dan limfadenopati regional.[1,2,4]
Anthrax Gastrointestinal
Pada anthrax gastrointestinal, didapati riwayat makan daging kurang matang atau sayur-sayuran yang tidak dimasak dengan sempurna. Manifestasi klinis biasanya muncul dalam 1-7 hari setelah pajanan.
Keluhan dapat berupa demam, menggigil, pembengkakan leher, nyeri tenggorokan, disfagia, perdarahan oral, lesi oral, serak, mual, muntah, diare berdarah, nyeri kepala, muka kemerahan (flushing), mata kemerahan, nyeri abdomen nonspesifik, atau pingsan.[1,3,4]
Anthrax Inhalasi
Anthrax inhalasi termasuk jenis anthrax yang paling jarang namun paling mematikan. Pada anamnesis didapati riwayat kontak dengan hewan terinfeksi atau mengolah produk hewan terinfeksi. Manifestasi klinis biasanya muncul dalam 1-6 hari setelah pajanan.
Keluhan awal berupa gejala prodromal nonspesifik seperti demam, menggigil, nyeri dada, pusing, mual, muntah, malaise, mialgia, batuk nonproduktif, sakit kepala, dan berkeringat. Seiring dengan replikasi bakteri dan progresi ke arah bakteremia, mulai muncul gejala yang lebih serius seperti dispnea, stridor, confusion, gagal napas, hingga kematian. Perjalanan penyakit sejak onset gejala hingga kematian dapat terjadi dengan cepat dalam waktu 1-10 hari.[1,2,5]
Anthrax Meningitis
Anthrax meningitis merupakan komplikasi dari semua jenis anthrax lain. Manifestasi klinis yang muncul antara lain demam, nyeri kepala hebat, kejang umum, dan penurunan kesadaran.[2,3]
Pemeriksaan Fisik
Temuan pemeriksaan fisik pada pasien bervariasi, tergantung jenis anthrax yang dialami.[1,3]
Pemeriksaan Fisik Anthrax Kulit
Lesi pada anthrax kulit dapat terjadi di seluruh tubuh, namun paling sering terjadi di area wajah, leher, lengan, dan tangan. Anthrax kulit umumnya hanya bersifat lokal, namun penyebaran hematogen dapat terjadi pada 5-10% kasus yang tidak diterapi.[1,3,4]
Lesi pada anthrax kulit berupa papula gatal yang menjadi vesikel 1 cm dalam 24-48 jam, kemudian berkembang menjadi ulkus tanpa nyeri yang dikelilingi edematous halo. Membran dan eksudat ulkus mengandung sejumlah basilus anthrax. Lesi kemudian dapat berkembang lebih lanjut menjadi edema non-pitting dengan pusat ulkus nekrotik dan terbentuk eschar hitam dalam 7-10 hari. Setelah 1-2 minggu, eschar akan mengering, mengelupas, dan meninggalkan bekas luka permanen.[1,3-5]
Limfadenopati pada anthrax kulit dapat tetap ada meskipun lesi sudah sembuh. Lesi, edema, dan limfadenopati yang terjadi di daerah leher dapat menyebabkan stridor dan gangguan napas hingga asfiksia pada kasus berat.[2,3]
Pemeriksaan Fisik Anthrax Gastrointestinal
Lesi anthrax di orofaring berupa area edema yang menjadi nekrotik dan membentuk pseudomembran dalam 2 minggu. Selanjutnya dapat terjadi edema jaringan lunak dan pembesaran limfonodi servikal. Lesi anthrax di intestinal bersifat lokal dan mirip dengan lesi anthrax di orofaring. Terjadinya penyebaran hematogen dapat menimbulkan beberapa lesi ulseratif anthrax di sepanjang traktus gastrointestinal.[3,4]
Penyakit dapat berkembang menjadi seperti abdomen akut dengan diare berdarah, hematemesis, dan asites masif. Syok hipovolemik atau syok distributif dapat berkembang akibat kehilangan volume intraperitoneal dan interstisial, tergantung dari tingkat keparahan penyakit. Lebih lanjut, toksin anthrax dapat menyebabkan gagal ginjal intrinsik.[2,3]
Pemeriksaan Fisik Anthrax Inhalasi
Pada anthrax inhalasi dapat terjadi penurunan kondisi klinis yang cepat dalam waktu 24 jam seperti demam tinggi, gagal napas, hematemesis atau hemoptisis, diaforesis berlebih, takikardi, syok, nyeri dada, penurunan kesadaran, meningismus, dan koma dengan keterlibatan meninges (subarachnoid hemorrhage).
Adanya pembesaran limfonodi mediastinum dapat menyebabkan kompresi parsial pada trakea sehingga terdengar stridor. Pada auskultasi paru dapat ditemukan ronkhi dan tanda efusi pleura. Tanpa terapi yang tepat dan adekuat, anthrax inhalasi bersifat fatal. Kematian terjadi akibat syok dan efek dari toksin letal B.anthracis.[3,4]
Pemeriksaan Fisik Anthrax Meningitis
Pada anthrax meningitis dapat ditemukan tanda meningeal positif. Tanda meningeal mungkin tidak ditemukan pada pasien anak atau pasien dalam keadaan koma yang dalam.[2,3]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding anthrax bervariasi antara anthrax kulit, anthrax gastrointestinal, dan anthrax inhalasi.[2,3]
Diagnosis Banding Anthrax Kulit
Diagnosis banding anthrax kulit adalah bubonic plague, ulceroglandular tularemia, dan sifilis. Pasien dengan anthrax, ulceroglandular tularemia, dan bubonic plague sama-sama memiliki gejala nyeri kepala, demam, dan menggigil.[2,3]
Bubonic Plague:
Pasien dengan bubonic plague memiliki riwayat kontak dengan kucing terinfeksi yang kontak dengan hewan pengerat di daerah endemi, atau kontak dengan trenggiling. Sementara itu, pasien dengan anthrax memiliki riwayat kontak dengan hewan atau produk hewan terinfeksi.
Bubonic plague lebih toksemik dibandingkan anthrax kulit tanpa komplikasi. Pada bubonic plague terdapat adenopati yang nyeri, terutama di inguinal atau aksila. Selain itu, pada bubonic plague juga tidak ditemukan ulkus, edema ulkus, ataupun eschar seperti pada anthrax kulit.[2,7]
Tularemia:
Pada ulceroglandular tularemia terdapat lesi ulseratif yang nyeri, tidak gatal, dan tidak dikelilingi halo edema seperti pada anthrax kulit. Organisme patogen dapat dideteksi menggunakan pewarnaan pada eksudat ulkus ulceroglandular tularemia maupun anthrax kulit.[2,8]
Sifilis:
Lesi pada sifilis tidak nyeri, tidak gatal, dan tidak dikelilingi halo edema seperti pada anthrax kulit. Selain itu, sifilis disertai dengan adenopati general dibandingkan adenopati lokal pada anthrax kulit.[2,9]
Diagnosis Banding Anthrax Gastrointestinal
Diagnosis banding anthrax gastrointestinal adalah disentri. Pada disentri muncul diare berdarah yang disertai nyeri abdomen seperti pada anthrax intestinal. Riwayat ingesti daging yang dicurigai terkontaminasi anthrax dapat membantu mengarahkan diagnosis anthrax intestinal.
Pemeriksaan feses yang negatif terhadap amuba dan shigella dapat mengarahkan kecurigaan ke arah anthrax intestinal, terutama jika terjadi di daerah endemi anthrax, didukung dengan adanya riwayat ingesti spora dari kontak tangan/makanan terkontaminasi.[2,3]
Diagnosis Banding Anthrax Inhalasi
Diagnosis banding anthrax inhalasi adalah pulmonary tularemia dan bacterial mediastinitis.[2,3]
Pulmonary tularemia memiliki karakteristik seperti community-acquired pneumonia dengan adenopati hilus bilateral dan perdarahan pada efusi pleura. Sementara itu, karakteristik utama anthrax inhalasi adalah mediastinitis hemoragik dengan perdarahan pada efusi pleura.[2-4]
Anthrax inhalasi dapat dibedakan dari bacterial mediastinitis dari anamnesis riwayat dan manifestasi klinis penyakit. Pasien dengan bacterial mediastinitis memiliki riwayat sobekan esofagus atau riwayat operasi toraks, sedangkan pasien dengan anthrax inhalasi memiliki riwayat paparan spora anthrax. Fase awal bacterial mediastinitis dapat menyerupai anthrax inhalasi, namun pada bacterial mediastinitis tidak didapati hemoptisis, nyeri dada substernal, dan syok seperti pada anthrax inhalasi.[2,3]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan baku emas untuk mengidentifikasi infeksi B.anthracis adalah dengan pemeriksaan kultur. Pemeriksaan penunjang lain yang dapat membantu menegakkan diagnosis antara lain pewarnaan spesimen dan pemeriksaan histopatologi, enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA), polymerase chain reaction (PCR), serta pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan laboratorium anthrax dilakukan dengan biosafety tingkat 2.[2,3]
Pewarnaan Spesimen dan Pemeriksaan Histopatologi
Diagnosis anthrax kulit ditunjang dengan pemeriksaan eksudat ulkus menggunakan pewarnaan methylene blue, giemsa, dan Gram. Pewarnaan Gram adalah pemeriksaan awal yang paling mudah dilakukan untuk mengidentifikasi spesimen yang dicurigai. Pada pewarnaan Gram, B.anthracis akan nampak berbentuk batang, tidak motil, Gram positif. Pada pewarnaan methylene blue dapat terlihat kapsul dan spora anthrax. Spora anthrax akan nampak berbentuk oval, di sentral, dan tidak disertai pembengkakan sel.[2,3]
Pemeriksaan Kultur
Pemeriksaan kultur adalah pemeriksaan baku emas diagnosis anthrax. Pemeriksaan kultur harus dilakukan sebelum memulai terapi antimikroba untuk menghindari hasil false negative. Spesimen dapat diambil dari darah, eksudat lesi kulit, swab lesi orofaring, cairan asites, swab rektal, cairan pleura, cairan serebrospinal, dan biopsi jaringan.[1,3]
B. anthracis tumbuh pada media nutrien kaldu atau agar darah, dengan pH 7-7,4 dan suhu 37°C selama 24 jam. Kemudian akan membentuk koloni berwarna putih abu-abu, bulat, diameter 2-3 mm, opak, kasar, dan nampak seperti pecahan gelas (caput medusa), dengan tepi koloni nampak seperti long hairlike curls. Koloni basilus cenderung berkelompok membentuk rantai panjang sehingga nampak seperti streptobacilli.
Pada media agar darah, koloni bakteri akan nampak lebih halus, mukoid, dan nonhemolitik. Sedangkan pada media cair seperti nutrien kaldu, B. anthracis tumbuh seperti massa gumpalan, dan membentuk benang-benang tebal pada permukaan media.[3,6]
ELISA
ELISA adalah pemeriksaan serologi untuk mendeteksi toksin B.anthracis atau respon immunoglobulin G (IgG) terhadap antigen protektif B.anthracis. Pemeriksaan ELISA pada toksin letal dan toksin edema akan positif jika titer tunggal fase akut meningkat drastis atau jika ada peningkatan 4 kali lipat antara spesimen fase akut dan fase konvalesen.[3]
PCR
PCR adalah pemeriksaan untuk mendeteksi sekuens deoxyribonucleic acid (gen) spesifik yang mengkode pembentukan toksin dan regulasinya pada plasmid pXO1, juga gen AcpA dan AcpB yang mengatur sintesis kapsul dan regulasinya pada plasmid pXO2. PCR dinilai lebih cepat dan akurat serta dapat digunakan pada sampel dengan jumlah bakteri yang sedikit.[1,5]
Pemeriksaan Radiologi
Rontgen abdomen pada anthrax dapat menunjukkan elevasi diafragma dan dilatasi usus yang berisi udara, tanpa adanya udara bebas intraperitoneal.[6]
Rontgen toraks pada anthrax inhalasi akan menunjukkan pelebaran mediastinum akibat limfadenopati hilus, efusi pleura, atau infiltrat pulmo yang hemoragik, sedangkan parenkim dapat nampak normal tanpa infiltrat.[2,3]
CT scan toraks pada anthrax inhalasi dapat menunjukkan pembesaran limfonodi hilus, pendarahan mediastinum, edema mediastinum, penebalan peribronkial, dan efusi pleura hemoragik.[2,3]
Pemeriksaan Lain
Pemeriksaan darah rutin akan menunjukkan hemokonsentrasi dan leukositosis atau leukosit normal pada batas atas, dengan pergeseran ke kiri pada hitung jenis leukosit.[6]
Pungsi lumbal dilakukan pada anthrax meningitis untuk pemeriksaan pewarnaan dan kultur dari sampel cairan serebrospinal. Pada pemeriksaan cairan serebrospinal akan nampak perdarahan dengan sedikit neutrofil polimorfonuklear, kadar protein meningkat >45 mg/dl, kadar glukosa menurun <40 mg/dl, dan terdapat beberapa basilus anthrax.[3]
Penulisan pertama oleh: dr. Alexandra Francesca Chandra