Patofisiologi Anthrax
Patofisiologi anthrax diawali dari masuknya spora anthrax ke dalam tubuh manusia melalui kontak dengan kulit terbuka atau luka, ingesti spora, atau inhalasi spora. Spora yang masuk ke dalam tubuh akan diliputi oleh sel imun, kemudian ditranportasikan ke limfonodi regional dimana spora akan teraktivasi menjadi bakteri. Spora anthrax membutuhkan masa inkubasi 1-7 hari untuk teraktivasi, namun spora dapat juga menjadi dorman sampai 60 hari atau lebih.[1,2,4]
Setelah teraktivasi menjadi bakteri, Bacillus anthracis akan berkembang, multiplikasi, dan mulai memproduksi toksin yang akan menyebabkan kerusakan dan kematian sel. Pada fase ini mulai muncul manifestasi klinis sistemik. Seiring dengan progresi penyakit, infeksi dapat menyebar melalui aliran darah. Penyebaran hematogen dapat menyebabkan syok sepsis dan infeksi pada organ dalam seperti paru-paru, ginjal, dan lien. Bakteri juga dapat masuk ke dalam otak dan menyebabkan meningitis yang fatal.[1,2,4]
Patofisiologi Anthrax Kulit
Anthrax kulit terjadi melalui inokulasi spora ke dalam kulit terbuka atau luka saat kontak dengan hewan terinfeksi atau saat mengolah produk hewani yang terinfeksi. Di jaringan kulit, spora akan teraktivasi menjadi bakteri. Bakteri akan multiplikasi secara lokal dan tetap berada dalam kapiler organ yang terinfeksi, kemudian memproduksi toksin yang menyebabkan infeksi lokal sampai fatal.
Seiring dengan progresi penyakit, dapat terjadi penyebaran secara hematogen dan limfogen. Diseminasi dari hati, lien, dan ginjal menuju kembali ke aliran darah akan menyebabkan bakteremia dan septikemia yang menyebabkan fokus perdarahan sekunder intestinal (anthrax gastrointestinal).[1-3]
Patofisiologi Anthrax Gastrointestinal
Anthrax gastrointestinal dapat terjadi secara sekunder akibat septikemia pada anthrax kulit, atau terjadi melalui ingesti langsung spora akibat makan daging hewan terinfeksi yang mentah atau kurang matang ataupun sayur-sayuran yang tidak dimasak dengan sempurna. Anthrax gastrointestinal dapat terjadi di orofaring, esofagus, gaster, dan intestinal.
Pada anthrax gastrointestinal, spora menginvasi mukosa gastrointestinal, masuk ke limfonodi mesenterium, kemudian teraktivasi menjadi bakteri. Multiplikasi bakteri akan menyumbat (oklusi) sistem limfatik sehingga muncul manifestasi klinis asites dan ileus.[1,2,5]
Lesi lokal yang muncul pada anthrax gastrointestinal mirip dengan lesi pada anthrax kulit. Pada beberapa kasus, nekrosis dan ulserasi di lokasi infeksi dapat menyebabkan perdarahan gastrointestinal. Cairan peritoneal akan banyak terisi leukosit dan eritrosit. Bakteri dapat menyebar secara hematogen dan menyebabkan bakteremia. Bakteremia dapat menyebabkan infeksi pada organ dalam seperti paru-paru, ginjal, lien, dan otak.[2,3,5]
Patofisiologi Anthrax Inhalasi
Anthrax inhalasi terjadi ketika spora terhirup saat mengolah produk hewani yang terinfeksi, misalnya daging, wol, atau kulit hewan. Pada anthrax inhalasi, spora yang terinhalasi akan menyebabkan akumulasi spora dalam alveolus paru-paru. Diperlukan minimal 4.000-8.000 spora yang terinhalasi untuk dapat menyebabkan infeksi.
Spora yang terinhalasi akan difagosit oleh makrofag paru, kemudian dibawa menuju limfonodi mediastinum dan hilus. Spora akan teraktivasi menjadi bakteri yang kemudian berkembang, multiplikasi, dan mulai menghasilkan toksin. Toksin bakteri dapat menyebabkan gagal napas akibat trombosis pembuluh darah kapiler paru atau efek langsung toksin pada pusat pernapasan di otak.
Bakteri dapat menyebar secara hematogen dan menyebabkan bakteremia hingga kematian. Pada fase bakteremia, lesi hemoragik dapat terjadi di bagian tubuh manapun, terutama di mediastinum (mediastinitis hemoragik).[1-3]
Penulisan pertama oleh: dr. Alexandra Francesca Chandra