Epidemiologi Aspergillosis
Data epidemiologi menunjukkan bahwa aspergillosis lebih banyak dialami oleh pasien dengan gangguan sistem imun, seperti pasien dengan luka bakar dan pasien yang mendapat transplantasi organ. Aspergillosis juga lebih sering dialami pasien dengan penyakit saluran napas, seperti asma dan penyakit paru obstruktif kronis.
Global
Di Amerika Serikat, Aspergillus antigen dilaporkan positif pada 25% pasien asma dan 50% pasien cystic fibrosis. Meski demikian, manifestasi allergic bronchopulmonary aspergillosis (ABPA) cukup jarang, yakni hanya pada 0,25-0,8% pasien asma dan 7% pasien cystic fibrosis. Pada pasien asma yang steroid-dependent atau mengalami bronkiektasis, insiden ABPA diperkirakan 7-10%.[4]
Aspergillosis invasif diperkirakan memiliki insiden global sebesar 20% pada resipien transplantasi organ solid. Insiden pada resipien transplantasi ginjal diperkirakan sebesar 0,7–4%; resipien transplantasi hati 1–9,2%; dan resipien transplantasi jantung 1-14%.[6]
Beberapa studi di Eropa melaporkan insiden aspergillosis pulmoner terkait COVID-19 sebesar 0,7-7,7% pada pasien COVID-19. Insiden meningkat menjadi 2,5–39,1% pada pasien COVID-19 di ICU, dan 3,2–29,6% pada pasien COVID-19 dengan ventilasi mekanik.[7]
Indonesia
Data epidemiologi aspergillosis di Indonesia belum tersedia.
Mortalitas
Mortalitas aspergillosis invasif dilaporkan sebesar 22%. Meski demikian, tingkat mortalitas ini bisa mencapai 80% pada populasi lansia.[6,10]
Kasus chronic necrotizing pulmonary aspergillosis (CNPA) dilaporkan memiliki tingkat mortalitas 10-40%. Di sisi lain, aspergilloma yang disertai dengan hemoptisis bisa memiliki manifestasi yang berat dan mengancam nyawa.[4]
Pada pasien COVID-19, mortalitas pasien dengan COVID-19-associated pulmonary aspergillosis dilaporkan lebih tinggi dibandingkan rata-rata pasien COVID-19 yang dirawat di ICU. Angka mortalitas dalam 28 hari dapat mencapai 31% dan dalam 90 hari mencapai 37%.[11]