Penatalaksanaan Aspergillosis
Penatalaksanaan aspergillosis akan bergantung pada jenisnya. Allergic bronchopulmonary aspergillosis (ABPA) diobati dengan steroid sebagai terapi lini pertama, dan dapat ditambahkan itraconazole pada pasien yang tidak membaik dengan terapi steroid saja. Chronic necrotizing pulmonary aspergillosis (CNPA) diterapi dengan itraconazole atau voriconazole.
Aspergilloma yang asimptomatik tidak memerlukan terapi. Jika pasien bergejala, reseksi bedah dapat dipertimbangkan pada pasien tanpa keterbatasan fungsi paru. Terapi antijamur dapat dipertimbangkan pada kasus invasi paru atau jika ditakutkan terjadi diseminasi perioperatif.
Sementara itu, pilihan pertama terapi aspergillosis invasif adalah voriconazole dan isavuconazole. Alternatif terapi adalah amphotericin dan caspofungin.[4,6,9]
Tabel 1. Pilihan Terapi Aspergillosis
Jenis Aspergillosis | Terapi Lini Pertama | Alternatif Terapi | Keterangan | |
Allergic bronchopulmonary aspergillosis (ABPA) | Prednisolone 0,5 mg/kg/hari selama 4 minggu, kemudian 0,25 mg/kg/hari selama 4 minggu, kemudian 0,125 mg/kg/hari selama 4 minggu | Voriconazole atau posaconazole oral | Steroid merupakan terapi lini pertama. Antifungal ditambahkan jika pasien tidak berespon adekuat terhadap terapi steroid. | |
Itraconazole 200 mg 2 kali sehari. | ||||
Aspergilloma | Tidak memerlukan terapi pada kondisi ringan | Itraconazole, voriconazole | Terapi antijamur dapat dipertimbangkan pada kasus invasi paru atau bila ada kemungkinan diseminasi perioperatif | |
Reseksi bedah dapat dipertimbangkan pada kasus tertentu | ||||
Embolisasi arteri bronkial dapat diperlukan pada kasus hemoptisis. | ||||
Chronic necrotizing pulmonary aspergillosis (CNPA) | Itraconazole 200 mg diberikan 2 kali sehari selama 6 bulan | Posaconazole Liposomal Amphotericin B Caspofungin Micafungin | Terapi dalam durasi lebih lama mungkin diperlukan. | |
Voriconazole 6 mg/kg setiap 12 jam pada hari pertama, kemudian 4 mg/kg setiap 12 jam pada hari-hari berikutnya selama 6 bulan | ||||
Embolisasi arteri bronkial dapat diperlukan pada kasus hemoptisis. | ||||
Aspergillosis Invasif | Voriconazole 6 mg/kg setiap 12 jam pada hari pertama, kemudian 4 mg/kg setiap 12 jam selama 6-12 minggu | Liposomal Amphotericin B Caspofungin | Terapi kombinasi dapat dipertimbangkan pada kasus refrakter. | |
Isavuconazole 372 mg setiap 8 jam hingga 6 dosis, kemudian 372 mg/hari selama 6-12 minggu |
Sumber: Russo, et al. 2020.[6]
Allergic Bronchopulmonary Aspergillosis (ABPA)
Pada pasien dengan ABPA, prednisolone digunakan sebagai monoterapi dengan dosis inisial 0,5 mg/kg. Pemberian dilakukan dengan durasi berkisar 3-5 bulan.
Pada pasien asma yang mengalami ABPA dan bronkiektasis yang tidak membaik dengan pemberian steroid, pertimbangkan untuk menambahkan antifungal. Antifungal pilihan adalah itraconazole.
Evaluasi terapi dilakukan dengan pengukuran kadar IgE dan dikaitkan dengan perbaikan klinis dan radiologi. Jika kadar IgE meningkat 2 kali lipat dari baseline dan terjadi perburukan klinis atau radiologi, pasien dianggap mengalami eksaserbasi. Sebaliknya, pasien dianggap mengalami remisi apabila tidak terjadi eksaserbasi selama setidaknya 6 bulan setelah terapi steroid.[6]
Aspergilloma
Pasien dengan aspergilloma yang asimptomatik tidak memerlukan terapi. Terapi dipertimbangkan jika pasien menjadi simptomatik, terutama jika mengalami hemoptisis. Terapi yang bersifat kuratif adalah reseksi bedah, tetapi pendekatan ini mungkin tidak bisa dilakukan pada pasien dengan keterbatasan fungsi paru.
Pemberian itraconazole dapat dipertimbangkan dan telah dilaporkan menghasilkan resolusi parsial atau komplit pada 60% pasien.
Pasien yang mengalami hemoptisis yang mengancam nyawa dapat dipertimbangkan untuk menjalani embolisasi arteri bronkial.[4]
Chronic Necrotizing Pulmonary Aspergillosis (CNPA)
Tujuan terapi pada CNPA adalah mencegah terjadinya hemoptisis yang mengancam nyawa, serta mengurangi gejala dan memperbaiki kualitas hidup pasien. Terapi pilihan adalah itraconazole oral 200 mg diberikan 2 kali sehari. Terapi lini kedua adalah voriconazole and posaconazole.
Pemberian amphotericin B dan echinocandin intravena juga telah dilaporkan efektif pada pasien dengan infeksi yang berkembang secara cepat, pasien yang tidak berespon dengan pemberian golongan azole, atau pada kasus resisten azole.
Terapi diberikan selama 6 bulan. Selanjutnya, setelah pasien asimptomatik, dapat dilakukan evaluasi ulang setiap 3-6 bulan.[6]
Aspergillosis Invasif
Obat antifungal yang telah disetujui penggunaannya untuk terapi aspergillosis invasif adalah voriconazole, isavuconazole, dan amphotericin B dalam formulasi lipid. Pemberian terapi antifungal harus dilakukan secepatnya pada pasien yang dicurigai mengalami aspergillosis invasif karena dapat bersifat menyelamatkan nyawa.
Dari berbagai pilihan terapi untuk aspergillosis invasif, isavuconazole memiliki kelebihan karena dapat diberikan sekali sehari dan memiliki aktivitas antifungal yang lebih luas dibandingkan voriconazole. Isavuconazole juga tidak memiliki siklodekstrin, seperti yang digunakan pada sediaan obat triazole lain untuk meningkatkan solubilitas, yang bersifat nefrotoksik dan hepatotoksik. Isavuconazole juga memiliki interaksi obat yang lebih minimal. Sayangnya, obat ini belum ada di Indonesia.
Belum ada durasi terapi yang dianggap paling optimal untuk aspergillosis invasif. Secara umum, terapi diberikan selama 6-12 minggu, tergantung pada kondisi klinis dan respon terapi. Pemantauan respon terapi perlu melibatkan pengukuran biomarker serum dan gambaran CT Scan.[6,9]