Penatalaksanaan Cacar Monyet
Penatalaksanaan definitif untuk cacar monyet atau mpox (monkeypox) pada manusia masih belum ditetapkan karena terbatasnya bukti. Manajemen utama adalah isolasi dan terapi suportif untuk meringankan keluhan, seperti demam, sakit kepala, nyeri otot, dan dehidrasi. Beberapa obat antiviral untuk smallpox diduga bermanfaat sebagai terapi cacar monyet tetapi masih memiliki bukti yang terbatas.
Isolasi dan Terapi Suportif
Sebagian besar pasien cacar monyet memiliki gejala ringan dan akan membaik dengan sendirinya (self-limiting) dalam waktu 2–4 minggu. Terapi suportif berupa pemberian cairan, obat antipiretik, atau obat analgesik seperti paracetamol dapat dilakukan untuk meringankan keluhan, seperti demam, dehidrasi, sakit kepala, dan sakit otot.[1,2]
Pasien disarankan untuk menjalani bedrest, tetapi umumnya tidak membutuhkan rawat inap di rumah sakit kecuali bila gejalanya berat. Selama berada di rumah, pasien perlu menjalani isolasi untuk menghindari transmisi airborne maupun transmisi melalui kontak lesi secara langsung dengan keluarga. Isolasi dilakukan hingga krusta terakhir telah terlepas (fall off) dan lapisan kulit baru telah terbentuk.[1,2,9]
Medikamentosa
Terapi medikamentosa yang spesifik dan efektif untuk penyakit cacar monyet sampai saat ini belum ditemukan. Beberapa obat antiviral yang diduga bermanfaat untuk terapi cacar monyet adalah cidofovir, brincidofovir, dan tecovirimat, yang merupakan antiviral untuk smallpox.[1,9]
Cidofovir
Cidofovir terbukti efektif untuk menangani poxviruses dalam penelitian in vitro dan penelitian pada hewan percobaan. Namun, data penelitian terhadap manusia masih terbatas dan pemberian terapi ini pada manusia masih menjadi kontroversi karena efek samping nefrotoksik yang ditimbulkan. Obat ini belum tersedia di Indonesia.[9,12,18]
Brincidofovir
Brincidofovir juga terbukti efektif untuk menangani poxviruses pada studi in vitro dan studi hewan percobaan. Namun, data studi pada manusia masih terbatas. Brincidofovir diduga bersifat lebih aman daripada cidofovir karena tidak menimbulkan nefrotoksisitas serius seperti cidofovir pada studi yang ada. Obat ini belum tersedia di Indonesia.[9,18]
Tecovirimat
Studi pada hewan percobaan menunjukkan bahwa tecovirimat efektif untuk mengatasi infeksi orthopoxvirus. Selain itu, obat ini juga dikatakan dapat ditoleransi dengan baik oleh manusia dan tidak berkaitan dengan efek samping serius. Namun, data studi tentang efektivitasnya pada kasus monkeypox manusia sebenarnya masih terbatas.[9]
Amerika Serikat telah menggunakan tecovirimat sebagai salah satu terapi untuk cacar (smallpox). Obat ini terbukti efektif melindungi primata dari infeksi cacar monyet derajat berat dan diduga mungkin bersifat efektif pada manusia.[12,13]
Pada bulan Mei 2022, European Medical Association (EMA) mengeluarkan lisensi untuk menggunakan obat ini pada kasus monkeypox yang terjadi di beberapa negara Eropa nonendemik, seperti Italia, Spanyol, Belanda, Jerman, dan Prancis. Namun, obat ini belum tersedia secara luas dan juga belum tersedia di Indonesia.[1,18]
Direvisi oleh: dr. Irene Cindy Sunur