Diagnosis Influenza
Diagnosis influenza umumnya dilakukan berdasarkan evaluasi gejala klinis pasien, terutama selama musim flu. Gejala influenza melibatkan demam, nyeri otot, sakit kepala, dan gejala pernapasan, yang biasanya membaik seiring waktu
Tes cepat antigen, seperti tes rapid influenza diagnostic tests (RIDTs), dapat digunakan untuk mendeteksi antigen virus influenza dalam waktu singkat dari sampel hidung atau tenggorokan. Namun, hasil tes cepat ini mungkin tidak selalu akurat.
Untuk konfirmasi yang lebih pasti, metode laboratorium molekuler seperti polymerase chain reaction (PCR) dapat digunakan untuk mendeteksi materi genetik virus influenza dalam sampel pasien. Kriteria diagnosis juga dapat melibatkan pemantauan perubahan radiologi pada gambar rontgen toraks atau CT scan, terutama jika terdapat kekhawatiran terhadap komplikasi paru seperti pneumonia.[2]
Anamnesis
Dari anamnesis, dapat digali riwayat gejala yang muncul mendadak setelah 1-4 hari periode inkubasi, seperti adanya demam, menggigil, nyeri otot, sakit kepala, lemas, dan penurunan nafsu makan. Gejala dapat berlanjut hingga 1 minggu, kemudian umumnya membaik sendiri.[1,2]
Gejala
Pasien sering melaporkan gejala pernapasan seperti batuk, pilek, dan sakit tenggorokan. Demam juga merupakan gejala umum influenza.
Selain itu, keluhan mengenai nyeri otot dan sendi seringkali mencolok pada pasien influenza. Pasien mungkin merasakan kelelahan dan kelemahan umum. Pasien juga dapat melaporkan gejala umum seperti sakit kepala, penurunan nafsu makan, dan beberapa orang juga mengalami mual atau muntah.[2]
Faktor Risiko
Tanyakan apakah ada faktor risiko tertentu, seperti kontak dengan individu yang sakit. Evaluasi pula adanya faktor yang bisa meningkatkan risiko infeksi berat, misalnya adanya komorbiditas dengan imunodefisiensi atau penyakit saluran napas kronis seperti asma.[2]
Vaksinasi
Tanyakan apakah pasien telah menerima vaksin influenza. Ini dapat memberikan informasi tentang kemungkinan keparahan infeksi dan efikasi vaksin.[2]
Pemeriksaan Fisik
Berdasarkan pemeriksaan fisik, demam pada penyakit influenza umumnya adalah demam, di mana suhu bisa mencapai 40°C, meskipun pasien juga bisa subfebris. Selain itu juga dapat ditemukan takikardia, yang bisa terjadi akibat demam, hipoksia, atau keduanya.
Pada pasien juga akan ditemukan gambaran faringitis dengan faring hiperemis, bisa disertai dengan nyeri menelan. Status generalis umumnya menunjukkan pasien tampak lemah, flushing, kulit teraba hangat dan lembab. Selain itu, bisa terdapat konjungtiva hiperemis dan berair, membran mukosa hidung hiperemis, tanpa adanya eksudasi.[2]
Jika terjadi perluasan infeksi ke saluran napas bawah, maka pada auskultasi paru dapat ditemukan ronki kering yang transien atau ronki basah yang terlokalisir. Pada anak, juga dapat terjadi limfadenopati servikal.[6]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding influenza cukup bervariasi karena gejala influenza seperti demam dan gejala saluran napas juga umum ditemukan pada infeksi penyakit lain maupun infeksi virus lain.
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
Acute respiratory distress syndrome (ARDS) adalah fase paling berat pada kondisi acute lung injury (ALI), suatu bentuk cedera alveolar difus. ARDS adalah suatu kondisi akut yang ditandai dengan infiltrat pulmonar bilateral dan disertai dengan hipoksemia berat serta tidak ditemukan adanya bukti edema paru kardiak.
Berdasarkan waktu, diagnosis ARDS ditegakkan pada onset kurang dari 1 minggu yang disertai gambaran perubahan radiografi berupa infiltrat bilateral dengan edema yang tidak disebabkan oleh etiologi kardiak. ARDS bisa menjadi komplikasi dari infeksi influenza yang berat, meskipun kejadiannya jarang pada individu imunokompeten.[7]
Adenovirus
Infeksi adenovirus dapat menimbulkan gejala seperti acute respiratory disease (ARD), pharyngoconjunctival fever, epidemic keratoconjunctivitis, acute hemorrhagic cystitis dan gastroenteritis. Tes PCR dapat menentukan diagnosis infeksi adenovirus.[8]
Infeksi Dengue
Infeksi virus dengue umumnya akan menimbulkan gejala pada hari ke 4 hingga 10 inkubasi. Gejala infeksi dengue sendiri biasanya berkisar antara 2-7 hari dan selanjutnya akan menuju fase penyembuhan. Gejala yang dirasakan mirip dengan influenza, yakni demam dan facial flushing, yang dapat bertahan hingga 2-3 hari. Meski begitu, pada influenza tidak terjadi trombositopenia seperti pada demam dengue.[9]
Hantavirus Pulmonary Syndrome
Pada infeksi hantavirus, gejala prodromal sama dengan penyakit virus lain seperti demam, nyeri kepala, dan myalgia. Selain itu juga dapat ditemukan muntah, diare, dan nyeri perut. Gejala prodromal ini bertahan antara 3-5 hari.
Selanjutnya adalah fase gejala kardiopulmoner berupa sesak, batuk kering, dan circulatory collapse. Diagnosis Hantavirus pulmonary syndrome (HPS) dapat dibedakan dari influenza dengan pemeriksaan serologis, polymerase chain reaction (PCR), dan studi immunohistochemistry (IHC).[10]
HIV
Influenza adalah infeksi virus pernapasan yang menyebabkan gejala akut seperti demam, batuk, dan nyeri otot, di mana diagnosis biasanya didasarkan pada riwayat gejala yang cepat dan pemeriksaan fisik, serta dapat diperkuat dengan hasil tes molekuler untuk mendeteksi materi genetik virus influenza. Di sisi lain, HIV menyerang sistem imun dan infeksi awalnya mungkin tanpa gejala khas. Diagnosis HIV melibatkan tes darah yang mengidentifikasi antibodi atau materi genetik virus HIV.[11]
Human Parainfluenza Virus (HPIV)
Human parainfluenza virus (HPIV) terutama menyerang kelompok usia anak. Infeksi virus parainfluenza dapat bermanifestasi klinis dengan gambaran common cold disertai demam, laryngotracheobronchitis (croup), bronkiolitis, dan pneumonia. Diagnosis HPIV ditegakkan dengan pemeriksaan immunofluorescent assay, enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA), polymerase chain reaction (PCR), atau dengan pemeriksaan antibodi IgG dan IgM.[12,13]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang jarang diperlukan pada kasus influenza yang ringan karena diagnosis biasanya dapat ditegakkan cukup jelas dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, serta hasil pemeriksaan penunjang umumnya jarang mempengaruhi terapi. Pemeriksaan penunjang yang digunakan untuk mengidentifikasi tipe strain virus influenza biasanya hanya diperlukan pada kasus epidemik ataupun pandemik.[2]
Uji Diagnostik Cepat Influenza
Pemeriksaan immunoassay dapat dilakukan untuk mengenali antigen nukleoprotein virus tipe A dan B dari spesimen sekret jalan napas. Sensitivitas uji diagnostik cepat influenza berkisar 62% dan spesifisitasnya 98%. Sensitivitas pada anak lebih tinggi sehubungan dengan jumlah virus yang dikandung dalam sekret hidung anak dibanding dewasa. Sensitivitas lebih tinggi pada hari-hari pertama sejak mulai muncul gejala.[2,3]
Uji Diagnostik Molekuler
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mendeteksi asam nukleat virus. Polymerase chain reaction (PCR) telah dilaporkan lebih sensitif dibandingkan kultur virus dan dapat mendeteksi subtipe virus secara cepat (dalam 24 jam berbanding 3-7 hari dengan kultur). Sensitivitas PCR lebih baik menggunakan swab nasofaringeal, atau dengan aspirat trakeal dan sputum pada pasien dengan gejala infeksi saluran napas bawah.[2]
Pemeriksaan Serologi
Pemeriksaan serologi dibuat untuk menggantikan pemeriksaan kultur yang membutuhkan biaya besar dan waktu yang lama. Angka sensitivitas pemeriksaan serologi influenza berada pada rentang 60-70%.[2]
Rontgen Toraks
Pemeriksaan rontgen toraks diperlukan terutama pada pasien yang berisiko tinggi mengalami komplikasi atau mereka dengan gejala saluran napas bawah. Jika terjadi pneumonia, gambaran radiografi awal dapat ditemukan infiltrat minimal bilateral. Pada fase lebih lanjut, infiltrat bilateral akan tampak lebih jelas. Jika pasien sudah mengalami ARDS, bisa tampak bilateral ground-glass appearance yang difus.[2]
Penulisan pertama: dr. Sunita