Etiologi Malaria
Etiologi malaria adalah parasit protozoa Plasmodium. Ada 5 spesies Plasmodium yang dapat menginfeksi manusia.
Plasmodium Falciparum
Plasmodium falciparum (malaria tropika) adalah spesies Plasmodium yang paling sering menyebabkan malaria berat hingga kematian. Masa inkubasi berkisar antara 9–14 hari, menimbulkan demam intermiten atau kontinu.[16]
Pada malaria berat yang disebabkan oleh infeksi Plasmodium falciparum, patogenesis berkaitan dengan kemampuan parasit mengubah struktur dan biomolekul sel eritrosit untuk mempertahankan hidup parasit. Perubahan tersebut meliputi mekanisme transpor membran sel, sitoadherensi, sekuestrasi, dan rosetting.[16,19]
Sitoadherensi merupakan peristiwa perlekatan eritrosit yang telah terinfeksi Plasmodium falciparum pada reseptor di bagian endotel venula dan kapiler. Sitoadherensi dimediasi oleh protein membran eritrosit Plasmodium falciparum (PfEMP1) yang dihasilkan dari transkripsi gen var dan secara dominan berikatan dengan reseptor CD36 dan intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1) pada sel endotel.
Selain itu, eritrosit yang diinfeksi parasit tersebut juga dapat melekat pada eritrosit yang tidak terinfeksi sehingga membentuk struktur seperti bunga (rosette).[16,19]
Sitoadherensi eritrosit pada endotel dan eritrosit normal menyebabkan sekuestrasi di pembuluh darah kecil pada berbagai organ, sehingga menimbulkan obstruksi sirkulasi mikro, gangguan perfusi jaringan, asidosis laktat, dan pada kondisi berat menimbulkan kerusakan end-organ. Sekuestrasi pada plasenta wanita hamil dapat menimbulkan komplikasi, yakni abortus, berat badan lahir rendah, dan malaria kongenital.[16]
Plasmodium Vivax
Plasmodium vivax (malaria tertiana) memiliki masa inkubasi 12–18 hari dan menimbulkan demam berulang dengan interval bebas demam selama 2 hari. Jenis ini juga dapat menyebabkan malaria berat.[16]
Ciri khas infeksi Plasmodium vivax adalah sel darah merah yang dominan dengan retikulosit dan antigen Duffy untuk invasi parasit. Akibatnya, parasitemia relatif rendah pada malaria vivax. Ukuran retikulosit lebih besar daripada sel darah merah matur, sehingga pada apusan darah tepi akan tampak sel yang terinfeksi lebih besar daripada sel darah merah di sekitarnya. Demam pada plasmodium vivax dapat muncul kembali saat hipnozoit melepaskan merozoit.[15]
Pada pasien tanpa penyakit komorbid, Plasmodium vivax jarang menyebabkan kematian. Namun, Plasmodium vivax dapat relaps dan pada pasien dengan penyakit kronis, spesies ini dapat menimbulkan anemia berat, malnutrisi, dan respons imun yang buruk.
Manifestasi berat yang dapat timbul adalah acute respiratory distress syndrome, gagal hati, gagal ginjal, dan syok. Koma dapat terjadi walaupun jarang karena spesies ini tidak seperti Plasmodium falciparum yang dapat menyebabkan sekuestrasi parasit di otak dalam jumlah banyak.[15]
Plasmodium Ovale
Masa inkubasi Plasmodium ovale adalah 12–18 hari sehingga pola demam sama seperti malaria vivax, dengan manifestasi klinis ringan.[4,20]
Terdapat 2 spesies Plasmodium ovale, yakni Plasmodium ovale curtisi dan Plasmodium ovale wallikeri. Kedua spesies ini memiliki manifestasi klinis dan penatalaksanaan yang sama. Plasmodium ovale mirip dengan Plasmodium vivax, tetapi tidak membutuhkan antigen Duffy untuk menginvasi sel darah merah.
Pada pemeriksaan apusan darah tepi, Plasmodium ovale tampak trofozoit seperti komet dan sel darah merah akan tampak oval dengan fimbria (seperti jari) pada membran sel. Bentuk cincin, skizon, dan gametosit Plasmodium ovale sama dengan Plasmodium vivax.[15]
Plasmodium Malariae
Plasmodium malariae (malaria kuartana) merupakan malaria dengan manifestasi klinis paling ringan. Masa inkubasi sekitar 2–4 minggu dengan demam berulang dan interval bebas demam selama 3 hari.[4,20]
Jumlah merozoit yang dikeluarkan saat skizon ruptur jauh lebih sedikit, sehingga parasitemia pun lebih rendah dibandingkan malaria jenis lainnya. Plasmodium malariae juga sering disebut sebagai malaria kronis karena dapat bertahan hingga puluhan tahun. Plasmodium malariae memiliki ciri khas, yakni deposit kompleks imun di ginjal yang bisa menyebabkannefritis.
Pada apusan darah tepi, parasit ditemukan dalam bentuk band, skizon dengan beberapa merozoit, dan globul dengan pigmen di bagian sentral berwarna keemasan.[15]
Plasmodium Knowlesi
Plasmodium knowlesi memiliki masa inkubasi 9–12 hari. Manifestasi klinis yang utama adalah demam dan sakit kepala. Proporsi kasus dengan komplikasi berat akibat Plasmodium knowlesi lebih sering terjadi daripada Plasmodium vivax dan Plasmodium falciparum.[15,20]
Manifestasi berat pada Plasmodium knowlesi berupa hipotensi, distres pernapasan, gagal ginjal akut, hiperbilirubinemia, dan syok. Koma tidak selalu terjadi pada infeksi Plasmodium knowlesi.
Manifestasi berat terjadi akibat respons imun tubuh berlebihan yang muncul saat penanganan terlambat. Plasmodium knowlesi memberikan gambaran patologi mirip Plasmodium falciparum pada jaringan otak, tetapi dengan ICAM-1 yang lebih sedikit. Mekanisme Plasmodium knowlesi berinteraksi dengan endotel untuk menciptakan sekuestrasi masih belum diketahui pasti.[15]
Transmisi Malaria
Mekanisme transmisi malaria ke manusia adalah melalui gigitan nyamuk, yaitu Anopheles sp. betina yang bertindak sebagai vektor yang berhabitat di daerah tropis dan subtropis. Vektor ini jarang ditemukan pada ketinggian di atas 2.000 meter. Anopheles sp. terutama menggigit saat senja dan fajar.
Ada lebih dari 60 spesies nyamuk Anopheles yang dapat menularkan malaria ke manusia. Walaupun jarang terjadi, malaria juga dapat ditularkan melalui transfusi darah, tusukan jarum bekas penderita malaria, atau dari ibu hamil ke janin (malaria kongenital).[21-23]
Plasmodium knowlesi memiliki host spesifik, yakni kera Macaca fascicularis dan Macaca nemestrina yang di Indonesia dapat ditemukan di Kalimantan. Plasmodium knowlesi merupakan infeksi zoonotik dan belum ada bukti kuat bahwa malaria jenis ini dapat bertransmisi antarmanusia.[24]
Faktor Risiko
Beberapa faktor dapat meningkatkan kemungkinan terinfeksi malaria, seperti:
- Anak-anak berusia <5 tahun
- Wanita hamil
- Penderita human immunodeficiency virus dengan acquired immune deficiency syndrome (HIV/AIDS)
- Seseorang yang bermigrasi ke daerah endemis malaria dan tidak memiliki kekebalan tubuh terhadap malaria
- Mobilisasi penduduk
- Para pelancong[11,22]
Beberapa kelainan genetik yang mengubah struktur hemoglobin atau adanya enzim tertentu dikaitkan dengan resistensi terhadap malaria. Misalnya, golongan darah duffy negatif memberikan perlindungan terhadap infeksi Plasmodium vivax. Begitu pula dengan orang dengan thalassemia, hemoglobin C, dan hemoglobin E, yang memiliki peluang infeksi malaria falciparum atau vivax lebih kecil. Pasien dengan defisiensi glukosa 6 fosfat dehidrogenase (G6PD) dan hemoglobin sel sabit lebih terlindung dari malaria berat dan komplikasinya.[25]