Penatalaksanaan Malaria
Penatalaksanaan malaria di Indonesia meliputi pengobatan yang radikal mengikuti kebijakan nasional pengendalian malaria di Indonesia. Pengobatan dengan artemisinin-based combination therapy (ACT) hanya boleh diberikan pada pasien dengan hasil pemeriksaan darah malaria positif. Pada kasus malaria berat, penatalaksanaan tidak boleh ditunda.[4,5]
Berobat Jalan
Pasien malaria nonfalciparum tanpa gejala berat dan dapat mengonsumsi obat oral dapat berobat jalan. Evaluasi pengobatan dilakukan pada hari ke-3, -7, -14, -21, dan -28 berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan darah mikroskopis. Edukasi pasien untuk segera memeriksakan diri jika ada pemburukan klinis tanpa menunggu jadwal tersebut.[4]
Pasien rawat inap dengan keadaan umum dan kesadaran baik, telah bebas demam 3 hari tanpa obat penurun demam dan pemeriksaan parasit negatif 3 kali berturut-turut dengan jarak waktu 12-24 jam, dapat dipulangkan dan berobat jalan.
Persiapan Rujukan
Setiap kasus malaria berat harus dirawat inap atau dirujuk ke fasilitas kesehatan dengan fasilitas yang memadai. Risiko kematian tertinggi pada malaria berat atau malaria serebral terjadi pada 24 jam pertama. Untuk itu, pasien dengan waktu rujukan >6 jam perlu diberikan antimalaria sebelum dirujuk.
Antimalaria yang dianjurkan adalah artesunate dan artemether intramuskular. Jika kedua obat tersebut tidak tersedia, kina intramuskular (paha) dapat diberikan. Artesunate rektal hanya direkomendasikan untuk anak berusia < 6 tahun (dosis 10 mg/kgBB) jika artesunate intravena atau intramuskular tidak tersedia. Di Indonesia, bila tidak tersedia artesunate, maka dapat diberikan dihidroartemisinin-piperakuin (DHP) sebanyak 1 kali (bila toleransi oral baik).[4,30]
Pasien yang gagal diterapi dengan antimalaria lini pertama memerlukan rujukan ke fasilitas kesehatan yang memiliki antimalaria lini kedua.[39]
Medikamentosa
Obat antimalaria tidak boleh diberikan sebelum malaria terkonfirmasi melalui pemeriksaan laboratorium. Pemberian antimalaria bertujuan untuk membunuh semua stadium parasit di dalam tubuh, termasuk gametosit. Pada kasus infeksi Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale, antimalaria yang dapat membunuh hipnozoit perlu diberikan untuk mencegah relaps. Jenis antimalaria perlu disesuaikan dengan daerah pasien terinfeksi, sebab adanya pola resistensi obat yang berbeda.[30,39,40]
Medikamentosa yang dianjurkan di Indonesia untuk kasus malaria tanpa komplikasi adalah DHP oral dengan atau tanpa primaquine (tergantung jenis malaria). chloroquine tidak lagi digunakan karena banyaknya kasus resistensi.[4,40]
DHP diberikan 1 kali sehari selama 3 hari. Dosis primaquine yang digunakan adalah 0,25 mg/kgBB/hari. Obat antimalaria dikonsumsi sehabis makan (tidak dalam keadaan perut kosong).[4]
Malaria Falciparum
Medikamentosa yang diberikan untuk malaria falciparum adalah DHP selama 3 hari + primaquine selama 1 hari dengan dosis sebagai berikut:
Tabel 2. Dosis DHP dan Primaquine untuk Malaria Falciparum
Obat | Jumlah Tablet per Hari berdasarkan Berat Badan | ||||||||
≤5 kg | >5-6 kg | >6-10 kg | >10-17 kg | >17-30 kg | >30-40 kg | >40-60 kg | >60-80 kg | >80 kg | |
0–1 bulan | 2–<6 bulan | 6–12 bulan | <5 tahun | 5–9 tahun | 10-14 tahun | ≥15 tahun | ≥15 tahun | ≥15 tahun | |
DHP (Hari 1–3) | 1/3 | ½ | ½ | 1 | 1 ½ | 2 | 3 | 4 | 5 |
primaquine Hari 1 | - | - | ¼ | ¼ | ½ | ¾ | 1 | 1 | 1 |
Sumber: dr. Saphira Evani, 2020[4,40]
Dosis target DHP adalah dihidroartemisin dengan dosis 2,5–10 mg/kgBB/hari dan piperakuin 20–32 mg/kgBB/hari. Pada kasus malaria falciparum campuran dengan malaria vivax atau ovale, primaquine diberikan selama 14 hari. Pada kasus malaria falciparum campuran dengan malaria malariae, primaquine diberikan 1 hari.[4,39,40]
Berdasarkan CDC, terapi alternatif untuk Plasmodium falciparum atau spesies tidak teridentifikasi di area resisten chloroquine yang dapat digunakan adalah:
- Antimalaria kombinasi dosis tetap (KDT) atovaquone-proguanil (Malarone)
- KDT artemether-lumefantrine (Coartem)
- Kina + doxycycline, tetracycline, atau clindamycin selama 7 hari (di Asia Tenggara), mefloquine (hanya jika tidak ada terapi lain yang tersedia). Pada pasien anak, kuinin sulfat dapat diberikan tunggal tanpa antibiotik selama 7 hari[30]
Medikamentosa lini kedua untuk malaria falciparum adalah kombinasi kina-doxycycline-primaquine atau kina-tetracycline-primaquine. Medikamentosa ini diberikan apabila lini pertama gagal disertai jumlah parasit stadium aseksual yang tidak berkurang atau timbul kembali.[40]
Tabel 3. Dosis Kina dan primaquine untuk Malaria Falciparum
Obat | Jumlah Tablet Harian berdasarkan Berat Badan | |||||||
≤5 kg | >5-6 kg | >6-10 kg | >10-17 kg | >17-30 kg | >30-40 kg | >40-60 kg | >60-80 kg | |
0-1 bulan | 2- <6 bulan | 6-12 bulan | <5 tahun | 5-9 tahun | 10-14 tahun | ≥15 tahun | ≥15 tahun | |
Kina (Hari 1–7) | sesuai berat badan | 3x½ | 3x½ | 3x1 | 3x1½ | 3x2 | 3x2½ | 3x3 |
primaquine (Hari 1) | - | - | ¼ | ¼ | ½ | ¾ | 1 | 1 |
Keterangan: Dosis kina adalah 3x10 mg/kgBB |
Sumber: dr. Saphira Evani, 2020[40]
Tabel 4. Dosis Doxycycline
Hari | Dosis Harian berdasarkan Berat Badan | ||||
<19 kg | >19–29 kg | >29–44 kg | >44–59 kg | >59 kg | |
<8 tahun | ≥8 tahun | 10-14 tahun | ≥15 tahun | ≥15 tahun | |
1–7 | - | 2x25 mg | 2x50 mg | 2x75 mg | 2x100 mg |
Keterangan: Pasien ≥15 tahun: dosis doxycycline 3,5 mg/kgBB/hari, 2 kali sehari Pasien 8–14 tahun: dosis doxycycline 2,2 mg/kgBB/hari, 2 kali sehari |
Sumber: dr. Saphira Evani, 2020[40]
Tabel 5. Dosis Tetracycline
Hari | Dosis Harian berdasarkan Usia | ||||
<8 tahun | 8–14 tahun | ≥15 tahun | ≥15 tahun | ≥15 tahun | |
1–7 | - | 4x125 mg | 4x125 mg | 4x250 mg | 4x250 mg |
Keterangan: dosis tetracycline 4 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari |
Sumber: dr. Saphira Evani, 2020[40]
Malaria Vivax
Medikamentosa yang diberikan untuk malaria vivax adalah DHP selama 3 hari + primaquine selama 14 hari dengan dosis sebagai berikut:
Tabel 6. Dosis DHP dan primaquine pada Malaria Vivax
Obat | Jumlah tablet per hari berdasarkan berat badan | ||||||||
≤5 kg | >5–6 kg | >6–10 kg | >10–17 kg | >17–30 kg | >30–40 kg | >40–60 kg | >60–80 kg | >80 kg | |
0–1 bulan | 2– <6 bulan | 6–12 bulan | <5 tahun | 5-9 tahun | 10-14 tahun | ≥15 tahun | ≥15 tahun | ≥15 tahun | |
DHP (Hari 1–3) | 1/3 | ½ | ½ | 1 | 1 ½ | 2 | 3 | 4 | 5 |
primaquine (Hari 1–14) | - | - | ¼ | ¼ | ½ | ¾ | 1 | 1 | 1 |
Sumber: dr. Saphira Evani, 2020[40]
Pada kasus relaps malaria vivax, dosis primaquine dinaikkan menjadi 0,5 mg/kgBB/hari. primaquine perlu diberikan pada pasien relaps malaria vivax dengan defisiensi enzim G6PD dengan dosis mingguan 0,75 mg/kgBB selama 8–12 minggu.[4,40]
Sebuah studi menyatakan bahwa tafenokuin dosis tunggal dapat mencegah relaps malaria vivax karena memberikan tingkat kepatuhan yang lebih tinggi daripada primaquine yang harus dikonsumsi selama 14 hari.[41]
Medikamentosa lini kedua malaria vivax adalah kina (dosis dan durasi pemberian sama dengan malaria falciparum) + primaquine (14 hari).[40]
Bila berdasarkan rekomendasi CDC, pengobatan alternatif malaria vivax di daerah resisten chloroquine adalah kina ditambah dengan doxycycline atau tetracycline, KDT atovaquone-proguanil, atau mefloquine.[30]
Malaria Ovale
Medikamentosa untuk malaria ovale sama dengan malaria vivax.[4]
Malaria Malariae
Medikamentosa yang diberikan untuk malaria malariae adalah DHP selama 3 hari dengan dosis yang sama dengan malaria lainnya.[4]
Malaria Knowlesi
Medikamentosa malaria knowlesi sama dengan malaria falciparum.
Malaria pada Wanita Hamil
Malaria pada wanita hamil diobati hanya menggunakan DHP selama 3 hari. Medikamentosa berupa primaquine, tetracycline, dan doxycycline tidak boleh diberikan untuk wanita hamil.[4]
Di Amerika Serikat, terapi pilihan untuk malaria falciparum tanpa komplikasi pada kehamilan adalah artemether-lumefantrine (Coartem) atau bila tidak tersedia, alternatifnya adalah mefloquine atau kina + clindamycin. Pada kasus malaria vivax, obat yang dapat diberikan adalah artemether-lumefantrine (trimester kedua atau ketiga) atau mefloquine.[30,41]
Di Indonesia, terapi lini kedua trimester pertama dapat diberikan kombinasi kina (dosis dewasa) + clindamycin 10 mg/kgBB/kali diberikan 2 kali sehari. Dosis maksimal clindamycin adalah 300 mg/hari.[40]
Malaria Berat
Malaria serebral merupakan salah satu bentuk malaria berat yang disebabkan oleh kerusakan sawar otak akibat parasit Plasmodium.
Pilihan utama medikamentosa untuk malaria berat adalah artesunate intravena.
- Dosis artesunate dewasa (termasuk wanita hamil) adalah 2,4 mg/kgBB secara intravena yang diberikan sebanyak 3 kali pada jam ke-0, -12, dan -24. Kemudian, pemberian dilanjutkan setiap 24 jam sekali hingga pasien mampu minum obat oral.
- Dosis artesunate untuk anak dengan berat badan ≤20 kg adalah 3 mg/kgBB. Anak dengan berat badan >20 kg menggunakan dosis artesunate[4,40]
Artesunate intravena minimal diberikan 3 kali. Jika pasien sudah mampu minum obat oral maka dapat dilanjutkan dengan pemberian DHP + primaquine sesuai jenis plasmodiumnya. Artesunate intravena juga dapat diberikan pada pasien malaria tanpa komplikasi yang tidak bisa minum obat oral atau pada pasien yang mengalami pemburukan klinis dalam 3 hari setelah mengonsumsi antimalaria oral dengan tepat.[4,40]
Jika tidak tersedia artesunate intravena, alternatif medikamentosa lini pertama lainnya adalah artemether intramuskular dengan dosis 3,2 mg/kgBB diikuti dengan dosis 1,6 mg/kgBB pada hari berikutnya, sampai pasien bisa minum obat oral atau maksimal pemberian 5 hari.[43]
Medikamentosa lini kedua untuk malaria berat adalah kina HCl 25% dengan dosis pertama 20 mg/kgBB diencerkan dalam dextrose 5% atau NaCl 0,9%, diberikan selama 4 jam secara drip dengan kecepatan maksimal 5 mg/kgBB/jam. Kemudian, dilanjutkan dengan kina HCl 10 mg/kgBB drip selama 4 jam yang diulang setiap 8 jam hingga pasien sadar dan mampu minum obat oral.[40]
Untuk pasien anak-anak, dosis kina HCl 25% yang digunakan adalah 10 mg/kgBB (usia <2 bulan menggunakan dosis 6–8 mg/kgBB) diencerkan dengan dextrose 5% atau NaCl 0,9% sebanyak 5–10 cc/kgBB dan di-drip selama 4 jam, kemudian diulang setiap 8 jam hingga pasien sadar dan dapat minum obat oral.[40]
Evaluasi Pengobatan
Setelah pemberian antimalaria, evaluasi terhadap keadaan klinis dan status parasitemia pasien dengan pemeriksaan apusan darah tepi harus dilakukan. Pasien yang telah diberikan antimalaria diharapkan memberikan respons penurunan kepadatan parasit.[30]
Pasien rawat inap dievaluasi dengan pemeriksaan mikroskopis darah secara kuantitatif setiap hari hingga tidak ditemukan parasit pada sampel darah selama 3 hari berturut-turut. Evaluasi selanjutnya sama seperti pasien rawat jalan.[4]
Terapi Suportif
Terapi suportif yang dapat diberikan untuk pasien malaria adalah terapi cairan, transfusi darah, terapi simtomatik, koreksi kondisi asidosis dan hipoglikemia. WHO menyarankan agar pasien dewasa dengan malaria berat dirawat di ruang perawatan intensif.[39]
Terapi Cairan
Terapi cairan pada malaria berat harus dinilai secara individual. Orang dewasa dengan malaria berat rentan mengalami kelebihan cairan, sedangkan anak-anak cenderung dehidrasi. Untuk itu, diperlukan evaluasi tekanan vena jugularis, perfusi perifer, turgor kulit, capillary refill time, dan urine output.[39]
Transfusi Darah
Anemia berat umumnya terjadi pada anak. Untuk itu, transfusi darah direkomendasikan dilakukan pada pasien dengan kadar hemoglobin di bawah 5 gram/dL. Di daerah dengan endemisitas rendah, kadar hemoglobin <7 gram/dL merupakan indikasi untuk transfusi darah.[39]
Terapi Simtomatik
Antipiretik harus diberikan jika suhu tubuh >38,5oC. Antipiretik yang banyak digunakan adalah paracetamol yang dapat diberikan setiap 4 jam. Penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid, seperti diklofenak dan asam mefenamat tidak lagi direkomendasikan karena meningkatkan risiko perdarahan gastrointestinal, gangguan ginjal, dan sindrom Reye.[39]
Antiemetik parenteral dapat diberikan untuk mengurangi mual dan muntah sampai toleransi oral pasien baik. Jika terjadi kejang, penatalaksanaan kejang dapat diberikan berdasarkan algoritma kejang pada dewasa atau anak.[39,40]
Penanganan Hipoglikemia
Penanganan hipoglikemia diberikan pada pasien malaria berat yang kesadarannya tidak membaik setelah pemberian artesunate intravena. Penanganan hipoglikemia dilakukan dengan bolus dextrose 40% sebanyak 50 cc intravena (diencerkan 1:1) dan dilanjutkan dengan dosis rumatan menggunakan dextrose 5–10%.
Pada pasien anak, bolus dextrose 10% diberikan dengan dosis 2 mL/kgBB. Pada pasien hipoglikemia yang asimtomatik, cairan rumatan berupa dextrose 5–10% dapat langsung diberikan. Glukosa darah perlu dievaluasi secara berkala.[4]
Asidosis
Asidosis pada malaria terjadi akibat beberapa faktor. Parasit malaria memproduksi Plasmodium laktat dehidrogenase yang menghasilkan asam laktat sehingga dapat menurunkan pH.
Kondisi distres pernapasan, kesadaran somnolen, edema otak berhubungan dengan pola pernapasan yang ireguler dan akan memperparah kondisi asidosis. Terapi suportif untuk menyeimbangkan kembali pH darah dapat menurunkan mortalitas.[15]