Patofisiologi Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA)
Patofisiologi infeksi methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) melibatkan kolonisasi, faktor virulensi, dan proses terjadinya resistensi terhadap methicillin. Sekuensi gen mecA memainkan peran penting dalam sifat resistensi S. aureus pada MRSA.[2-4]
Kolonisasi
Kolonisasi bakteri merupakan bagian awal dari sebagian besar kejadian infeksi S. aureus, namun sebagian kasus infeksi bakteri ini dapat terjadi tanpa adanya kolonisasi, seperti kontaminasi kateter maupun perawatan dan pencegahan infeksi pada luka yang tidak optimal.
Kolonisasi S. aureus terbanyak berada pada hidung, namun tidak menutup kemungkinan terjadinya kolonisasi di lokasi lain, seperti tenggorokan maupun perineum. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kolonisasi bakteri, seperti sel epitel inang, jenis S. aureus yang memiliki clumping factor B (ClfB), dan interaksi antara patogen dan koloni spesies lain.[2,3,8]
Virulensi
S.aureus memiliki berbagai faktor virulensi, termasuk adhesive, host-cell damaging, dan immunomodulatory molecules yang spesifik pada setiap koloninya. Hal ini menyebabkan variasi yang beragam pada infeksi yang disebabkan oleh S. aureus. Gen yang mengatur faktor virulensi ini berlokasi pada elemen genetik mobile, sehingga kombinasi faktor virulensi pada S. aureus bervariasi, tidak hanya antar koloni namun juga antar strain.
Infeksi S. aureus dimulai dengan masuknya bakteri ke daerah mukosa terbuka, seperti hidung maupun luka pada kulit. S. aureus mampu membentuk biofilm, sehingga dapat bertahan pada permukaan buatan, seperti logam maupun plastik. Pembentukan biofilm ini menjadi perantara bakteri untuk masuk ke tubuh manusia melalui berbagai peralatan medis, seperti kateter, peralatan bedah, atau ventilator.[2-4]
Resistensi Terhadap Methicillin
Berbagai jenis koloni MRSA memiliki kompleks staphylococcal cassette chromosome mec (SCCmec) yang berbeda. Kompleks SCCmec mengandung gen penyandi protein penyebab resistensi S. aureus terhadap sebagian besar antibiotik β-lactam, termasuk methicillin.
Sebagian besar SCCmec mengandung gen mecA yang menyandi sebuah protein peptidoglycan transpeptidase, penicillin-binding protein 2a (PBP2a). PBP2a memiliki afinitas yang sangat rendah terhadap antibiotik β-lactam, sehingga fungsi protein peptidoglycan transpeptidase lain yang dihambat oleh antibiotik ini, seperti PBP1, PBP2, PBP3, dan PBP4, dapat digantikan oleh PBP2a.[2-4]