Edukasi dan Promosi Kesehatan Strongyloidiasis
Edukasi dan promosi kesehatan pada pasien strongyloidiasis ditujukan untuk pengendalian faktor risiko, dengan cara menjaga kebersihan personal dan lingkungan. Pencegahan strongyloidiasis pada daerah endemis, seperti Indonesia, dilakukan dengan pengobatan massal sesuai program dari World Health Organization.
Edukasi Pasien
Edukasi yang dapat dilakukan kepada pasien dan keluarga sebagai untuk mencegah strongyloidiasis hampir sama dengan upaya untuk mencegah soil-transmitted helminth lain, misalnya askariasis.
Menjaga Kebersihan Personal
Pasien perlu diberi edukasi untuk mencuci tangan menggunakan air dan sabun pada 5 waktu penting, yaitu sebelum makan, setelah ke jaban, sebelum menyiapkan makanan, setelah menceboki anak, dan sebelum memberi makan anak. Dokter juga perlu mengajarkan pasien agar mencuci dan memasak bahan pangan sebelum dimakan, dan memastikan air minum yang dikonsumsi memenuhi syarat. Makanan sebaiknya ditutupi tudung saji untuk menghindari debu dan lalat.
Selain itu, mandi dilakukan menggunakan air bersih menggunakan sabun paling sedikit 2 kali sehari. Kebersihan kuku juga perlu dijaga dan dipotong berkala. Jika pasien akan berjalan di tanah, maka perlu menggunakan alas kaki. Bila pasien melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan tanah, gunakanlah sarung tangan.[2,8]
Menjaga Kebersihan Lingkungan
Edukasi yang berkaitan dengan kebersihan lingkungan, antara lain menghentikan kebiasaan buang air besar sembarangan. Pasien juga disarankan untuk menggunakan jamban yang memenuhi syarat kesehatan, dan bila memungkinkan mempunyai jamban pribadi.
Pasien juga sebaiknya membuat saluran pembuangan air limbah, membuang sampah pada tempatnya, dan menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggal, termasuk rumah dan sekolah.[8]
Upaya Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Pencegahan dan pengendalian kecacingan menurut World Health Organization (WHO) diperlukan pada populasi berisiko tinggi di daerah endemik. Orang yang perlu perhatian lebih dalam pencegahan kecacingan adalah anak usia pra-sekolah anak usia sekolah, dan wanita usia reproduktif, termasuk ibu hamil trimester dua, trimester tiga, serta ibu menyusui.
WHO merekomendasikan pemberian obat pencegahan massal cacingan pada orang dengan risiko tinggi di daerah endemik. Pemberian obat massal dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan tinja. Pada daerah dengan prevalensi cacingan 50% atau lebih, pemberian obat dilakukan 2 kali setahun. Bila prevalensi 20–50%, maka pemberian adalah sebanyak 1 kali setahun, sedangkan pada prevalensi di bawah 20% pengobatan dilakukan secara selektif.
Hingga saat ini obat-obatan yang digunakan dalam pengobatan massal adalah albendazole dan mebendazole. Padahal, pada daerah dengan prevalensi strongyloidiasis di atas 10%, seharusnya ditambahkan juga ivermectin. Namun, saat ini akses terhadap ivermectin masih cukup sulit.[8,19]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra