Patofisiologi Strongyloidiasis
Patofisiologi strongyloidiasis bermula dari infeksi Strongyloides stercoralis yang memiliki kemampuan menekan imunitas penderita, menyebabkan autoinfeksi, hiperinfeksi, dan diseminasi.
Autoinfeksi
Strongyloides stercoralis merupakan spesies yang unik dibandingkan dengan spesies parasit gastrointestinal lain karena kemampuannya dalam menginfeksi ulang tubuh inangnya. Larva noninfektif akan berkembang menjadi larva infektif dalam tubuh inang dengan melanjutkan siklus migrasi tanpa perlu keluar dari tubuh inang. Larva infektif dapat menyebabkan autoinfeksi internal dengan masuk ke aliran darah melalui mukosa usus besar atau usus halus.
Larva juga dapat menyebabkan autoinfeksi eksternal dengan menembus kulit perianal dan masuk ke aliran darah. Setelah masuk ke aliran darah, larva akan bermigrasi menuju paru-paru dan mengulang siklus hidup. Pengulangan siklus hidup inilah yang dapat menyebabkan kekambuhan dan lama sembuh pada penderita strongyloidiasis di wilayah endemik.
Autoinfeksi umumnya dapat dicegah oleh sistem imun tubuh, kecuali pada penderita dengan penurunan cell-mediated immunity. Autoinfeksi meningkatkan kemungkinan perkembangan strongyloidiasis menjadi bentuk yang lebih berat, yaitu strongyloidiasis hyperinfection syndrome (HIS) dan disseminated strongyloidiasis (DS).[1,7]
Strongyloidiasis Hyperinfection Syndrome
Sindrom hiperinfeksi atau strongyloidiasis hyperinfection syndrome (HIS) merupakan fenomena di mana terdapat peningkatan jumlah cacing yang berlebihan tanpa penyebaran larva di luar siklus migrasi normal. Cacing dapat ditemukan di paru-paru, dan dapat menyebabkan gejala wheezing, sehingga terkadang salah diagnosis sebagai asma. Ditemukannya larva pada feses dan atau dahak merupakan salah satu kriteria penegakan diagnosis hiperinfeksi strongyloidiasis.
Hiperinfeksi terjadi karena multiplikasi dan migrasi berlebihan dari larva infektif pada kondisi penurunan imunitas. Pasien yang berisiko mengalami hiperinfeksi adalah pasien yang menjalani pengobatan dengan kortikosteroid, seperti methylprednisolone, atau imunosupresan, seperti tacrolimus. Beberapa kasus hiperinfeksi, juga dapat terjadi pada pasien dengan sistem imun yang baik.[1,7]
Disseminated Strongyloidiasis
Strongyloidiasis diseminasi atau disseminated strongyloidiasis (DS) melibatkan penyebaran luas larva ke organ di luar traktus gastrointestinal yang tidak termasuk dalam bagian dari siklus hidup Strongyloides stercoralis. Berbagai macam organ dapat terlibat, seperti paru-paru, hati, jantung, ginjal, organ endokrin, dan sistem saraf pusat.
Pada diseminasi yang parah, dapat terjadi translokasi bakteri usus dan menyebabkan infeksi bakteri polimikroba. Pada kasus yang jarang, infeksi bakteri usus dapat menyebabkan meningitis.
Diseminasi strongyloidiasis merupakan kasus yang tidak selalu mengikuti sindrom hiperinfeksi. Gejala yang dialami penderita akibat diseminasi dapat serupa dengan septikemia gram negatif atau acute respiratory distress syndrome.[1,3,7]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra