Diagnosis Toxoplasmosis
Diagnosis toxoplasmosis dapat ditegakkan berdasarkan temuan antibodi IgG dan IgM terhadap Toxoplasma gondii. Selain itu, temuan DNA Toxoplasma gondii pada pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR), lesi hipodens multipel dengan ring enhanced lesion pada CT scan/MRI otak juga dapat menentukan diagnosis toxoplasmosis.
Secara definitif, diagnosis toxoplasmosis ditentukan dengan temuan takizoit dan kista Toxoplasma gondii pada biopsi. Namun pemeriksaan ini jarang dilakukan. Pada bayi dengan risiko terkena toxoplasmosis kongenital, pemeriksaan fisik termasuk oftalmologi yang lengkap perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis secara dini.
Anamnesis
Gejala toxoplasmosis yang dikeluhkan dapat bervariasi. Hanya 10-20% toxoplasmosis pada anak-anak dan orang dewasa yang memiliki gejala. Pada pasien imunokompeten dengan toxoplasmosis sering tidak memiliki gejala atau hanya gejala ringan dan nonspesifik (flu-like symptoms) seperti demam, pembesaran kelenjar getah bening, nyeri otot, leher kaku, nyeri menelan atau sakit perut. Sebagian besar wanita hamil dengan infeksi akut tidak mengalami gejala spesifik dan beberapa di antaranya memiliki gejala malaise, subfebris, atau limfadenopati.[6,7,20]
Toxoplasmosis Kongenital
Toxoplasmosis kongenital pada umumnya tidak menimbulkan gejala atau subklinis pada sekitar 75% bayi baru lahir yang terinfeksi. Semakin awal awitan infeksi dari Ibu (trimester pertama), semakin berat gejala toxoplasmosis kongenital yang akan timbul. Kematian janin dapat terjadi saat kehamilan sehingga menimbulkan aborsi spontan, kelahiran prematur atau lahir mati.[6,7]
Toxoplasmosis Ensefalitis
Toxoplasmosis ensefalitis bermanifestasi klinis subakut dalam bentuk gangguan neurologis baik difus, fokal maupun multifokal, antara lain penurunan kesadaran, gangguan psikiatrik, kelemahan anggota gerak, gangguan bicara dan cara berjalan, gangguan persepsi, demam, dan sakit kepala sedangkan manifestasi klinis yang lebih berat seperti kejang ditemukan pada 15-25% kasus.
Toxoplasmosis ensefalitis sering ditemui pada kondisi imunokompromais, sehingga perlu dilakukan anamnesis yang mengarahkan pada gejala-gejala imunokompromais.[5,21]
Toxoplasmosis Okular
Toxoplasmosis okular merupakan komplikasi dari infeksi toksoplasma akut atau reaktivasi infeksi pada pasien toxoplasmosis kongenital, imunokompeten dan imunokompromais[6].
Toxoplasmosis okular biasanya asimtomatik pada anak kecil, bila bergejala mungkin mengeluhkan adanya penurunan penglihatan atau nyeri pada mata. Orang dewasa sering mengeluhkan adanya floaters, yang mungkin disertai dengan gangguan penglihatan, fotofobia, nyeri dan skotoma.[5]
Pemeriksaan Fisik
Kelainan pada pemeriksaan fisik sering kali tidak dijumpai, terutama pada pasien toxoplasmosis asimtomatis atau subakut. Demam dan pembesaran kelenjar getah bening yang tidak nyeri yang tidak spesifik mungkin ditemukan.[7]
Bayi baru lahir yang berisiko terinfeksi toxoplasmosis kongenital perlu dilakukan pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan neurologi dan okular dilakukan berkala.[18] Toxoplasmosis kongenital memiliki trias klasik yaitu korioretinitis, hidrosefalus, dan kalsifikasi intrakranial.[6,7,18]
Penemuan lain untuk toxoplasmosis kongenital yang menandakan juga derajat keparahannya antara lain mikrosefali, hepatosplenomegali, ikterik, dan retardasi. Keterlibatan sistem neurologis dan okular sering muncul kemudian jika tidak ditemukan pada saat kelahiran.[6,7]
Pemeriksaan Oftalmologis
Pemeriksaan oftalmologis perlu dilakukan. Pada pemeriksaan oftalmologis dapat ditemukan tanda infeksi klasik toxoplasmosis okular yaitu retinitis atau retinokoroiditis nekrotik fokal berupa lesi berwarna putih kekuningan, bulat dan batas tidak tegas dan dikelilingi oleh edema retina, dapat pula ditemukan jaringan parut.[22]
Pada toxoplasmosis kongenital, korioretinitis sering didapatkan bilateral (30%–80%), sedangkan pada infeksi akut (akuisata) didapatkan lesi unilateral.[6,10]
Pemeriksaan Fisik pada Pasien Imunokompromais
Pada pasien imunokompromais, toxoplasmosis dapat menyebabkan ensefalitis, korioretinitis, miokarditis, dan pneumonitis. Pada pemeriksaan, dapat dijumpai kelainan neurologis fokal (misalnya hemiparesis dan gangguan bicara), gangguan saraf kranial dan sensorik.[5,23]
Manifestasi klinis lainnya seperti penurunan kesadaran, meningismus, dan gangguan neuropsikiatrik seperti gangguan kepribadian, agitasi, dementia, dan psikosis. Pada pasien terinfeksi HIV, toxoplasmosis diseminata dapat timbul demam dan gejala-gejala sepsis.[5,21]
Diagnosis Banding
Toxoplasmosis sering kali asimtomatik atau tidak memiliki gejala yang spesifik. Beberapa kondisi yang dapat menjadi diagnosis banding toxoplasmosis kongenital adalah rubella, ensefalopati, infeksi virus zika kongenital, dan eritroblastosis fetalis.
Limfoma pada susunan saraf pusat menjadi diagnosis banding dari toxoplasmosis ensefalitis. Diagnosis banding dari toxoplasmosis okular adalah nekrosis retinal akut, endoftalmitis, glaukoma, uveitis, dan limfoma intraokular.
Selain itu beberapa penyakit lain yang menjadi diagnosis banding adalah abses otak, histoplasmosis, infeksi sitomegalovirus, mikosis fungoides, pneumonia Pneumocystis (carinii) jirovecii, aspergilosis, dan tuberkulosis diseminata.[24]
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis toxoplasmosis dengan pemeriksaan penunjang dapat ditegakkan melalui serangkaian tes seperti serologi, pemeriksaan radiologi dan molekular.[5]
Tes Serologi
Kombinasi tes serologi sering diperlukan untuk menentukan infeksi akut atau kronis. IgG muncul dalam 1-2 minggu pertama infeksi dan dapat bertahan bertahun-tahun atau seumur hidup. Tes aviditas IgG dapat digunakan untuk membantu melihat infeksi akut atau kronis.
Antibodi IgM muncul segera setelah infeksi dan umumnya menghilang dalam beberapa bulan. IgA dan IgE terdeteksi pada infeksi akut orang dewasa dan infeksi kongenital. Pemeriksaan IgG dan IgM dapat diulang saat jumlah CD4 mendekati 200/mm3. Pemeriksaan IgG direkomendasikan pada semua kasus HIV karena hasil yang positif mengindikasikan pasien memiliki risiko reaktivasi toxoplasmosis.[25]
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada toxoplasmosis okular antara lain adalah immunoblotting atau Western Blot (WB), Goldmann-Witmer Coefficient (GWC) dan PCR.[26]
Kriteria diagnostik untuk toksoplasma kongenital berdasarkan American Academy of Pediatric antara lain IgG antitoksoplasma yang persisten selama 12 bulan dari kelahiran (baku emas), IgG dan IgM yang positif dengan atau tanpa IgA antitoksoplasma positif, dan IgG positif tanpa IgM dan/atau IgA antitoksoplasma dengan pemeriksaan serologi yang mengarahkan pada infeksi akut Ibu saat kehamilan dan gejala dari toxoplasmosis kongenital.[6]
Polymerase Chain Reaction (PCR) dan Isolasi Parasit
PCR dapat mendeteksi T. gondii pada jaringan yang terinfeksi, antara lain biopsi jaringan otak, cairan serebrospinal, cairan vitreous dan aqueous, cairan ketuban (amniocentesis), dan bronchoalveolar lavage (BAL). Isolasi parasit dari cairan tubuh dan biopsi jaringan dapat dilakukan namun cara ini membutuhkan kultur yang memakan waktu lama, yaitu kurang lebih 6 bulan.[25]
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan neuroradiologi dilakukan untuk melihat adanya toxoplasmosis ensefalitis. Pada pemeriksaan magnetic resonance imaging (MRI) otak atau jika tidak tersedia computed tomography (CT) scan kepala, dapat ditemukan abnormalitas fokal atau multifokal. Hasil CT scan dengan kontras menunjukkan adanya lesi multipel dengan cincin atau penyengatan dengan keterlibatan ganglia basalis dan kortikomedularis pada 70-80% pasien toxoplasmosis ensefalitis.[5,22,27]
Pemeriksaan radiologi dapat digunakan untuk menilai respon terapi dimana setelah pengobatan 3-6 bulan dapat dilihat adanya resolusi pada lesi.[27]
Pemeriksaan ultrasonografi (USG) antenatal direkomendasikan untuk wanita hamil yang dicurigai atau didiagnosis terinfeksi akut. Hingga dua pertiga kasus toxoplasmosis kongenital tidak menunjukkan kelainan apapun pada pemeriksaan USG. Temuan yang mengindikasikan adanya infeksi T. gondii antara lain kalsifikasi intrakranial, mikrosefali, pelebaran ventrikel, hepatosplenomegali, asites, dan retardasi pertumbuhan intrauterin yang berat.[7,20]
Direvisi oleh: dr. Gabriela Widjaja