Patofisiologi Cannabis Use Disorder
Patofisiologi cannabis use disorder atau penyalahgunaan ganja berhubungan dengan sifat ganja sebagai golongan obat psikotropika yang dapat mempengaruhi sistem saraf pusat.[1,6]
Metabolisme Ganja
Kanabinoid yang terdapat pada kanabis atau ganja memiliki komponen yang dapat mengaktifkan reseptor kanabinoid 1 (CB1) atau kanabinoid 2 (CB2). Delta -9- tetrahydrocannabinol (THC) diketahui sebagai komponen yang paling aktif, THC secara potensial dapat mengaktifkan G protein-coupled reseptor kanabinoid CB1 dan modulasi reseptor CB2.
Sementara itu istilah kanabidiol digunakan pada zat yang tidak aktif pada kanabis (nonpsikoaktif). Setelah dikonsumsi, THC melalui proses metabolisme menjadi metabolit inaktif (8-11-DIOH-THC) dan metabolit aktif (11-OH-delta-9-THC).
Efek Delta-9-THC
Delta-9-THC dipercaya memiliki efek pada otak melalui reseptor CB1. Densitas tinggi dari reseptor CB1 ditemukan pada korteks serebral (terutama frontal), basal ganglia, serebelum, korteks anterior cingulate, dan hipokampus. Stimulasi pada reseptor ini menyebabkan pelepasan monoamin dan amino acid neurotransmitter.
THC dapat mengubah fungsi dari hipokampus dan korteks oribofrontal (area yang mengatur pembentukan memori baru dan fokus perhatian). Menggunakan kanabis membuat seseorang terganggu konsentrasi berpikir dan kemampuan mengerjakan tugas yang sulit. THC juga mengganggu fungsi dari serebelum dan basal ganglia sehingga terjadi gangguan keseimbangan, postur tubuh, koordinasi dan waktu reaksi.[1,6]
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini