Penatalaksanaan Cannabis Use Disorder
Penatalaksanaan cannabis use disorder atau penyalahgunaan ganja dilakukan sesuai dengan manifestasi klinis, usia pasien, dan ada tidaknya substance use disorder lainnya. Pemberian medikamentosa bersifat suportif, terutama diberikan pada fase akut. Selanjutnya, tata laksana psikiatri diperlukan untuk membantu pasien berhenti menggunakan ganja.[1,3,8]
Tata Laksana Akut
Pada tata laksana akut, prinsip penanganan kegawatdaruratan harus dilakukan, termasuk penilaian jalan napas, pernapasan, dan pencegahan terjadinya aspirasi pada pasien. Jika pasien mengalami penurunan kesadaran, singkirkan penyebab penurunan kesadaran lainnya, misalnya cedera otak traumatik atau gangguan elektrolit.
Lakukan penatalaksanaan yang sesuai dengan identifikasi kegawatdaruratan yang terjadi, misalnya resusitasi jantung paru untuk pasien dengan henti jantung. Pasien gaduh gelisah, baik dengan atau tanpa gejala psikosis, dapat diberikan benzodiazepine, misalnya diazepam 5 mg sehari.[3,8]
Medikamentosa
Sampai saat ini belum ada terapi farmakologis yang efektif untuk cannabis use disorder. Studi oleh Levin et al menggunakan dronabinol sebagai terapi untuk penyalahgunaan ganja. Dosis dronabinol 20 mg sebanyak 2 kali sehari diberikan kepada 156 orang dengan penyalahgunaan ganja secara double-blind dan placebo controlled, selama 12 minggu. Namun, studi ini menunjukkan hasil yang kurang signifikan.[20]
Medikamentosa dapat dipertimbangkan sebagai terapi simtomatik untuk mengatasi gejala withdrawal pasien. Obat yang dapat digunakan adalah:
Gangguan tidur, gelisah, iritabilitas: benzodiazepine
- Nyeri perut: hiosin
- Nyeri kepala atau nyeri lainnya: paracetamol, obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS)
- Mual: promethazine, metoclopramide[1,20]
Dokter harus berhati-hati terhadap kemungkinan terjadinya benzodiazepine use disorder. Lakukan tindakan pencegahan, yaitu berikan edukasi mengenai penggunaan yang aman serta batasi peresepan hanya untuk jangka pendek, yaitu 2‒4 minggu.[1,20]
Terapi Suportif
Terapi suportif pada penyalahgunaan ganja adalah terapi perilaku. Terapi perilaku yang disarankan adalah cognitive behavioural therapy (CBT), motivational enhancement therapy (MET), dan contingency management (CM). Beberapa studi juga melaporkan bahwa deep brain stimulation atau DBS dapat digunakan untuk terapi gangguan penyalahgunaan zat, tetapi hal ini perlu diteliti lebih lanjut.
Cognitive Behavioural Therapy
Cognitive behavioural therapy (CBT) berfokus dengan mengajarkan orang yang ketergantungan untuk memiliki keahlian yang relevan, untuk dapat membuatnya berhenti dan mencegah kekambuhan. Pasien diajarkan untuk dapat menganalisis penggunaan ganja dan cara untuk dapat menghindari keinginan untuk menggunakan ganja.
CBT biasa dilakukan selama 45‒60 menit setiap minggu, dalam bentuk individu atau berkelompok.[21-23]
Motivational Enhancement Therapy
Motivational enhancement therapy (MET) adalah pendekatan konseling yang membantu individu untuk mengatasi masalah yang terlibat dalam perawatan dan menghentikan penggunaan obat. Pendekatan ini bertujuan untuk membangkitkan dengan cepat perubahan motivasional dalam diri. MET dilaporkan sukses untuk membantu orang dengan penyalahgunaan ganja ketika dikombinasikan dengan CBT.[21-23]
Contingency Management
Pada terapi contingency management (CM), sebuah perilaku diubah dengan menerapkan reward untuk setiap perubahan perilaku yang dilakukannya (reward and reinforced). Dengan terapi ini diharapkan terjadi perubahan perilaku yang bersifat sukarela. CM umumnya digunakan sebagai terapi perilaku adjuvan. Walau demikian, studi menemukan bahwa penggunaan metode ini tidak menunjukkan hasil perbedaan yang signifikan dibandingkan dengan CBT saja.[21-23]
Rawat Inap untuk Cannabis Withdrawal
Pasien cannabis withdrawal yang gagal diterapi rawat jalan, dipertimbangkan untuk dirawat inap selama 1‒2 minggu. Rawat ini bertujuan untuk memonitor dan mengatasi gejala withdrawal pasien, serta untuk menjauhkan pasien dari sumber ganja dan memberikan dukungan psikososial pada pasien. Rawat inap juga dapat dipertimbangkan pada kondisi:
- Pasien memiliki gangguan psikiatri, seperti schizophrenia atau gangguan bipolar
- Riwayat kekerasan atau agresi berat
- Memiliki ketergantungan beberapa obat sekaligus[8]
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini