Etiologi Depresi
Etiologi depresi bersifat multifaktorial, yang melibatkan faktor kerentanan biologis dan stressor psikososial. Meski demikian, mekanisme pasti secara neurobiologis masih belum diketahui.[7,13]
Faktor-faktor penyebab depresi bersifat individual. Setiap orang akan mempunyai faktor yang berbeda-beda sebagai dasar timbulnya depresi. Secara garis besar, depresi ditimbulkan oleh adanya distress yang tidak diikuti oleh mekanisme koping yang baik.[2,4,7]
Faktor Genetik
Riwayat keluarga dengan depresi merupakan salah satu faktor risiko depresi. Heritabilitas depresi dilaporkan mencapai 40%. Kerabat tingkat pertama berisiko 3 kali lebih tinggi mengalami depresi dibandingkan populasi umum, tetapi perlu dicatat bahwa depresi juga dapat terjadi pada individu yang tidak memiliki riwayat depresi dalam keluarga.[5]
Ada beberapa teori mengenai pewarisan depresi. Kerentanan depresi diduga dapat diwariskan, tetapi mekanisme koping dan disfungsi neurotransmisi juga diduga dapat diwariskan dan menjadi faktor risiko depresi. Faktor lain adalah faktor epigenetik berupa paparan kognisi negatif dari orang tua.[7]
Faktor Psikologis
Faktor psikologis yang bisa menjadi penyebab depresi adalah riwayat gangguan mental sebelumnya, masalah kepribadian, dan kemampuan koping yang buruk.[2,4,11]
Pengalaman traumatik pada masa kecil, terutama kejadian berulang, juga merupakan faktor risiko potensial depresi. Peristiwa traumatik dalam kehidupan sehari-hari juga seringkali menjadi faktor pemicu depresi.[5]
Stressor Sehari-hari
Stressor sehari-hari yang bisa menjadi faktor risiko depresi antara lain kehilangan pekerjaan atau pengangguran dalam waktu lama, hubungan interpersonal yang abusive, isolasi atau kesepian, dan paparan stress pekerjaan dalam waktu lama.[2,4,11]
Penyakit Fisik
Penyakit kronis menahun dan kondisi medis yang menimbulkan disabilitas juga merupakan faktor risiko untuk timbulnya depresi. Beberapa contoh penyakit fisik yang meningkatkan risiko depresi adalah diabetes, obesitas, dan gangguan kardiovaskular.[4,5] Individu yang mengalami disabilitas fisik atau gangguan fungsi sensori juga berisiko mengalami depresi.[3]
Kondisi neurologis yang telah dikaitkan dengan depresi antara lain epilepsi, multiple sclerosis, penyakit Alzheimer, penyakit Parkinson, penyakit serebrovaskular, dan cedera otak traumatik. Penyakit fisik lain yang telah dikaitkan dengan risiko depresi adalah infeksi HIV, neurosifilis, kardiomiopati, penyakit jantung iskemik, gagal jantung, hipotiroidisme, irritable bowel syndrome, dan gangguan hati kronis.[8]
Faktor Sosiodemografis
Faktor sosial dan ekonomi berperan penting dalam timbulnya gangguan mental, khususnya depresi. Kondisi sosiodemografis yang merupakan faktor risiko depresi antara lain jenis kelamin wanita, keterbatasan finansial, kehilangan pekerjaan, stressor tempat kerja, gangguan dalam pernikahan, tingkat pendidikan lebih rendah, dan etnis minoritas.[4,7]
Faktor Risiko Depresi pada Usia Lebih Tua
Faktor risiko depresi akhir kehidupan sebetulnya memiliki kesamaan dengan kelompok usia lain, mencakup jenis kelamin wanita, isolasi sosial, kematian pasangan, bercerai, status sosial ekonomi yang lebih rendah, kondisi medis umum buruk, nyeri yang tidak terkontrol, insomnia, serta gangguan kognitif dan fungsional. Selain itu, telah dilaporkan bahwa risiko depresi meningkat pada penghuni panti jompo. Tabel 1 merangkum berbagai faktor risiko timbulnya depresi.[8]
Tabel 1. Faktor Risiko Depresi
Faktor Internal | Faktor Eksternal | Kejadian dalam Hidup |
● Jenis kelamin perempuan ● Riwayat ansietas ● Kepercayaan diri yang rendah ● Neurotik | ● Gangguan perilaku ● Penggunaan narkotika | ● Pelecehan seksual pada masa kanak-kanak ● Penyakit kronik ● Lingkungan keluarga terganggu ● Riwayat perceraian ● Tingkat pendidikan rendah ● Dukungan sosial kurang ● Kehilangan orang tua |
Sumber: dr. Irwan, Alomedika, 2022.[8]
Penulisan pertama oleh: dr. Josephine Darmawan