Edukasi dan Promosi Kesehatan Gangguan Stres Akut
Edukasi dan promosi kesehatan pada gangguan stres akut atau acute stress disorder (ASD) harus mencakup mekanisme koping yang baik untuk membantu menghindari perkembangan menjadi post traumatic stress disorder (PTSD).
Edukasi Pasien
Pasien dan keluarga perlu diberikan pemahaman bahwa gejala yang dirasakan merupakan respon emosional yang umum timbul setelah mengalami trauma. Sebagian orang memiliki respon emosional yang lebih kuat, namun hal tersebut bersifat sementara dan bukan merupakan tanda dari sebuah penyakit jiwa.[1,5]
Pasien disarankan untuk menghindari membahas atau melakukan hal yang mengingatkannya terhadap trauma, dan memperbanyak aktivitas positif seperti menghabiskan waktu bersama keluarga atau kerabat. Minta keluarga untuk mengawasi adanya perubahan mood atau perilaku karena pasien berisiko melakukan percobaan bunuh diri.
Edukasi terkait mekanisme koping terhadap keluhan yang dialami, seperti gangguan tidur, peningkatan kewaspadaan, atau nyeri fisik dapat membantu pasien dalam proses penyembuhan. Edukasi dapat dilakukan dalam bentuk konseling atau pemberian infografis melalui brosur atau media lain.[5]
Penjelasan terkait perjalanan penyakit dan tahapan penatalaksanaan perlu disampaikan. Pasien harus didorong untuk berpartisipasi secara aktif pada proses penatalaksanaan untuk mencapai hasil yang maksimal.[1]
Upaya Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Upaya pencegahan gangguan stres akut meliputi pencegahan primer dan sekunder. Pencegahan primer merupakan intervensi yang dilakukan untuk mencegah paparan trauma dan upaya yang dilakukan untuk meningkatkan ketahanan individu untuk menghadapi trauma. Untuk mencegah terjadinya suatu kejadian traumatik seperti tindak kejahatan, kekerasan, atau cedera fisik diperlukan intervensi dan kebijakan publik dari berbagai aspek seperti sistem keamanan, kualitas pendidikan, serta undang-undang terkait kendaraan bermotor atau kepemilikan senjata api.
Pelatihan untuk meningkatkan ketahanan terhadap trauma dilakukan pada populasi khusus seperti anggota militer yang berisiko mengalami trauma pada saat bertugas. Beberapa pendekatan yang dilakukan adalah dengan psikoedukasi terkait reaksi terhadap trauma serta melakukan pelatihan inokulasi terhadap stres yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan individu dalam menghadapi stresor.
Sementara, pencegahan sekunder ditargetkan pada individu yang masih asimptomatik setelah mengalami trauma, atau pada individu yang memiliki gejala tapi tidak memenuhi kriteria gangguan stres akut. Pencegahan sekunder juga dapat dilakukan pada individu yang sudah terdiagnosis gangguan stres akut agar tidak berkembang menjadi post traumatic stress disorder (PTSD).[10]