Penatalaksanaan Mutisme Selektif
Penatalaksanaan mutisme selektif mengedepankan tata laksana nonfarmakologi (psikososial). Meskipun antidepresan dapat digunakan dalam penatalaksanaan mutisme selektif, belum ada bukti ilmiah yang kuat untuk mendukung efikasinya.[2,4]
Intervensi Psikososial
Intervensi psikososial yang direkomendasikan untuk mutisme selektif adalah cognitive behavioural therapy (CBT). CBT untuk kasus mutisme selektif mengutamakan upaya untuk memperbaiki sikap diam dan perilaku negatif lain yang mungkin ada pada pasien. Karena gejala biasanya muncul paling berat di sekolah, maka sebaiknya guru juga dilibatkan dalam intervensi. CBT untuk anak dengan mutisme selektif bisa dilakukan dalam bentuk terapi individual maupun kelompok.[2]
Social Communication Anxiety Treatment (S-CAT) adalah salah satu bentuk CBT yang direkomendasikan untuk mutisme selektif. Terapi ini dikembangkan berdasar asumsi bahwa mutisme selektif adalah salah satu bentuk kecemasan pada anak. Pendekatan psikososial lain yang bisa dilakukan adalah dengan terapi musik, terapi bermain, terapi interaksi orang tua dan anak, psikoanalisis, dan hipnosis.
Teknik komunikasi yang dapat digunakan pada anak dengan mutisme selektif adalah:
- Duduk di sebelah dan bukan di hadapan anak
- Tarik perhatian anak dengan aktivitas menyenangkan yang melibatkan anak dan bukan memusatkan semua perhatian pada anak
- Mengajak untuk berpikir dan bukan langsung bertanya kepada anak
- Memberikan cukup waktu bagi anak untuk merespon dan bukan terus menerus berbicara dengan anak
- Tetap melanjutkan percakapan meskipun anak belum mau merespon secara verbal
- Menerima respon verbal secara normal dan bukan memuji anak untuk itu[3]
Terapi Psikodinamik
Terapi psikodinamik pada anak dilakukan dengan terapi bermain individual. Jenis terapi ini melibatkan eksplorasi komprehensif yang mungkin berbeda-beda pada masing-masing pasien. Terapi psikodinamik membutuhkan waktu yang banyak sebelum akhirnya didapatkan perbaikan gejala. Fokusnya adalah pada pengungkapan konflik yang mendasari mutisme selektif. Efikasi terapi psikodinamik pada kasus mutisme selektif masih belum jelas karena kemanjurannya hanya ditunjukan pada beberapa studi kasus.[4]
Terapi Perilaku
Terapi perilaku pada mutisme selektif melibatkan orang tua dan guru. Dalam terapi ini, penguatan negatif (negative reinforcement) diidentifikasi dan segera dimodifikasi. Teknik spesifik yang dapat digunakan mencakup mengurangi stimulus, prosedur token, self modeling, dan contingency management.[4]
Terapi Keluarga
Jika mutisme selektif dianggap berhubungan dengan interaksi dalam keluarga, maka pilihan terapi yang direkomendasikan adalah terapi keluarga. Kerjasama dan pengertian perlu dibangun dalam keluarga, termasuk orang tua dan saudara pasien, untuk membantu mengurangi ansietas yang dialami pasien.[4]
Medikamentosa
Terapi farmakologis sebaiknya hanya diberikan bila intervensi psikososial tidak menunjukkan respon yang adekuat. Meskipun bukti efikasinya masih terbatas, antidepresan golongan selective serotonin reuptake inhibitors (SSRI) dan monoamine oxidase inhibitors (MAOI) dapat dipertimbangkan. Fluvoxamine and fluoxetine telah dilaporkan mampu memperbaiki gejala mutisme selektif pada laporan kasus.[4,12]
Medikamentosa tidak disarankan digunakan secara tunggal, melainkan sebagai kombinasi dengan CBT. Selain itu, terdapat bukti ilmiah yang mengindikasikan adanya luaran yang lebih baik jika intervensi dilakukan pada usia yang lebih dini.[5]