Etiologi Mutisme Selektif
Etiologi pasti dari mutisme selektif belum diketahui, tetapi terdapat teori yang berusaha menjelaskan penyebabnya, seperti teori psikodinamik dan teori perilaku.[7] Gangguan ini merupakan salah satu bentuk kecemasan pada anak-anak.[2,3]
Etiologi
Banyak hipotesis mencoba menjelaskan penyebab terjadinya mutisme selektif. Hipotesis mengenai etiologi tersebut didasarkan pada teori psikodinamik, teori perilaku, asosiasi dengan fobia sosial dan kecemasan sosial, perspektif sistem keluarga, dan respons terhadap trauma.
Teori Psikodinamik
Menurut teori psikodinamik, mutisme selektif disebabkan oleh adanya konflik yang belum terselesaikan, misalnya anak mengalihkan kemarahan terhadap orang tua. Mutisme selektif dianggap sebagai mekanisme koping untuk mengatasi kemarahan dan kecemasan yang sebenarnya bertujuan untuk menghukum orang tua.
Teori Perilaku
Menurut teori perilaku, mutisme selektif timbul akibat pembelajaran yang diperkuat secara negatif. Sikap diam mungkin timbul sebagai strategi memanipulasi lingkungan. Menurut teori ini, mutisme adalah respons adaptif anak, bukan respon patologis
Asosiasi dengan Fobia Sosial dan Kecemasan Sosial
Beberapa ahli menganggap mutisme selektif sebagai bagian dari fobia sosial dan kecemasan sosial. Hal ini karena terdapat bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa mutisme selektif lebih banyak dialami oleh anak yang berasal dari keluarga dengan fobia sosial dan kecemasan sosial.
Perspektif Sistem Keluarga
Beberapa ahli berpendapat bahwa sistem keluarga yang patologis berkaitan dengan timbulnya mutisme selektif. Berdasarkan hasil pengamatan, banyak anak dengan mutisme selektif memiliki hubungan yang bersifat “neurotik” dengan orang tua. Sebagai contoh, orang tua yang terlalu mengendalikan anak mereka akan menyebabkan tumbuhnya keterikatan yang tidak sehat yang menyebabkan anak menjadi takut atau tidak percaya dengan dunia luar, orang asing, dan pada akhirnya memilih sikap diam.
Teori Stres Post Traumatik
Post traumatic stress disorder (PTSD) diduga merupakan prekursor potensial dari mutisme selektif. Beberapa anak yang mengalami pelecehan berat dan trauma telah dilaporkan memenuhi kriteria diagnosis mutisme selektif.[4]
Faktor Risiko
Salah satu faktor risiko untuk mutisme selektif adalah genetik. Hal ini ditunjukkan oleh adanya riwayat keluarga dengan mutisme selektif atau fobia sosial pada anak-anak yang memenuhi kriteria diagnosis mutisme selektif.[2]
Awitan mutisme selektif biasanya mendadak akibat stressor atau trauma yang memalukan pada situasi sosial dan biasanya muncul pada masa awal anak masuk sekolah. Faktor risiko lain adalah penyakit fisik, perpisahan dengan pengasuh, kekerasan, penelantaran, atau perundungan.[3]
Kondisi lain yang dapat meningkatkan risiko mutisme selektif adalah ciri kepribadian negativistik, yang mencakup perilaku agresif, suka mengendalikan dan menuntut, sulit untuk dipuaskan keinginannya, cenderung tidak patuh, kaku, manipulatif, suka menentang, keras kepala, mudah mengambek, dan curiga.[8] Anak-anak bilingual yang bahasa di rumah dan sekolah atau lingkungannya berbeda (misalnya anak imigran atau dari kelompok minoritas) juga berisiko mengalami mutisme selektif.[7]